--Pengamat : PPK Akui Banyak KPPS Tak Bisa Aplikasikan Sirekap
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Proses pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 14 Februari 2024 telah usai 14 Februari 2024. Saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah fokus melaksanakan rekapitulasi hasil pemungutan suara secara berjenjang. Dalam prosesnya, ditemukan beberapa indikasi kejanggalan jumlah suara dalam aplikasi Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) KPU.
Ketua KPU Sultra, Asril tak menampik jika telah terjadi beberapa kesalahan perhitungan dalam aplikasi Sirekap. Meski tidak menyebut secara rinci jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang mengalami error input suara, namun berdasarkan informasi yang diterimanya kesalahan terjadi dibeberapa daerah di Sultra.
“Kekeliruan dalam Sirekap akan kami koreksi. Kami pastikan data (suara) yang dikonversi dari KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang keliru akan diperbaiki saat rekapitulasi tingkat kecamatan. Dan akan diunggah kembali ke aplikasi Sirekap. Semua pihak (saksi) yang merasa dirugikan bisa mengecek dan melihat langsung prosesnya,” ujar Ketua KPU Sultra, Asril kepada Kendari Pos, kemarin.
Sebagai penyelenggara, Asril menyampaikan permohonan maaf jika terjadi beberapa kekeliruan. Pasalnya, kekeliruan yang terjadi tidak ada unsur kesengajaan dan penyelenggara sudah siap melaksanakan perbaikan data (suara masuk) demi mewujudkan pemilu yang transparan.
Terpisah, pengamat politik Sultra Dr.Muh Najib Husain sangat menyayangkan terjadinya kesalahan penggunaan aplikasi Sirekap. Menurutnya, kesalahan penggunaan aplikasi tersebut sangat merugikan peserta pemilu dan berpotensi terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Salah satu potensi kerawanan dan salah satu potensi kecurangan pemilu itu adalah penggunaan teknologi aplikasi Sirekap. Kenapa itu menjadi potensi kerawanan kecurangan karena penggunaan aplikasi itu belum familiar oleh penyelenggara pemilu atau KPPS,” ujar Dr.Muh Najib kepada Kendari Pos.
Berdasarkan hasil wawancara Dr.Muh Najib kepada beberapa Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di beberapa daerah, masih banyak KPPS yang tidak bisa mengaplikasikan atau menggunakan aplikasi Sirekap.
“Karena ketidakpahaman mereka dalam penggunaan Sirekap ini berakibat banyak kekeliruan yang terjadi. Dan besar kemungkinan kelemahan itu yang menjadi peluang dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk terjadinya potensi penggelembungan suara,” tegas akademisi Fisip Universitas Halu Oleo (UHO) itu.
Atas beberapa kesalahan penggunaan aplikasi Sirekap, Dr.Muh Najib berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus tegas dalam memberikan tindakan terhadap ketidakprofesionalan KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2024.
“Penggunaan aplikasi Sirekap terlambat disosialisasikan, kemungkinan disebabkan persoalan anggaran yang tidak dialokasikan. Karena kurang sosialisasi, anggota KPPS diberikan pelatihan yang seharusnya diawali oleh sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga pada saat pelatihan banyak terjadi kesalahan oleh anggota PPK dalam pelatihan hingga pelaksanaan pemilu. Ini harus ditindak oleh Bawaslu,” tutup Dr.Muh Najib.
Sebelumnya, salah satu peserta pemilu mengungkap masalah kecurangan penggunaan aplikasi Sirekap. Data perolehan hasil suara calon anggota DPD RI yang ada pada website resmi KPU RI tidak akurat. Sebab, ada indikasi banyaknya penambahan suara dihampir setiap TPS terhadap setiap calon yang secara logika tidak masuk akal.
Indikatornya, dalam aplikasi Sirekap, jumlah wajib pilih yang menggunakan hak suaranya disetiap TPS tidak sama dengan perolehan suara secara keseluruhan caleg. Misalnya total perolehan suara mencapai 2.000 suara dalam 1 TPS.
Bahkan 1 caleg memperoleh suara tidak wajar, yang meraih 400-an suara. Bahkan 800-an suara. Sementara 1 TPS maksimal 259 sampai 300 wajib pilih saja.
KPU RI mengakui bahwa faktor kesalahan manusia (human error) dan kesalahan sistem menjadi penyebab banyaknya kesalahan dalam penginputan data hasil Pemilu di aplikasi Sirekap.
Anggota KPU, Idham Holik menyatakan bahwa sistem pada aplikasi Sirekap salah membaca angka numerik dari dokumen formulir Model C Hasil Pemilu 2024. “Jadi begini, misalnya, angka 3 itu terbaca 8. Misalnya, angka 2 itu terbaca 7,” kata Idham di Jakarta, Senin (19/2/2024).
Idham melanjutkan operator Sirekap di tingkat kabupaten/kota harus melakukan akurasi manual pada data-data yang salah input tersebut. Ia menambahkan ketika proses akurasi manual berjalan, data yang ada pada Sirekap juga bukanlah data baru.
“Ya Sirekap-nya karena dia sedang diakurasi agar prosesnya menjadi lancar. Maka, untuk sementara, tampilan publiknya masih menggunakan tampilan yang terakhir,” jelasnya.
Idham menilai sorotan tajam masyarakat terhadap Sirekap karena maraknya kesalahan input data perolehan suara pada pemilu presiden sehingga mengakibatkan dugaan penggelembungan jumlah suara.
“Kesalahan itu mengakibatkan penggelembungan suara pasangan calon tertentu, karena data numerik Sirekap menampilkan jumlah yang jauh lebih besar daripada yang tercatat di formulir C1 Plano di tempat pemungutan suara (TPS),” pungkas Idham. (ags/b/jpg)