Warga Wundumbolo Adukan Kades ke DPRD

  • Bagikan
KELUHAN WARGA : Ketua Komisi I DPRD Konsel, Budi Sumantri (tengah) saat memimpin rapat Dengar pendapat bersama masyarakat dan pemerintah terkait yang menyorot kinerja serta etika Kades. (I NGURAH PANDI SANTOSA/KENDARI POS)

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Kepemimpinan Sanusi sebagai Kepala Desa (Kades) Wundumbolo, Kecamatan Tinanggea di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), mendapat penilaian negatif dari sejumlah warganya. Salah satu perwakilan masyarakat Wundumbolo, Nurul Huda, membeberkan, selain dugaan penyalahgunaan dana desa (DD) tahun 2018-2022, pimpinan wilayah mereka itu juga disebut melakukan tindakan asusila terhadap salah satu warganya.

“Pada intinya kami tidak menginginkan lagi Kepala Desa untuk menjabat, karena sudah melakukan tindakan asusila terhadap istri dari salah satu aparat desa. Kami sebagai masyarakat sudah kurang percaya. Meskipun telah diselesaikan secara adat, tetapi harus ada penyelesaian kode etik,” desak Nurul Huda, mewakili warga saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Konsel, kemarin.

Ia juga mengungkapkan dalam kepemimpinan Kades tersebut, sejak 2018 terjadi penjualan tanah aset desa. Pada tahun itu ada pembuatan SKT perseorangan yang dijual ke pihak pertambangan. Serta penjualan aset desa berupa tanah gembala kepada warga di luar Wundumbolo.

“Selain itu juga, ada (indikasi) pembangunan RTLH yang tidak sesuai, pembuatan kandang sapi yang tak semestinya, mark up bibit kelapa dilabel setelah sampai di tempat,” tudingnya.

Selain itu pada tahun 2020 ada pembangunan TPQ yang dinilai tidak memenuhi standar, pemberian insentif Guru TPQ/PAUD tak sesuai anggaran, mark up pengadaan bibit kopi dan lampu jalan serta penjualan sapi bantuan.

Kemudian persoalan terkait Dana BUMDes yang sampai sekarang dianggap masyarakat, mati suri. Begitu juga pada saat pemilihan BPD masyarakat tidak diundang, hanya aparat desa.

Sementara itu, Kades Wundumbolo, Sanusi, memberi penjelasan terkait tanah aset desa. Dikatakannya, memang sempat ada informasi Desa Wundumbolo dianggap fiktif karena penduduknya sedikit, bahkan telah diekspos media.

“Sehingga kami melakukan kesepakatan pemekaran KK dan aset tersebut dihibahkan untuk Pondok Pesantren. Lalu untuk masalah SKT sudah diselesaikan,” jelasnya.

Terkait DD, laporan masyarakat sudah sampai ke Kejaksaan dan Inspektorat. “Sudah dilakukan pemeriksaan dan sudah saya selesaikan. Masalah asusila sudah diselesaikan juga di balai desa secara adat yang dibuktikan dengan berita acara di atas materai. Juga terkait penjualan aset desa, kita telah melakukan rapat bersama BPD dan aparat untuk melakukan penambahan sebanyak 14 KK dengan syarat lokasi tersebut harus ditempati dengan biaya administrasi Rp 2,4 juta tiap kepala keluarga,” jawab Sanusi.

Ketua Komisi I DPRD Konsel, Budi Sumantri, yang memimpin RDP tersebut menyinggung terkait informasi dari masyarakat Wundumbolo bahwa Kades melakukan tindakan asusila. Sehingga masyarakat Desa Wundumbolo sempat memanas beberapa minggu lalu. Menurut Budi persoalan ini baiknya selesai di desa. “Kami anggota DPRD Konsel mengadakan RDP dengan menghadirkan Inspektorat dan DPMD Konsel sebagai dinas terkait. Selanjutnya kepala desa memberikan penjelasan dari beberapa persoalan yang ada,” terangnya.

Budi Sumantri menyarankan kepada pihak DPMD melakukan evaluasi terhadap BUMDes di wilayah tersebut. Auditor terkait juga harus melakukan pemeriksaan lagi di lapangan atau audiensi dengan pengelola badan usaha itu. Terkait temuan penyimpangan DD yang jika sudah dilakukan pengembalian, harusnya ada konfirmasi masyarakat.

“Kita akan menunggu tindak lanjut hasil pemeriksaan dari Kejaksaan Negeri Andoolo. Setelah pelantikan Kepala Desa segera melaksanakan rapat BUMDes dan mengundang pengelola serta masyarakat,” rekomendasi Politikus Partai Golkar tersebut. (c/ndi)

  • Bagikan

Exit mobile version