-- Pilwali Kendari Masuk Kategori Rawan
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Kontestasi Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Kendari semakin dekat. Jelang hari H, Pemerintah Kota (Pemkot) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Kendari meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) tak ikutikutan terlibat politik praktis. Sebagai abdi negara, ASN harus menjaga netralitas.
Sekretaris Kota (Sekot) Kendari Ridwansyah Taridala mengingatkan jajarannya lebih hati-hati dalam bersikap di tahun politik saat ini. Agar terhindar dari pelanggaran, ASN harus menjaga sikap netral. Pada dasarnya, abdi negara dilarang berpihak pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
“Jika ada ASN yang terbukti tidak netral, maka akan dikenakan sanksi. Prosesnya, sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Ridwansyah Taridala kemarin.
Rakor ini melibatkan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, TNI/Polri dan lembaga terkait lainnya. Pertemuan ini turut membahas hasil pemetaan kerawanan sebagai langkah mitigasi menjelang Pilkada 2024.
Untuk memastikan pelaksanaan Pilwali berjalan kondusif, Jenderal ASN ini mengajak seluruh stakeholder dan masyarakat bersamasama menjaga ketertiban. Perbedaan pilihan dalam kontestasi politik itu hal yang wajar. Gunakan hak konstitusional untuk menentukan masa depan Kota Kendari.
“Partisipasi masyarakat sangat diharapkan. Sebanyak tingkat partisipasi pemilih menjadi indikator suksesnya pelaksanaan Pilkada,” jelasnya.
Ketua Bawaslu Kota Kendari Sahibuddin menyatakan kesiapannya mengawal penyelenggaraan Pilkada serentak. Sebagai lembaga pengawasan, pihaknya akan memastikan pelaksanaan pesta demokrasi ini berjalan aman tanpa adanya intimidasi.
Pilwali Kendari kata dia, masuk kategori yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Yang mana, ada empat dimensi indikator kerawanan pemilu, yaitu dimensi sosial politik, pencalonan (kontestasi), kampanye (penyelenggaraan pemilu dan kontestasi) serta dimensi pungut hitung (penyelenggaraan pemilu, kontestasi dan partisipasi).
Ia lalu mencontohkan salah satu kerawanan yang terjadi pada dimensi pencalonan. Diantaranya perubahan regulasi secara mendadak akibat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU/XXII/2024, yang diputuskan pada Selasa (20/8). Putusan ini mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
“Perubahan regulasi ini akan berakibat pada sosialisasi kepada peserta Pilkada, partai politik yang mengusung, serta bagaimana KPU menyikapi hal ini dengan petunjuk teknis yang baru,” jelasnya.
Selain perubahan regulasi, ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan kewenangan oleh calon petahana, ASN, TNI, dan Polri, yang menjadi salah satu indikator kerawanan dalam masa pencalonan. Contohnya, seperti melakukan rotasi jabatan.
Pemetaan kerawanan ini bertujuan untuk menjadi basis data dalam menyusun program pencegahan dan pengawasan selama tahapan Pilkada 2024, yang akan berlangsung secara serentak. (b/m4/m1)