Agung Kurniawan: 145 Hari Menghilang Masih Misteri

  • Bagikan

--Orang Tua Agung: Pak Polisi, Tolong Temukan Anak Saya

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Keberadaan Agung Kurniawan, remaja 14 tahun asal Konawe Selatan (Konsel) masih misteri. Sejak hilang misterius 25 Februari 2024 lalu, hingga Jumat, 19 Juli 2024, belum juga ditemukan. Hingga kemarin, terhitung sudah 145 hari Agung Kurniawan tidak terdengar kabar beritanya.

Berbagai upaya telah dilakukan, untuk menemukan keberadaan santri dari Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Darur Raihanun Nahdlatul Wathan, Desa Ambaipua, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) tersebut.

Terbaru, dibuat selebaran tentang orang hilang atas nama Agung Kurniawan. Lengkap dengan ciri-ciri fisiknya. Keluarga berharap ada masyarakat yang menemukannya.

Aisyah, ibu kandung Agung Kurniawan, bersama suami dan keluarga, terus mencari keberadaan sang anak tercinta. Mereka bahkan sampai mendatangi Markas Komando (Mako) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra).

Di depan Mapolda Sultra, suara Aisyah bergetar. Menahan tangis dan emosi. Dia berorasi menuntut kejelasan atas nasib putranya, yang telah hilang selama lima bulan dari Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Darur Raihanun Nahdlatul Wathan, di Desa Ambaipua, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan.

Aisyah tak sendirian, ia didampingi sang suami, bersama sejumlah mahasiswa dan rekan korban, meminta Polda Sultra mengusut tuntas kasus yang dialami anaknya.

Tak hanya itu, selain berdemonstrasi di depan Mapolda Sultra, keluarga Agung Kurniawan juga unjuk rasa di pondok pesantren, tempat Agung menuntut ilmu, hingga melakukan penyegelan.

“Pak Polisi, tolong temukan anak saya. Kami minta Polda ambil alih atas kasus hilangnya anak saya. Sudah lebih 5 bulan ini, tidak ada titik terangnya. Baik dari pihak Pondok maupun Polsek Ranomeeto,” ungkap Aisyah, Jumat (19/7/2024).

Ia mengatakan, berdasarkan informasi dari Pondok Pesantren, Agung Kurniawan hilang sejak 25 Februari 2024. Namun pihak pondok baru mengabarinya, setelah 3 hari kasus kehilangan itu, tepatnya 27 Februari 2024.

“Setelah mendapat kabar kehilangan itu, kami melapor ke Polsek Ranomeeto pada malam ketiga kehilangan. Tapi sampai sekarang belum ada titik terang,” keluhnya.

“Kami ke sini (depan Mako Polda Sultra, red) minta Polda ambil alih. Apakah anak itu masih hidup atau sudah mati kasian? Kalaupun mati, dimana? Kalau dia masih hidup, dimana tempatnya sekarang?,” imbuh Aisyah.

Sebelum dinyatakan hilang, Aisyah mengaku, sempat tak sengaja bertemu Agung di sebuah pasar pada 25 Februari 2024. Saat itu Agung, kata ia, membawa kotak amal untuk meminta sumbangan.

“Kami sempat berbincang waktu itu. Saya juga berikan uang sisa belajaanku di pasar,” ujarnya menceritakan pertemuan bersama anaknya di pasar.

Lebih lanjut Aisyah meluapkan keresahan atas kehilangan anaknya, dan menuntut tindakan yang lebih tegas dari pihak Kepolisian.

“Saya mohon kepada pihak Kepolisian, tolong bantu temukan anak kami. Saya ingin keadilan bagi Agung,” pintanya.

Polsek Ranomeeto Sudah Periksa Sejumlah Saksi

Kasus hilangnya Agung Kurniawan, ditangani Kepolisian Sektor (Polsek) Ranomeeto, Polresta Kendari. Delapan saksi telah dimintai keterangan.

Hal tersebut diungkapkan Kapolsek Ranomeeto, AKP Ansar Ali. Dirinya membenarkan, telah menerima laporan dari pihak keluarga. Kemudian menindaklanjuti dengan mengambil keterangan para saksi, baik dari rekan Agung hingga pihak pondok pesantren.

