KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Hasil perikanan Busel mencapai 10 ribu ton per tahun. Itu pun hanya terhitung dari nelayan aktif, tidak termasuk penggiat musiman. Sayangnya, hasil tersebut tak dibarengi dengan infrastruktur penunjang yang memadai, salah satunya Tempat Pelelangan Ikan (TPI). TPI Sampolawa tidak lagi mampu menampung hasil tangkap nelayan dan banyak menjual tangkapannya ke daerah lain.
Pj. Bupati Busel, Parinringi, sudah meninjau kondisi TPI Sampolawa. Bahkan itu menjadi kunjungan kerja perdananya diawal menjabat. Parinringi menyaksikan seluruh fasilitas di sana masih jauh dari kata layak. Mulai dari ruang pembekuan, penyimpanan hingga penimbangan ikan sudah dipantau secara langsung. Kapasitasnya terlampau kecil dari potensi yang ada. Termasuk kondisi dermaga darurat bagi kapal nelayan yang sangat menyulitkan untuk berlabuh.
Pemkab Busel berencana merevitalisasi TPI tersebut. Lahan seluas lima hektare sudah dibebaskan. Tanah masyarakat ditukar guling dengan milik Pemkab di lokasi lain. "Lahannya sudah bebas, tetap di TPI yang ada sekarang, hanya diperluas saja. Masyarakat yang punya tanah sudah kami gantikan dan langsung diuruskan sertifikatnya di BPN. Jadi soal lahan tuntas.
Selain perikanan, sektor pertanian Busel cukup menjanjikan. Kawasan areal penggunaan lain (APL) di Buton Selatan masih cukup luas. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) mendorong peningkatan sektor pertanian melalui pemanfaatan APL tersebut. Area yang sudah lama menjadi lahan tidur di Kecamatam Sampolawa akan "disulap" menjadi lahan sawah produktif. Pemkab Busel melalui Dinas Pertanian berhasil meloloskan program cetak sawah dari Kementerian Pertanian RI. Lahan yang akan diolah menjadi area persawahan itu seluas 616 hektare.
"Insyaallah, pihak Kementerian Pertanian akan memberikan bantuan cetak sawah baru untuk Busel seluas 616 hektar. Jika ini direalisasikan maka ke depan, daerah kita bisa menjadi lumbung padi," kata Pj Bupati Busel, Parinringi. Selain perluasan sawah, sektor pertanian dan perkebunan juga akan dimaksimalkan dengan program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dan program pemanfaatan pekarangan, dengan menanam buah-buahan yang sistemnya adalah tiap desa, satu komoditas (one village one product). Sehingga nantinya tidak terjadi "banjir" panen hanya satu komoditas saja. "Masuk musim rambutan, semua panen rambutan, tidak ada jenis buah lain. Makanya kita galakkan program satu desa, satu produk itu," gagas Parinringi. (lyn/adv)