KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Politisasi bantuan sosial (bansos) dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 berpotensi terjadi. Strategis tersebut diduga kuat, bakal ditempuh sejumlah kandidat untuk mendapatkan simpati maupun dukungan pemilih. Hal tersebut mesti diwaspadai, agar tidak mencoreng jalannya pilkada. Sekaligus sebagai jalan melahirkan pemimpin yang murni atas dasar pilihan nurani rakyat.
Ketua Bawaslu Kota Kendari, Sahinuddin mengatakan, potensi penyalahgunaan bantuan sosial, biasanya terjadi di daerah yang dijabat oleh bupati, di saat yang sama juga maju di Pilkada. Di Kota Kendari saat ini dipimpin oleh Pejabat Wali Kota, yang disinyalir tidak maju di palagan atau kontetasi pemilihan wali kota.
“Potensinya kecil untuk penyalahgunaan bansos di Kota Kendari. Namun, kami tetap melakukan langkahlangkah preventif maupun pengawasan ketat di tengah masyarakat,” kata Sahinuddin kepada Kendari Pos, Senin (1/7/2024).
Bansos berasal dari keuangan negara, yang haram digunakan untuk kepentingan politik. Dan jika menelisik di Pemilu 14 Februari 2024 lalu, tidak ada temuan maupun laporan pelanggaran terkait penyalahgunaan bansos. Bawaslu mengerahkan personil dari tingkatan paling atas hingga bawah. Pengawasan dilakukan berdasarkan tahapan pilkada yang bergulir.
“Kami komisioner berjumlah 3 orang. Panwascam setiap kecamatan 3 orang dengan total 11 kecamatan, berarti 33 personel. Kemudian, pengawas 1 orang di setiap kelurahan. Dengan 65 kelurahan berarti 65 personel,” bebernya.
Pengawas TPS belum diketahui pasti, karena dibentuk 23 hari sebelum hari H pemilihan. Merujuk di Pemilu lalu, dengan akumulasi 1.030 TPS berarti 1.030 orang per TPS. Namun untuk di Pilkada dikurangi jumlah TPS. Untuk sementara, rancangan TPS berjumlah 520. “Jumlah 520 TPS itu masih dinamis,” ujarnya.
Terpisah, Pengamat Politik Sultra, Dr. Muh Najib Husain mengatakan, salah satu potensi kecurangan Pilkada, dengan memanfaatkan bantuan sosial yang berasal dari pemerintah. Fenomena tersebut menjadi sebuah cara yang paling mudah untuk memperoleh dukungan dari masyarakat. Cara-cara ini kerap dilakukan oleh pejabat berkuasa, termasuk petahana yang berpeluang besar memobilisasi bansos untuk meraup dukungan pemilih.
“Hal sama juga bisa dilakukan pejabat yang memimpin dan mendukung salah satu figur yang tampil. Dia berpotensi mempolitisasi bansos. Ada beberapa calon yang maju di Sultra diduga didukung pejabat bupati,” kata Dr. Muh Najib Husain kepada Kendari Pos, Senin (1/7/2024).
Situasi lain juga, ada figur wakil rakyat yang maju di pilkada, punya potensi sama memanfaatkan bansos untuk kepentingan politik. Bahkan aroma politisasi bansos sudah terjadi saat ini.
“Namun, upaya pencegahan sangat sulit dilakukan. Padahal, bisa ditempuh beberapa cara jitu, seperti pengaturan waktu agar tidak disalurkan saat pilkada, apalagi mendekati hari pencoblosan,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Najib, bantuan sosial harus dikawal dengan basis by name by adress, yang merujuk pada data Dinas Sosial agar penyalurannya tepat dan tidak salah sasaran.
“Partisipasi masyarakat juga menjadi penting, agar mengawal proses penyalurannya,” jelasnya.
Doktor jebolan Universitas Gajah Mada itu menjelaskan, peran Bawaslu termasuk KPU sangat sentral dalam memonitoring penyaluran bansos. Bawaslu harus super aktif dan jeli dengan potensi sekecil apapun menindak dugaan penyelewengan bansos untuk kepentingan politik.
“Ketegasan Bawaslu menjadi bagian denyut nadi untuk memproteksi kecurangan penyaluran bansos. Dengan ribuan personel Bawaslu, dan partisipasi stakeholder termasuk masyarakat, pasti bisa mencegah inprosedural penyaluran bansos,” imbuhnya. (b/ali)