Kendala Polsek Ranomeeto hingga lima bulan kasus ini belum bisa terungkap, karena kurangnya informasi A1 (informasi yang dinilai valid atau dipercaya kebenarannya).

“Jika sudah menemukan informasi A1, kita gali informasi itu. Ini yang masih kami cari terus. Didalami terus. Pokoknya, kami tidak akan lepas untuk melakukan penyelidikan terhadap hilangnya anak tersebut,” ungkap AKP Ansar Ali.

Dia menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi dari pihak pesantren, menyebut bahwa Agung pergi dari pondok sejak Minggu, 25 Februari 2024.

“Jadi, pada 25 Februari 2024, Agung pergi ke luar pondok. Setelah dari luar, anak itu tidak terlihat masuk dalam asramanya lagi. Dia hanya terlihat berdiri samping masjid di situ. Setelah itu, tidak kelihatan lagi,” beber AKP Ansar Ali berdasarkan keterangan sejumlah saksi.

Dikatakannya, sesuai keterangan saksi santri yang tempat tidurnya bersebelahan, Agung biasa tidur di masjid atau di kelas. “Jadi mereka tidak terlalu cari juga, karena biasa tidurnya di sana,” jelasnya.

Nanti besoknya (berdasar keterangan saksi), pihak pesantren mulai mencari keberadaan Agung. “Pihak pesantren langsung menanyakan ke pihak orang tuanya. Kenapa Agung belum datang ke pondok,” ujarnya.

Menurut Kaposek, pihak pesantren mengira Agung pulang di rumahnya. Menerima pertanyaan dari pihak pesantren, orang tua Agung langsung membantah dan mengatakan bahwa Agung tidak pulang.

“Nanti di hari Selasa, 27 Februari 2024 itu, baru terkonfirmasi kalau pihak pesantren dan orang tua tidak mengetahui keberadaan Agung. Terakhir diketahui pada Minggu, 25 Februari 2024),” tandasnya.

Diketahui, berdasarkan informasi yang diperoleh dari para saksi kepada Polsek Ranomeeto, saat itu Agung ke pasar bersama temannya. Mereka meminta sumbangan, guna pembangunan di pesantren mereka.

“Setelah dari meminta sumbangan, Agung bersama temannya kembali menuju pesantren. Teman Agung masuk ke masjid pesantren untuk menyetor uang sumbangan. Sementara Agung tidak masuk,” ungkap Kanit Reskrim Polsek Ranomeeto, Arto Siswahyudi.

Agung, lanjutnya, menunggu di luar masjid. Karena di dalam masjid sementara ada giat penamatan, mengaji.

“Setelah itu, selesai salat zuhur, temannya ini ke luar, tapi Agung sudah tidak ada,” jelasnya, berdasarkan keterangan teman Agung yang bersama-sama memungut sumbangan.

Kemenag Konsel Turun Tangan

Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Konawe Selatan (Konsel), turun tangan mengatensi persoalan hilangnya salah satu santri. Kepala Kantor Kemenag Konsel, H. Joko mengaku baru menerima laporan kronologis resmi dari pondok pesantren pada 13 Juli 2024 lalu.

“Mengenai kejadian di pondok, kami justru dapat surat atau informasi dari Kanwil Kemenag Sultra,” ujarnya.

Terkait kejadian itu, kata dia, sebelumnya pihak pondok tidak pernah memberi laporan ke Kantor Kemenag Konsel.

“Kami mengetahui kejadian itu setelah dikirimkan surat dari Kanwil Kemenag Sultra. Karena sebelumnya, saya berada di Makassar, terkait urusan jemaah haji,” jelasnya.

Usai mendapat laporan tersebut, pihaknya langsung mengumpulkan semua aparaturnya guna melakukan tindak lanjut. “Saya sudah rapat dengan teman-teman untuk mengambil langkah terkait kejadian itu,” ujarnya.

Pihaknya bertemu langsung pimpinan pondok pesantren tersebut. Kemudian bertemu dengan orang tua, tokoh masyarakat dan kepala desa setempat, untuk mengumpulkan informasi terkait kejadian sebenarnya.

