--Tapi Hanya Sebatas Bentuk Dukungan
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 18 amicus curiae atau sahabat pengadilan dari berbagai pihak. Hal itu terkait persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2024. Amicus curiae itu salah satunya diajukan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Habib Rizieq Shihab.
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Dr. Qurrata Ayuni mengatakan, amicus curiae bukan bagian yang bisa dimasukkan sebagai alat bukti dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 di MK.
Menurutnya, amicus curiae lebih diartikan sebagai sahabat pengadilan dan hanya bersifat dukungan moral terhadap pengadilan, sehingga tidak bisa dijadikan instrumen dalam menekan keputusan hakim.
"Semua pengadilan boleh punya amicus curiae, tapi enggak bisa memberikan sebagai bentuk dari salah satu alat bukti ya, itu enggak dikenal. Kedua, sifatnya itu sebagai bentuk dukungan saja, karena itu kan sebenarnya sahabat pengadilan ya," kata Dr. Qurrata Ayuni kepada wartawan, Rabu, (17/4/2024).
Tak hanya itu, Qurrata Ayuni menekankan hakim MK tak bisa memasukkan pendapat amicus curiae sebagai bagian dari pertimbangan putusan. "Itu bukan merupakan salah satu alat yang digunakan di dalam persidangan di MK, baik dari kedua belah pihak, baik dari pemohon maupun dari KPU," ucapnya.
Qurrata Ayuni juga mengamini amicus curiae bisa diajukan oleh siapa saja. Namun, amicus curiae tidak dapat digunakan sebagai tekanan terhadap MK karena hakim bersikap independen.
"Ada prinsip bahwa kekuasaan kehakiman itu adalah independen, dia tidak bisa di-press by mass atau press by press, tidak bisa ditekan oleh massa atau ditekan oleh opini. Jadi dia tidak boleh ditekan oleh opini," kata dia.
Apa Itu Amicus Curiae?
Amicus curiae sebenarnya bukan pihak yang terlibat langsung dalam perkara pengadilan. Hal ini tidak seperti terdakwa, saksi, hakim, maupun pihak lainnya.
Amicus curiae yakni, konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga berkepentingan memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Mereka tidak bertindak sebagai pihak dalam perkara, tetapi mampu memberikan masukan yang dapat dipertimbangkan oleh hakim dalam memutuskan suatu kasus.
Pada umumnya, amicus curiae terdiri dari individu atau organisasi yang memiliki pengetahuan atau kepentingan khusus terhadap isu yang dibahas dalam perkara tersebut. Misalnya, dalam kasus lingkungan hidup, organisasi lingkungan bisa menjadi Amicus Curiae memberikan pandangan tentang dampak lingkungan dari suatu keputusan.
Dasar Hukum Amicus Curiae
Praktik amicus curiae lazim ditemukan di negara yang menggunakan sistem hukum common law. Namun, praktik ini juga dapat ditemukan di negara yang menganut sistem civil law, termasuk Indonesia.
Dasar hukum amicus curiae di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat," bunyi Pasal 5 Ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2009.
Peran Amicus Curiae dalam Persidangan
Amicus curiae menjadi peran penting dalam memberikan pendapat hukum yang bisa menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara hukum. Pendapat amicus curiae menjadi pertimbangan utama oleh hakim. Pendapat amicus curiae juga menjadi pertimbangan tambahan. Jika pendapat amicus curiae tidak dianggap relevan oleh hakim, maka tidak dipertimbangkan dalam putusan. (jpg)