Tanggalkan Lencana Garuda

  • Bagikan
Amiruddin, Koordinator Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia KPU Sultra
Amiruddin, Koordinator Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia KPU Sultra

--Wajib Mundur Jika Penjabat Kepala Daerah Tarung di Pilkada

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) digelar 27 November 2024. Ada beberapa Penjabat (Pj) dan Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah yang teridentifikasi memantapkan diri bertarung di Pilkada. Mereka membidik kursi bupati. Niatan itu sah-sah saja namun ada konsekuensinya sesuai regulasi. Bagi Pj atau Plt kepala daerah yang berniat bertarung di Pilkada harus rela menanggalkan lencana gadura. Itu artinya, mereka harus mundur dari jabatan Pj atau Plt bupati/wali kota.

Koordinator Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia (Sosdiklih Parmas SDM) KPU Sultra, Amiruddin mengatakan, para Penjabat (Pj) kepala daerah yang akan maju di Pilkada wajib mundur. Hal itu berlaku pula bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Pendaftaran pasangan calon kepala daerah 2 bulan lagi, tepatnya Agustus 2024. Idealnya para Pj kepala daerah seperti Pj Gubernur, Pj Bupati, Pj Wali Kota maupun ASN harus mundur mulai dari sekarang. Semuanya berproses bukan pada saat mendaftar (di KPU) baru mau mundur," ujar Amiruddin, kepada Kendari Pos, Minggu (19/5/2024).

Lanjut dia, ketentuan bagi ASN mengundurkan diri saat maju bertarung di Pilkada sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Tahun 2020 tentang tahapan Pilkada. "Aturannya sudah jelas, siapa pun itu, apapun jabatannya asal dia seorang ASN itu wajib mundur. Karena nanti saat proses pendaftaran kami butuh surat keterangan telah mengundurkan diri sebagai abdi negara," kata Amiruddin.

Senada, pengamat politik Sultra Dr.Muh Najib Husain, S.Sos.,M.Si mengatakan para Pj dan pejabat ASN yang akan bertarung pada Pilkada agar mundur dari statusnya sebagai abdi negara jauh hari sebelum masa pendaftaran.

Akademisi Fisip Universitas Halu Oleo (UHO) itu menjelaskan, keputusan mundur dari status ASN jauh hari sebelum masa pendaftaran sangat tepat karena sesuai dengan Undang-undang (UU) tentang ASN yang menyatakan bahwa ASN yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah wajib mundur.

"Pj (Penjabat) kepala daerah itu sejak dia mendeklarasikan dirinya bahwa akan menjadi bakal calon bupati, wali kota, atau gubernur maka dengan sendirinya dia harus membuat surat pengunduran diri," ungkap Dr.Muh Najib.

Menurut Dr.Muh Najib, sangat tidak etis seorang Pj dan juga ASN yang sementara menjabat lalu berburu partai politik (parpol) untuk menuju Pilkada. "Untuk itu, harus mundur dari status ASN tanpa harus menunggu surat edaran dari Kemendagri," tuturnya.

Sebaliknya, Dr.Muh Najib menilai rencana surat edaran (SE) Mendagri tentang imbauan agar Pj kepala daerah mundur dari status ASN ketika maju di Pilkada terlambat dan seolah mendukung Pj kepala daerah bertarung di Pilkada.

"Kalau saya anggap Kementerian Dalam Negeri agak terlambat (mengeluarkan SE imbauan Pj Kada mundur dari ASN jelang Pilkada). Secara etis harus mundur, aturan harus mundur. Kalau ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan kesan bahwa pemerintah memberikan dukungan kepada para Pj kepala daerah (bertarung di Pilkada)," tegas Dr.Muh Najib.

Ia berharap, para Pj kepala daerah maupun ASN dengan sukarela melepaskan jabatan dan statusnya sebagai ASN ketika ingin maju di Pilkada. "Timbul kekhawatiran jika mereka maju di Pilkada dan masih berstatus Pj kepala daerah maka akan menggunakan fasilitas negara dalam sosialisasi untuk untuk kepentingan maju Pilkada. Tanpa ada surat edaran dari Mendagri sebaiknya mereka harus lebih awal untuk mundur," pungkas Dr.Muh Najib. (ags/b)

  • Bagikan