Oleh: Aristo Helvalex Mekuo, S.H
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan sarana pengejewantahan kedaulatan rakyat atau sebagai jembatan demokratis untuk memilih kepala daerah yang akan diberi amanah untuk memimpin daerah provinsi, kabupaten atau kota. Kepala daerah yang dimaksud yakni gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota.
UU 1/2015 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 6/2020 Tentang Penetapan Perppu 2/2020 Tentang Perubahan Ketiga atas UU 1/2015 merupakan regulasi atau pengaturan Pilkada yang akan diselenggarakan secara serentak pada tahun 2024. Hingga tulisan ini dibuat tahapan yang telah dilakukan yakni pelantikan badan ad hoc(PPK) oleh KPU Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016 menyatakan bahwa pemungutan suara serentak nasionaluntuk Pilkada akan dilaksanakan pada bulan november 2024, juga sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PKPU 2/2024 bahwa pemungutan dan penghitungan suara Pilkada 2024 akan dilaksanakan pada hari Rabu, 27 November 2024.
Pilkada serentak se-Indonesia
Sebagaimana Pilkada sebelumnya juga dilakukan secara serentak, namun keserentakan Pilkada sebelumnya belum mencakup seluruh wilayah atau daerah di Indonesia, sehingga berdasarkan pengalaman tersebut yaitu terakhir pada Pilkada 2020, terdapat beberapa catatan dalam penyelenggaraannya sehingga menjadi bahan evaluasi untuk Pilkada selanjutnya yaitu Pilkada serentak nasional 2024.
Berbeda dengan Pilkada 2020 yang sifat keserentakannya belum mencakup seluruh wilayah atau daerah di Indonesia, Pilkada 2024 akan diselenggarakan secara serentak diseluruh wilayah atau daerah di Indonesia. Terhitung ada 37 provinsi untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 415 kabupaten untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta 93 kota untuk pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan keserentakan pada Pilkada 2024 merupakan tonggak sejarah pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan secara bersamaan diseluruh wilayah atau daerah di Indonesia untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Pengalaman keserentakan sebelumnya juga telah dilakukan pada Pemilu 2019 yang menggabungkan pemilihanlegislatif dan eksekutif pada hari yang sama untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Potensi Pemilih Pindahan
Keserentakan pada Pilkada 2024 tersebut membawa beberapa implikasi yang dapat dinilai baik bagi penguatan demokrasi di Indonesia. Salah satunya pemilih yang tidak dapat dikonsolidasi secara masif dari daerah atau kabupaten/kota yang tidak menyelenggarakan Pilkada yang letak geografisnya sangat dekat bahkan beririsan dengan daerah kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada.
Bercermin pada Pilkada 2020 yang lalu bahwa daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada kabupaten/ kota di Provinsi Sulawesi Tenggara diantaranya yaitu Kabupaten Konawe Utara, Konawe Selatan, Konawe Kepulauan, Kolaka Timur, Muna, Buton Utara dan Wakatobi sedangkan daerah yang tidak turut dalam kontestasi tersebut yaitu Kabupaten Konawe, Kolaka,Kolaka Utara, Muna Barat,Buton,Buton Tengah, Buton Selatan, Bombana,Kota Baubau dan Kota Kendari.
Pada kontestasi Pilkada 2020 yang lalu daerah yang menyelenggarakan Pilkada seperti Kabupaten Konawe Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Konawe tentu memberi kemudahan untuk mengonsolidasikan pemilih dengan masif terutama dengan menggunakan kekuasaan. Faktor emosional, kekerabatan atau karena diiming-imingi sesuatu tentu menjadi alasan bagi pemilih untuk mau turut serta dalam skenario tersebut. Sehingga implikasi buruk dari Pilkada yang tidak diselenggarakan secara serentak yakni akan membuka keran seluas-luasnya untuk mengonsolidasikan pemilih dengan masif, tentu dengan cara yang sah seperti memindahkan data kependudukan untuk sementara melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.
Kecenderungan untuk menyalahgunakan keadaan tersebut sangat rentan terjadi terlebih ketika yang maju sebagai kontestan dalam Pilkada tersebut adalahincumbent (petahana) yang masih dibarengi dengan kekuasaan yang melekat padanya,sehingga tentu akan mudah untuk memuluskan kepentingannya agar mendapatkan kemenangan yang diinginkan.
Pada Pilkada serentak 2024, skenario diatas akan sangat sulit dilakukan karena seluruh daerah di Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada secara serentak sehingga keserentakan Pilkada 2024 akan memberikan implikasi yang lebih baik dan lebih demokratis.
Barometer Pemilu 2029
Walaupun terkesan masih jauh untuk menilai atau menakar peta Pemilu tahun 2029 kedepan, namun hasil dari Pilkada Serentak 2024 tidak dapat dinafikkan dapat dijadikan barometer untuk menghitung peta kekuatan para kontestan untuk Pemilu 2029 selanjutnya
Sehingga keseriusan partai politik untuk memberikan rekomendasi partai terhadap kadernya atau setidak-tidaknya membangun komitmen kepada bakal calon yang kuat untuk menjadi kontestan yang akan bertarung pada Pilkada 2024 menjadi suatu keniscayaan. Karena mafhum diketahui bahwa kepala daerah yang terpilih nantinya juga merupakan irisan partai politik(bukan calon perseorangan).
Beberapa kemungkinan tersebut diatas tentu sebagai bentuk koreksi dan perbaikan terhadap penyelenggaraan Pilkada yang demokratis dan berkualitas di Indonesia, dan hal tersebut tidak dapat dicapai tanpa kerjasama berbagai elemen, terutama antar lembaga negara penyelenggara Pilkada, terkhusus dalam hal ini badan ad hoc KPU seperti PPK, PPS, dan KPPS sebagai ujung tombak penyelenggaraan Pilkada, sehingga proses perekrutan atau seleksinya merupakan kunci Pilkada yang demokratis. (*)