-- Usulan Pemikiran dari Sulawesi Tenggara
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Sekitar dua bulan setelah pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming resmi ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemenang kontestasi Pilpres 2024, mulai terdengar geremengan di publik seputar janji yang dilontarkan pasangan tersebut pada masa kampanye. Yang paling mengemuka, karena nyaris bisa dikatakan telah menjadi ikon tersendiri bagi pasangan tersebut, adalah soal makan siang gratis bagi anak sekolah dan ibu hamil.
Perbincangan publik seputar makan siang gratis tersebut beragam. Ada yang menyangsikan kemampuan pemerintahan baru nanti untuk mengadakannya, mengingat besarnya perkiraan biaya yang konon menyentuh angka lebih dari Rp 400 triliun setahun. Sementara keuangan negara disebut-sebut tidak sedang “baikbaik saja”.
Ada yang meragukan manfaat makan siang gratis tersebut, baik bagi target program, yakni anak-anak sekolah dan ibu hamil, juga pada dampak lanjutannya bagi perekonomian. Namun suara yang mendukung agar pemerintahan baru nanti segera melaksanakan kegiatan yang menjadi program utama dalam visi-misi mereka di waktu kampanye itu, justru terdengar lebih kuat di masyarakat.
Umumnya kalangan yang dominan ini berargumen bahwa tidak elok, bahkan tidak pada tempatnya bila janji kampanye, yang wujudnya adalah visi-misi calon sebagaimana diniscayakan Pasal 1 Huruf 35, Pasal 169 Huruf t, dan Pasal 274 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, semakin lama akan dipandang publik sebagai basa-basi, lips service dan gimmick lima tahun sekali. Bahkan lebih ekstrem lagi, hanya omong kosong. Semua terjadi karena bisa jadi makin lama para politisi menganggapnya hanya upaya memenuhi kewajiban yang disyaratkan proses pemilihan, manakala yang bersangkutan menjadi calon pemimpin.
Apalagi di sisi lain pun kita tahu bahwa janji kampanye dari peserta Pemilu tidak menimbulkan konsekuensi hukum. Janji kampanye bukanlah perjanjian yang berasal dari kesepakatan bersama, seperti halnya perjanjian atau kontrak hukum. Janji kampanye lebih merupakan janji sepihak, semacam promosi produk barang atau jasa, di mana seseorang tidak wajib membeli.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Makmun Masduki, dalam artikel “Janji Politik Pejabat Tak Bisa Digugat Secara Perdata”, yang sekaligus anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus gugatan citizen lawsuit yang diajukan Boni Hargens dan 71 orang lainnya terhadap Presiden SBY-JK karena dianggap tidak memenuhi janji politiknya, menganggap kegagalan SBY-JK untuk memenuhi janji kampanye mereka bukanlah wanprestasi. Ketidakberhasilan janji politik itu bukan karena kesengajaan sehingga tidak bisa menjadi sengketa hukum. Majelis hakim dalam pertimbangannya saat itu menyatakan, janji politik bukan janji dalam konteks hukum perdata.
Apalagi ingkar janji politik pun bukan khas Indonesia. Di negara-negara lain di berbagai belahan dunia pun ingkar janji politik kerap terjadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susan C. Stokes, guru besar Ilmu Politik Universitas Chicago, AS, pada 2001 terhadap 44 kasus pemilihan presiden di 15 negara Amerika Latin selama kurun waktu 1982-1995, memperlihatkan tingginya kecenderungan pengingkaran janji-janji kampanye. Ada gejala bahwa para politisi memang berusaha mengambil hati para pemilih ketika berkampanye, tetapi segera setelah mereka terpilih, mereka menentukan kebijakan semau gue tanpa mempedulikan keinginan dan preferensi para pemilih.
-- PRABOWO HARUS MEMENUHI JANJI
Namun banyaknya janji-janji palsu dalam kampanye tidaklah berarti janji politik tidak penting dan bisa diabaikan. Dalam negara demokrasi, janji politik sejatinya adalah keniscayaan. Politik tanpa janji bahkan politik yang buruk.
