KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Hiruk pikuk sidang sengketa perkara Pemilihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) telah usai. MK memutuskan menolak permohonan kubu capres cawapres Anies-Muhaimin dan capres cawapres Ganjar-Mahfud. 3 hakim yang memberikan dissenting opinion tidak memengaruhi putusan 5 hakim lainnya secara signifikan.
Pengamat politik Sultra Dr.Muh Najib Husain, S.Sos., M.Si mengatakan, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud kini dihadapkan pilihan merapat ke koalisi pemerintahan atau menjadi oposisi. Dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini, NasDem dan PKB yang notabene pendukung Anies-Muhaimin terlihat perlahan berpotensi masuk di koalisi Prabowo-Gibran. Sehingga tersisa PDIP, PKS, PPP dan Hanura yang masih konsisten tegas akan berada di luar pemerintahan kepemimpinan Prabowo-Gibran nanti.
“Sebagai penyeimbang tatanan sistem demokrasi, maka adanya oposisi adalah hal mutlak. Agar nuanasa pemerintahan berjalan kondusif tanpa kesewenang-sewanangan penguasa,” ujar Dr.Muh Najib kepada Kendari Pos, Selasa (23/4/2024).
Eksistensi partai politik yang berada di luar kekuasaan sebagai motor penggerak masyarakat, kata dia, sangat esensial. Kendati masyarakat punya kekuatan “people power”, namun jika tidak didukung dengan dukungan parpol, maka akan berakhir bias apa yang disuarakan oleh pemerintah.
PDIP maupun PKS saat ini punya perwakilan di legislatif dengan jumlah yang tidak sedikit yang terlibat langsung dalam pengambilan kebijakan. Nantinya akan menjadi penyeimbang terhadap penguasa ketika ada kebijakan yang hendak ditelurkan. “Lebih spesifiknya, penguasa tidak semena-mena dalam mencetuskan sebuah kebijakan yang dampaknya pasti dirasakan masyarakat,” beber Dr.Muh Najib.
Ia menegaskan keputusan MK yang menolak secara keseluruhan permohonan pemohon kubu Anies-Muhaimin dan kubu Ganjar-Mahfud, adalah keputusan yang diterima mayoritas masyarakat di Indonesia. Dampak riak-riak atau protes tidak begitu signifikan terlihat.
“Yang harus menjadi perhatian sekarang adalah bagaimana Prabowo-Gibran membangun komunikasi politik yang lebih baik dengan kubu 01 dan 03 agar kestabilan negara lebih kuat,” kata Dr. Muh Najib.
Menurutnya, reaksi publik atas keputusan MK yang menerima, karena psikologi masyarakat telah pasrah dan jauh hari sudah menebak bahwa Prabowo-Gibran pasti pemenang dalam sidang di MK. Sikap apatis masyarakat juga karena melihat adanya dugaan dukungan atau suport penguasa terhadap Prabowo-Gibran di Pemilu lalu.
“Makanya riak protes saat ini seolah tidak ada sama sekali. Mereka sudah menerima bahwa yang akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden adalah Prabowo-Gibran,” imbuh Dr.Muh Najib.
Terkait putusan MK yang terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat terhadap mayoritas keputusan hakim, merupakan dinamika dalam pengambilan keputusan. Dan tidak serta merta mengubah keputusan mayoritas hakim yang menolak permohonan kubu Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud selaku pemohon.
“Namun adanya dissenting opinion merupakan pendidikan atau edukasi politik yang baik bagi masyarakat Indonesia. Dan ini kali pertama dalam sejarah sengketa pilpres Indoneeia terjadi,” ungkap Dr.Muh Najib.
Dr.Muh Najib menjelaskan salah satu yang akan menjadi sorotan ke depan terkait sikap Prabowo. Apakah tetap melanjutkan program-program Jokowi seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), atau seperti apa. Jawaban atas pertanyaan tersebut akan terlihat usai pelantikan Prabowo-Gibran.
“Memang waktu kampanye Prabowo mengulang-ulang pernyataannya akan melanjutkan program Jokowi terutama pembangunan IKN. Namun yang namanya politik bersifat dinamis yang apapun bisa berubah sejekap ketika kekuasaan sudah berada di genggaman,” pungkas Dr.Muh Najib. (ali/c)