KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Mencapai kemerdekaan finansial tidak mudah jika tanpa perencanaan keuangan yang baik. Namun, tak jarang kita kerap terkendala dengan perilaku impulsive buying.
Impulsive buying sendiri adalah sebuah perilaku di mana seseorang cenderung membeli sesuatu hanya berdasarkan keinginan dan tanpa pikir panjang. Biasanya, perilaku ini didasari oleh adanya keinginan semata untuk membeli sebuah barang atau jasa yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Berbagai kemudahan dalam berbelanja secara online mendorong perilaku impulsive buying ini menjadi tren yang umum di masyarakat saat ini. Apalagi, banyaknya diskon dan penawaran yang ada semakin mendorong orang-orang untuk membeli barang hanya atas dasar keinginan dan bukan karena kebutuhan.
Mereka cenderung berpikir bahwa diskon atau penawaran tersebut belum tentu datang lagi di kemudian hari. Padahal faktanya, perilaku impulsive buying ini justru dapat memberikan dampak negatif pada pelakunya.
Apalagi jika kebiasaan belanja impulsif ini dilakukan secara terus menerus, hal ini bisa mengakibatkan pemborosan yang tentunya dapat mengancam kesehatan finansial. Tidak hanya mempengaruhi kesehatan finansial, perilaku belanja impulsif juga dapat berdampak negatif pada beberapa hal.
Pertama, penumpukan barang. Kebiasaan belanja secara impulsif bisa menyebabkan banyak barang menumpuk di rumah. Karena belanja yang hanya didasarkan pada keinginan semata, barangbarang yang sudah dibeli bisa jadi tidak dibutuhkan atau hanya terpakai sekali sehingga barang yang lainnya akan mubazir. Kedua, Rentan Terjerat Pinjaman. Perilaku belanja impulsif bisa mendorong pelakunya untuk mengambil jalan pintas dengan pinjaman. Apabila dilakukan secara terus menerus dan kemampuan finansial tidak mencukupi, bukan tidak mungkin pelaku impulsive buying ini bisa terjerat pinjaman atau kredit.
Ketiga adalah sulit merencanaka untuk masa depan. Belanja secara impulsif ini cenderung membuat pelakunya semakin boros. Mereka rela menghabiskan uang untuk belanja hal-hal tidak penting yang sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan. Hal inilah yang pada akhirnya membuat pengeluaran utama harus rela dikorbankan demi keinginan sesaat.
Tak heran, perilaku ini pun membuat pelakunya akan kesulitan mengalokasikan dana untuk masa depan. Pentingnya Investasi untuk Terhindar dari Masalah Finansial karena Impulsive Buying. Anda tentu saja harus menghindari perilaku impulsive buying agar kondisi finansial Anda tetap terjaga dan stabil. Salah satu cara menghindarinya adalah dengan memahami kembali definisi keinginan (wants) dan kebutuhan (needs). Dengan demikian, anda bisa membedakan apakah belanja yang dilakukan atas dasar kebutuhan atau hanya keinginan semata. Untuk itulah, penting menyusun skala prioritas sebelum melakukan pembelian barang.
Anda bisa menggunakan skala perencanaan keuangan dengan alokasi 40 persen, 30 persen, 20 persen, dan 10 persen. Porsi 40 persen dapat dialokasikan untuk jenis kebutuhan rutin, akomodasi dan kebutuhan pokok lainnya. Sebanyak 30 persen dari dana bisa dialokasikan untuk cicilan atau kredit dengan porsi kredit produktif harus lebih dari 15 persen. Sebanyak 20 persen dari dana Anda bisa digunakan untuk proteksi dan investasi. Sementara itu, 10 persen sisanya dapat Anda gunakan untuk dana sosial atau bantuan lainnya.
Adapun untuk porsi 20 persen yang dialokasikan untuk proteksi dan investasi, Anda dapat menggunakan instrumen investasi yang ditawarkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. (BRI). Sebagai salah satu lembaga keuangan tepercaya di Indonesia, hadir dengan sejumlah instrumen investasi melaluiLayanan Wealth Management BRI. Melalui layanan ini, BRI menyediakan kemudahan dalam pengelolaan aset, termasuk konsultasi perencanaan keuangan dan investasi, proteksi, serta dana pensiun.
Layanan Wealth Management BRI ini menyediakan beberapa produk investasi yang bisa Anda pertimbangkan untuk membantu merencanakan keuangan Anda di masa depan. Beberapa instrumen investasi yang tersedia di Wealth Management BRI, yakni Reksa Dana, dan obligasi ritel. (jpnn)