Paling tidak janji politik memiliki dua arti penting. Pertama, mencerminkan visi dan misi seorang (calon) politisi, yang akan memberikan arah dan panduan yang jelas dalam mencapai sasaran yang hendak diraih bila kelak diberi amanah menduduki jabatan publik. Kedua, janji politik adalah dasar bagi pertanggung-jawaban pelaksanaan kekuasaan yang demokratis. Janji politik bisa menjadi standard mengukur berhasil tidaknya kepemimpinan dirinya kelak. Hanya dalam sistem politik otoriter seorang diktator tidak perlu berjanji kepada siapa pun, sebab memang dirinya tidak merasa perlu mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada siapa pun!
Janji (politik), menurut Charles Fried, hakim AS terkemuka dan guru besar Harvard Law School, memungkinkan para partisipan menggunakan sarana sosial yang adiluhung, yaitu trust atau rasa saling percaya. Dengan kata lain, suatu janji politik diucapkan karena partisipan atau para pihak dalam relasi itu memiliki rasa saling percaya dan janji akan ditepati karena pihak yang berjanji masih mempunyai tanggung jawab dan integritas moral.
Sementara mengenai trust yang disebut-sebut Fried itu sendiri, menurut mahaguru dan futurolog Francis Fukuyama dalam “Trust : the Social Virtues and The Creation of Prosperity”, bahwa di era ketika modal sosial sama pentingnya dengan modal fisik, hanya masyarakat dengan tingkat kepercayaan sosial yang tinggi yang akan dapat menciptakan bisnis yang fleksibel dan berskala besar. Trust juga, kata Fukuyama, merupakan penangkal penting bagi meningkatnya pergeseran budaya Amerika ke dalam bentuk-bentuk ekstrem individualisme, yang jika tidak dikendalikan akan memiliki konsekuensi mengerikan bagi ekonomi bangsa.
Dengan kata lain, tanpa adanya trust, omong kosonglah hubungan multikausalitas antara negara (pemerintah) dengan warga.
Semua itu jelas mengharuskan Prabowo menepati janji kampanyenya dengan memikirkan secara serius, merencanakan dengan cermat dan teliti, dan melaksanakan program makan siang gratis tersebut. Itu dilakukan tidak semata untuk menghindarkan dirinya dari cap “pembohong” yang di era medsos ini bisa dengan semena-mena “dibubuhkan” publik.
Yang paling penting, sebagai Presiden dan pembangun solidaritas (solidarity maker) pelunasan janji Pemilu berupa pelaksanaan program makan siang gratis tersebut, Prabowo melakukan itu lebih untuk menumbuhkan, memupuk dan mejaga rasa saling percaya. Sementara common sense kita semua mengakui, rasa saling percaya (trust) merupakan naluri mendasar yang memampukan sekelompok orang bersatu menjadi masyarakat. Hanya dengan itu, sebagaimana pula keyakinan Fukuyama, bangs aini bisa menjadi bangsa besar pada saatnya, dengan uaha kita bersama sebagai warganya.
Sebenarnya, pelaksanaan program makan siang gratis itu bukan sekadar urusan moral,yakni pelunasan janji kampanye. Yang lebih penting dan mendasar, makan siang gratis memang memiliki dampak positif bagi perkembangan anak sekolah. Bila tidak, buat apa setidaknya 125 negara di dunia menyelenggarakan program makan siang untuk anak-anak sekolahnya?
Sebuah LSM dunia, Global Child Nutrition Foundation (GCNF), pernah merilis laporan berjudul “School Meal Programs Around the World: Results from the 2021 Global Survey of School Meal Programs”. Isinya, antara lain, bahwa 125 dari 139 negara mempunyai program pemberian makanan di sekolah dalam skala besar. Negara-negara itu meliputi Eropa, Asia, Amerika, dan Afrika. Bahkan, negara besar seperti Amerika Serikat, teryata merupakan negara pertama yang menerapkan makan siang gratis bagi anak sekolah. Makan siang gratis bagi anak sekolah telah menjadi kewajiban negara yang ditegaskan melalui undang-undang, yakni kebijakan National School Lunch Act pada 1946, di era pemerintahan Presiden Harry S. Truman.
