KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Sampai kini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe Kepulauan (Konkep) masih mencari solusi untuk menuntaskan polemik terkait besaran tunjangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pihak Pemkab berupaya mengakomodasi kepentingan semua pihak agar bisa diterima, dengan tetap mengacu pada peraturan yang berlaku.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Konkep, Mahmud, menegaskan, pihaknya berkomitmen akan menaikkan tunjangan perangkat BPD dan memberikan hak-hak mereka secara proporsional.
“Tetapi tetap memerhatikan kondisi fiskal atau keuangan daerah. Kami selalu berupaya untuk memberikan yang terbaik bagi semua pihak, sehingga telah berkomitmen untuk itu. Dalam APBD perubahan, kami menaikkan hak-hak tunjangan anggota BPD secara proporsional yang dulu hanya Rp. 600.000 menjadi 1.200.000. Itu memang komitmen kita dari awal dan akan dilakukan secara bertahap,” ujar Kepala BKD Konkep Mahmud, kemarin.
Mantan Asisten III Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Setkab Konkep tersebut mengungkapkan, terkait penerapan menaikan tunjangan anggota BPD tersebut sudah melalui perhitungan matang. Juga mengacu pada ketentuan peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2019 dengan tetap memerhatikan standar pagu daerah yang ada.
“Kita tahu ada regulasi yang pernah diterbitkan oleh Pemkab dan DPRD Konkep berupa Perda yang mengatur terkait gaji dan tunjangan perangkat desa. Akan tetapi ketika kita melihat di ketentuan peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2019, itu tidak sesuai dengan Perda dan melewati standar pagu daerah. Sehingga kita harus kembali berdasarkan peraturan yang lebih diatas dari Perda yakni peraturan pemerintah tersebut,” argumen Mahmud.
Mantan Kabag Umum Setkab Konkep itu menjelaskan, penyesuaian belanja desa yang saat ini diterapkan juga merupakan kepatuhan terhadap ketentuan regulasi PP nomor 11 tahun 2019 pada pasal 1 ayat 2 (a) mengatur tentang penghasilan tetap kepala desa setara 120 persen dari gaji pokok PNS golongan IIA, sebesar Rp 2.426.640.
“Tujuan komponen pengalihan biaya operasional Pemdes dilakukan agar dapat memudahkan dalam mengelola alokasi dana desa. Sehingga dalam proses penatausahaan, yang awalnya dari belanja pegawai menjadi belanja barang dan jasa. Ini untuk memudahkan pihak desa dalam melakukan pertanggungjawaban atau SPJ. Karena selama ini kegiatan perjalanan dinas hampir ditanggungkan ke gaji kepala desa. Dan ini tidak bisa dimasukkan dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran, sebab bisa jadi temuan,” papar Mahmud, panjang lebar. (c/jib)