KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Musibah banjir yang menggenang lahan pertanian di Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebabkan kerugian besar. Untuk tanaman padi, petani kehilangan 10.541,12 ton Gabah Kering Giling (GKP). Jika diestimasi dalam bentuk rupiah, petani kehilangan pendapatan sebesar Rp 177,09 miliar.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distannak) Sultra La Ode Rusdin Jaya mengatakan petani kehilangan pendapatan yang cukup besar akibat banjir selama Mei 2024. Hal ini didasari analisis Dampak Perubahan Iklim (DPI) banjir dan kekeringan terhadap lahan pertanian potensial di Bumi Anoa.
"Selain padi, komoditas lain juga demikian. Untuk komoditas jagung, kerusakan akibat banjir sekitar 134 hektar. Sementara puso seluas 46 hektar. Rinciannya, Konawe seluas 64 hektar akibat banjir dan 38 hektar puso. Lainnya, Konawe Selatan (Konsel) seluas 70 hektar dan puso 7 hektar. Dari jumlah lahan yang rusak sambungnya, petani ditaksir kehilangan pendapatan sebesar 452 ton," jelas La Ode Rusdin Jaya kemarin.
Begitupun kata dia, dengan komoditas kedelai. Luas lahan yang rusak akibat banjir sekitar 100 hektar dan pusing 90 hektar. Konawe dan Konsel menjadi daerah terkena bencana. Yang mana, Konawe seluas 80 hektar dan puso 80 hektar. Sedangkan Konsel seluas 20 hektar akibat banjir dan 10 hektar puso. Taksiran kehilangan hasil akibat banjir pada tanaman kedelai mencapai 266 ton.
Untuk meminimalkan dampak kerugian akibat bencana alam, perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi. Untuk masalah banjir, perlu pengaturan waktu tanam. Dengan metode pembuatan pola tanam yang lokal spesifik yang dapat dilakukan sedemikian rupa. Sehingga pada waktu diramalkan terjadi banjir, tanaman sudah panen atau berada pada kondisi relatif tahan terhadap kelebihan air.
Selanjutnya, pemilihan varietas yang relatif tahan terhadap kelebihan air, penyediaan dan perawatan embung. Bisa juga dibuat pengairan sebagai penampung air pada saat curah hujan tinggi sehingga dapat menjadi cadangan air. "Melakukan pemeliharaan dan perbaikan sarana pengairan seperti sanitasi saluran air sehingga dampak negatifnya tidak menimbulkan kerugian. Membimbing petani untuk tidak memaksakan diri menanam tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman kelebihan air dilahan yang rawan banjir," ujar Rusdin.
Bagi daerah rawan kekeringan lanjut mantan Kepala Biro (Karo) Pembangunan Setprov Sultra ini, diupayakan mendapatkan bantuan program pompanisasi. Di sisi lain, pilih varietas yang relatif tahan terhadap kekurangan air. Misalnya, pergantian tanaman padi dengan tanaman yang tidak banyak membutuhkan air seperti jagung, kacang hijau dan lain-lain.
"Langkah berikutnya, membimbing petani dan meningkatkan pengamatan dan kewaspadaan terhadap OPT yang meningkat serangannya pada musim kering. Seperti kutu-kutuan dan thrips pada tanaman palawija dan lain-lain," pungkasnya. (c/rah)