Alhasil, program makan siang buat anak sekolah itu tidak semestinya disandingkan dengan fenomena kemiskinan, melainkan pada sisi niat pemerintah. Dengan kata lain, program makan siang bersama di sekolah adalah wujud nyata tekad dan kehendak negara untuk memastikan generasi mudanya aman, sehat, cukup gizi, dan pada saatnya siap bertarung untuk memberi manfaat kepada negeri.
Sebagai gambaran lain, Finlandia— negara yang memukau dunia karena prestasi anak-anak sekolahnya--, ternyata merupakan negara Eropa pertama yang menerapkan program makan siang gratis untuk anak sekolah, yakni pada 1948. Swedia melakukan program yang sama pada 1946, dan terus memantau dan mengobservasi pelaksanaannya. Hasilnya, pada 1959 dan 1969 pemerintah Swedia menerima laporan bahwa anak-anak yang menikmati program makan siang gratis semasa sekolah dasar kala itu, memiliki pendapatan seumur hidup yang lebih tinggi. Hingga saat ini, dari 27 negara Uni Eropa, hanya Denmark dan Belanda yang tidak ikut serta melakukan program tersebut.
Manfaat lainnya, catatan menunjukkan, program makan siang anak sekolah membuat India berhasil menurunkan angka stunting hingga 22 persen dalam 11 tahun. Dalam 11 tahun itu pun PDB per kapita India naik dari 442 dolar AS menjadi 2.238 dolar AS. Pertumbuhan PDB pun naik dari 0,24 persen menjadi 9,05 persen.
-- STRATEGI PENANGGULANGAN MAKAN SIANG GRATIS DI SULAWESI TENGGARA
Program sebesar itu tentu saja tak bisa diurus secara sentralistis. Artinya, harus ada desentralisasi serta upaya penghormatan terhadap kekhasan masing-masing budaya, potensi serta persoalan di daerah tempat program berlangsung. Dengan demikian, seiring program tersebut kita pun bisa berharap adanya penghormatan akan berbagai keberagaman, tidak terkecuali keberagaman pangan.
Karena itu, tepat kiranya rencana Pak Prabowo, yang meski akan membentuk badan nasional terpusat sebagai pelaksana, badan itu akan berkoordinasi dengan badan tingkat provinsi dan kabupaten, serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan koperasi sebagai penyedia produk lokal. Apalagi mengingat janji Pak Prabowo untuk tidak memberatkan pos anggaran bantuan sosial (bansos) yang sudah dialokasikan dari APBN. Program makan siang gratis, sebagaimana banyak dikemukakan selama ini, direncanakan dapat ditutup dari sumber pembiayaan yang berasal dari peningkatan tax ratio (menambah basis pajak), hilirisasi, dan efisiensi dan optimalisasi anggaran yang sudah ada.
Sejalan dengan niat bahwa program tersebut dijalankan dengan prinsip desentralisasi, berdasarkan penelaahan kami, program makan siang gratis bagi anak sekolah bisa berjalan bahkan tanpa bantuan keuangan dari “Pusat”. Dana bisa ditangani Pemerintah Provinsi dan masing-masing pemerintah Kabupaten/ Kota, dengan proporsi masingmasing 50 persen. Adapun bila pada saatnya pemerintah “Pusat” berkenan untuk memberikan dukungan pendanaan, hal tersebut tentu saja diharapkan bisa membuat pelaksanaannya menjadi lebih baik lagi.
Namun demikian, ada peran penting dan strategis yang harus dijalankan pemerintah “Pusat”, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Peran tersebut adalah memberikan payung hukum berupa aturan-aturan yang akan membantu pemerintah daerah dalam hal ini, yakni dengan:
-Membuat kebijakan tentang kedudukan keuangan DPRD dengan nomenklatur POKIR( pokok-pokok pikiran ) yang tidak relevan dengan RPJMN / RPJMD untuk ditinjau kembali.
-Membuat Pedoman penyusunan APBD yang menegaskan Gubernur sebagai pengendali alokasi anggaran kepada kabupaten/ kota tentang alokasi anggaran untuk makan siang gratis.