“Kami turun lapangan memastikan, mengumpulkan informasi secara seimbang. Supaya informasi tidak hanya dari salah satu pihak,” jelasnya. Sementara itu, terkait penyegelan pondok pesantren, pihaknya mengaku memahami kondisi psikologis keluarga Agung Kurniawan.

“Kami mengerti, itu bentuk kekecewaan orang tua. Siapapun kalau anaknya hilang, pasti kekecewaannya mendalam. Kami memahami itu,” kata Joko.

Kendati demikian, dirinya berharap terkait penyegelan segera ada jalan keluar. Karena menyangkut lembaga pendidikan.

“Karena yang perlu dimintai pertanggung jawaban ialah penanggung jawab pondok tersebut. Kami berharap lembaga pendidikannya tetap harus jalan. Tapi jika ada masalah hukum, maka proses hukumnya juga tetap harus jalan,” terangnya.

Penjelasan Pengelola Pesantren

Dewan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Thafidzul Qur’an (PPTQ) Darur Raihanun Nahdatul Wathan, Ust Jamhuri Karim mengatakan, pihaknya dari awal sudah berupaya maksimal mencari santri atas nama Agung Kurniawan tersebut, dengan terlebih dahulu menghubungi pihak keluarga.

Ust Jamhuri menceritakan, semua bermula, saat Agung pulang dari pasar bersama salah seorang temannya. Kemudian sesampainya di pondok, temannya mengajak Agung masuk untuk mengikuti pengajian yang sementara berjalan. “

Namun, Agung menolak. Semenjak itulah Agung tidak berada di pondok ini,” ungkap Ust. Jamhuri, saat dihubungi via telepon, kemarin.

Awalnya, pihak pesantren menganggap Agung pulang ke rumah orang tuanya, yang jaraknya tidak jauh. Hal itu, sambung Ust Jamhuri, sering dilakukan tanpa izin. “Itu menurut kesaksian santri yang lain,” ujarnya.

Pembina pesantren menganggap, Agung pulang kerumahnya. Kemudian keesokan harinya, pihaknya menghubungi orang tua Agung, supaya si anak kembali ke pondok. “Namun dari penyampaian orang tuanya, Agung tidak ada di rumahnya,” terangnya.

Setelah itu, lanjut Ust Jamhuri, ibu Agung datang bersama tiga petugas kepolisian sektor Ranomeeto, untuk mencari keterangan lebih lanjut kepada pihak pondok pesantren.

“Semenjak itulah, kami menyepakati untuk mencari anak itu bersama. Hampir tiap malam, saya keliling bersama pembina pondok sampai Kota Kendari. Bahkan kami berbagi wilayah pada saat itu. Paling jauh sampai di Konut. Namun kami belum juga menemukan,” ungkapnya.

Ust Jamhuri mengaku, mengaku sudah lebih dari satu kali dipanggil Polsek setempat, guna dimintai keterangan. Dirinya juga telah melakukan jalur musyawarah dengan pihak keluarga, dalam mencari titik temu supaya persoalan itu dapat teratasi.

Soal penyegelan pondok pesantren, Ust Jamhuri mengaku sebelumnya sudah menerima informasi akan ada demonstrasi. Saat itu, pihaknya mengira, bakal dilakukan dialog musyawarah terbuka. Namun massa aksi usai berorasi langsung menyegel dan mencoret dinding pondok pesantren putri, dengan mengenakan alat yang sudah disiapkan sebelumnya.

“Terus terang secara pribadi, saya sangat sedih sekali dengan adanya penyegelan itu. Karena itu tempat anak-anak menghafal Alquran. Tapi kami tetap bersabar saja,” ucapnya.

Pasca penyegelan pondok pesantren tersebut, dirinya terus melakukan upaya untuk mencari petunjuk dari Polsek setempat, Polda Sultra dan Kakanwil Kemenag Sultra.

“Kami masih menunggu perkembangan selanjutnya dari kasus ini. Andaipun masuk ke ranah hukum, kami akan tetap melakukan pembelaan terhadap pesantren ini,” imbuhnya. (ndi/b)

  • Bagikan