KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Kehidupan mahasiswa di kampus-kampus saat ini berbeda dengan mahasiswa era tahun 1990-2000. Misalnya, kemajuan teknologi yang mempengaruhi ekosistem civitas akademika mahasiswa kian mudah akses informasi, tugas-tugas kampus bisa lebih praktis dikerjakan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan. Walau dunia kampus banyak berubah, idealisme tetap menjadi kemewahan bagi mahasiswa.
“KEMAJUAN teknologi menjadikan informasi hingga pekerjaan tertentu menjadi serba instan. Mahasiswa yang tidak siap, menjadi terkontaminasi dan menjadikan segala sesuatu harus serba instan tanpa belajar yang ulet atau pendalaman ilmu yang mendalam,” buka Presiden Mahasiswa Universitas Sulawesi Tenggara Abry Damala, saat menjadi pembicara di Kendari Pos Chanel yang dipandu Wakil Direktur Awal Nurjadin, Rabu (24/7/2024).
Kurikulum pendidikan saat ini, kata dia, bermuara pada kapitalisasi. Artinya, mahasiswa digodok belajar bukan menjadi generasi emas yang unggul, tetapi diarahkan agar nanti bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Fenomena ini memengaruhi mahasiswa begitu kental. Sehingga tak jarang mahasiswa acuh terhadap kelembagaan atau berorganisasi.
“Ini menjadi pekerjaan rumah bersama, sehingga persoalan ini tidak dibiarkan berlarut-larut. Jika tidak, maka kelak kampus hanya akan menjadi industri penyedia sumber daya pekerja untuk perusahaan-perusahaan,” ujar Abry Damala.
Dia mengutip teori Tan Malaka bahwa kemewahan terakhir seorang mahasiswa adalah idealisme. Hal ini sangat jarang dipahami oleh mahasiswa pada umumnya. Bahwa mereka sejatinya memiliki kekuatan dan peran besar khususnya dalam perpolitikan baik lokal, nasional maupun internasional.
“Idealisme mahasiswa terus dirongrong berbagai kepentingan semu dari luar maupun dari dalam kampus. Ini yang harus kita hadapi,” beber Abry Damala.
Hal yang sama disampaikan, Presma UHO Defrian. Katanya, mahasiswa era ini mesti cerdik dan jeli dalam mengoptimalkan kemajuan teknologi. Sehingga tidak tergerus oleh situasi yang mengajarkan serba instan.
“Caranya dengan menghidupkan literasi baik membaca dan menulis. Selain konsen pada kosentrasi ilmu yang digeluti, juga penting membaca buku politik, ekonomi, dan lainnya yang terkait dengan persoalan bangsa atau kedaerahan,” kata Defrian.
Kemajuan teknologi, kata dia, bisa dimanfaatkan untuk membangun opini yang konstruktif, sebelum melakukan demonstrasi turun ke jalan. Perpaduan kekuatan tersebut, mesti beriringan sehingga konsep atau misi yang ingin disampaikan bisa terwujud.
“Hanya saat ini tidak sedikit pergerakan mahasiswa disusupi oleh oknum tertentu. Baik dari luar maupun dalam kampus. Sehingga pergerakan oknum mahasiswa tidak lagi murni memperjuangkan keadilan dan kebenaran,” ujar Defrian.
Menyambut kedatangan mahasiswa baru yang tidak lama lagi, BEM UHO telah menyiapkan program unggulan untuk memberikan edukasi. Sehingga mahasiswa baru tidak terpengaruh oleh opini atau isu politik yang mengkerdilkan bahwa menjadi aktivis mahasiswa adalah negatif.
“Sinergi semua stakeholder khususnya pihak kampus juga sangat dibutuhkan. Untuk membangun kekuatan mahasiswa dengan idealisme tinggi demi menyongsong generasi Indonesia emas 2045,” pungkas Defrian. (ali/b)