-Membuat pedoman penyusunan Data Base tentang jumlah siswa/ murid yang wajib mendapatkan program makan siang gratis dan Gubernur sebagai penang-gung jawab.
-Membuat pedoman tata cara pemanfaatan pengelolaan dana CSR di daerah untuk kebutuhan makan siang gratis. Gubernur sebagai penanggung jawab.
Dengan berjalannya regulasi di atas, hal itu akan memudahkan gubernur/ kepala daerah tingkat I untuk melakukan tugas-tugasnya demi mewujudkan terlaksana-nya program makan siang gratis, yakni:
-Melakukan penatakelolaan keuangan daerah yang lebih efisien dan efektif.
-Melakukan revitalisasi kelembagaan OPD yang lebih rasional.
-Efisensi biaya rutinitas seperti perjalanan dinas, pelatihan pelatihan dan rapat rapat dinas dengan mengefektifkan peran TAPD.
-Meningkatkan peran PKK Provinsi, Kabupaten /Kota hingga desa sebagai mitra pemerintah daerah dalam mengawasi pelaksanaan makan siang gratis.
-Melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota untuk memanfaatkan lahan lahan produktif dalam pengembangan makanan yang berbasis lokal.
-Mengalokasikan dana bantuan kabupaten/kota secara proporsional dalam bentuk sharing untuk makan siang gratis.
Keyakinan kami akan suksesnya program tersebut bila dijalankan berdasarkan cara-cara di atas, diperkuat oleh simulasi yang kami lakukan. Berdasarkan data APBD dan jumlah siswa di Sulawesi Tenggara, kami melakukan simulasi sebagai berikut:
Dengan jumlah murid SD se- Sulawesi Tenggara 293.833 (orang ) x Rp.15.000 x 240 ( Hari) = Rp 1.057.798.800.000.
Maka pembiayaan untuk makan siang gratis, APBD pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengalokasikan anggaran sebesar 50 persen dari kebutuhan tersebut di atas atau sebesar Rp 528.899.400.000. Kemudian sisanya ditanggung secara proporsional oleh kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara.
Dengan tetap mempertahankan mandatory alokasi dana pendidikan dan desa, dana alokasi sebesar Rp 528.899.400.000 itu diperoleh dari:
-Efisiensi belanja operasional
-Limitasi /pembatasan belanja aparatur diluar gaji /tunjangan (mandotori)
-Revitalisasi kelembagaan OPD
-Pengelolaan potensi dana CSR 50 persen kabupaten/kota
-- PERHATIKAN APBD PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2024
A. Pendapatan daerah : Rp 4.745.188.495.205,-
B. Belanja daerah : Rp 4.983.955.882.836,-
Memperhatikan kondisi exsisting APBD Sulawesi Tenggara Tahun 2024, maka besaran kebutuhan anggaran makan gratis dari Provinsi Sulawesi Tenggara untuk pengalokasian anggaran tahun 2025 dapat dilaksanaakan dengan mengefisienkan belanja operasi terutama pada belanja aparatur seperti :
Belanja pakai habis yang saat ini dialokasikan sebesar Rp 278.456.628663,-
Belanja perjalanan dinas saat ini dianggarkan sebesar Rp 142.600..535.041,-
Belanja hibah saat ini sebesar Rp 310.895.147.274,-
Belanja hibah pilkada sebesar Rp 225.103.803.589,-
(Dana tersebut pada tahun anggaran 2025 tentunya tidak dialokasikan lagi ).
Dari uraian tersebut tetap memperhatikan belanja mandatori sesuai ketentuan yang berlaku dan memenuhi kewajiban Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2025 atas belanja bunga utang pinjaman kepada pemerintah pusat sebesar Rp 45.097.152.075,- dan pembiayaan cicilan pokok utang jatuh tempo sebesar Rp 327.502.199.080.
Dari catatan di atas, kita mendapatkan gambaran bahwa program makan siang gratis untuk anak sekolah yang dijanjikan presiden terpilih Prabowo Subianto sangat hebat mungkin dilakukan, dengan peluang kesuksesan yang besar, hanya dengan mengefisienkan belanja APBD. (*)