Jutaan Data Pribadi Warga Indonesia Dicuri

  • Bagikan
Kepala BSSN Hinsa Siburian (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)
Kepala BSSN Hinsa Siburian (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Pemerintah belum mampu mendeteksi pelaku peretasan atau serangan ransomware tergadap Pusat Data Nasional (PDN). Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian menyatakan, pihaknya baru bisa menemukan indikasiindikasi serangan untuk menemukan sang peretas.

Hal itu dipertanyakan Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin saat rapat kerja dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dan Kepala BSSN Hinsa Siburian di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024). “Sejauh mana sudah terdeteksi pelakunya,” tanya TB Hasanuddin.

“Tentunya untuk pelakunya ini belum bisa (terdeteksi) pak. Kita baru menemukan indikasi-indikasi yang nanti dari induksi ini kita olah untuk menemukan si (peretas),” ucap Hinsa.

Hasanudin lantas menyatakan apakah BSSN bersedia memproteksi jika ada pihak yang menemukan pelaku penyerangan terhadap PDN.

“Kalau ada orang yang bersedia mengejar dan menemukan, kira-kira bapak mau nggak memprotek yang bersangkutan?,” tanya Hasanuddin. “Mau Pak,” jawab Hinsa.

Hasanuddin lantas ke depan mengajak Kepala BSSN untuk bicara bersamasama mengejar pelaku peretasan ransomware. “Oke, nanti kita bicara empat mata,” ujar Hasanuddin.

Hinsa banyak negara menawarkan untuk melakukan kerja sama terkait pengejaran terhadap pelaku peretasan. Namun, BSSN saat ini masih menunggu dari hasil proses forensik.

“Karena kita sebenarnya saat ini pun banyak permintaan , kita sudah melakukan kerja sama dengan 10 negara MoU kaitannya dengan keamanan cyber, mereka menawarkan juga tentunya. Karena ini masih dalam proses forensik ini, kita tunggu dulu yang hasil dari tim kita ini, baru nanti kita koordinasikan bagaimana bentuk kerja sama,” pungkasnya.

Pemerintah Ogah Bayar Tebusan kepada Hacker

Serangan ransomware yang mengobrak-abrik Pusat Data Nasional (PDN) berbuntut panjang. Sebelumnya hacker atau peretas meminta tebusan sejumlah USD 8 juta atau berkisar Rp 131 miliar lebih. Namun pemerintah ogah membayar tebusan yang diminta kelompok peretas tersebut. Akhirnya, data PDN lebih itu direlakan untuk menjadi milik hacker atau para peretas.

Terkait dengan keengganan pemerintah Indonesia membayar tebusan yang diminta hacker yang menyerang Pusat Data Nasional dengan ransomware, hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong. Kepada wartawan di Jakarta, dirinya menyebut bahwa pemerintah tidak akan membayar tebusan yang diminta.

“Pemerintah kan enggak mau. Sudah dinyatakan, tidak akan memenuhi tuntutan berapa itu (Rp 131 miliar lebih) itu,” kata Usman.

Menurut Usman, alasan pemerintah tidak akan memenuhi permintaan tebusan yang diminta peretas adalah karena data tersebut sudah diisolasi. Dia mengklaim, data tersebut telah ditutup dan walaupun sudah jatuh ke tangan hacker, data tersebut tetap tidak akan bisa diekstrak.

“Karena ya sudah diamankan data itu. Nggak bisa diutak-atik, oleh dia (para peretas), termasuk juga oleh kita, karena sudah kita tutup aksesnya,” lanjut Usman.

Alasan lainnya, keengganan pemerintah untuk membayar tebusan yang diminta hacker terkait data Pusat Data Nasional adalah tidak adanya jaminan bahwa setelah dibayar, data akan dikembalikan. Hal ini yang menjadi pertimbangan juga.

“Ya kan kita tidak mau membayar, apakah ada ancaman lanjutan? Nggak ada. Memang kalau kita membayar juga dijamin (data itu akan dikembalikan), nggak diambil. Kan tidak juga. Yang penting sudah kita isolasi. Jadi nggak bisa diapaapain, jadi nggak bisa diambil sama dia juga,” tegas Usman.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Network & IT Solution Telkom, Herlan Wijanarko. Diketahui, server Pusat Data Nasional ini juga dikelola Kemenkominfo bersama dengan Telkom Sigma. Herlan menyebut kalau data tersebut telah secure kendati sudah jatuh ke tangan hacker. “Tidak ditebus? Tidak. Sudah kita isolasi dan nggak bisa dimanfaatkan,” kata Herlan.

Dia juga menyebut kalau berdasarkan audit sementara yang dilakukan oleh tim BSSN, kondisi data yang sudah jatuh ke tangan hacker dalam keadaan terenkripsi.

“Jadi itu terenkripsi, tapi di tempat dan sekarang sistem PDNS 2 ini sudah kita isolasi. Tidak ada yang bisa mengakses. Kita putus dari akses dari luar. Jadi kondisinya demikian, jadi apakah bisa disalahgunakan? Tidak bisa,” tandas Herlan. (jpg)

  • Bagikan