--Warga Histeris, Jalur Bandara Macet
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Kharisma mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam belum memudar. Terlepas dari kasus yang menimpanya, sosok Nur Alam masih dicintai masyarakat Sultra. Kedatangannya di Kendari, Kamis (18/1/2024) benar-benar membuat heboh. Ribuan masyarakat berjejer mulai dari Bandara Halu Oleo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) hingga Kota Kendari. Isak tangis haru dan bahagia menyatu menjemput Nur Alam. Ratusan kendaraan penjemput membuat kemacetan hingga 8 kilometer.
Sebelum mampir di kediamannya, Nur Alam berkeliling Kota Kendari dan menyempatkan diri menunaikan salat dzuhur di Masjid Al Alam. Di masjid yang dibangunnya semasa menjadi gubernur, Nur Alam disambut masyarakat yang menantinya.
Jika di bandara, Nur Alam disambut tarian khas suku Tolaki. Di Masjid Al Alam, prosesi penyambutan dengan tradisi adat suku Muna. Penyambutan ini menyimbolkan Nur Alam sebagai tokoh pemersatu masyarakat Sultra.
Euforia masyarakat menyambut kedatangannya, membuat Nur Alam harus menahan diri dan tidak buru-buru pulang ke kediamannya. Masyarakat dan jemaah masjid terus mengerumuni, memberi salam hingga ajak berfoto. Jalan dari Masjid Al Alam menuju kediaman pribadi di Wua-wua kerap berhenti karena Nur Alam diadang masyarakat. Makanya, ia baru bisa tiba di kediamannya sekira pukul 14.35 Wita. Padahal keluarga dan ratusan masyarakat telah menunggunya sejak pagi.
Nur Alam pun memohon maaf atas keterlambatannya. Ia meminta keluarga dan masyarakat yang menunggunya memakluminya. Yang pastinya, ia telah pulang kampung dengan selamat. Di sinilah, tempat dirinya potong pusar, dididik dan dibesarkan hingga mengenal dunia dan mengerti arti kehidupan.
"Saya terbuang selama 6 tahun 6 bulan untuk menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Rasanya, masih seperti kemarin. Namun bila kita jalani, sejatinya sangat melelahkan. Tapi apapun itu, sebagai orang yang beragama kita harus yakini Allah selalu punya rahasia dalam mengarungi kehidupan," kata Nur Alam di kediamannya, Kamis, kemarin.
Peraih penghargaan Bintang Maha Putra ini mengaku ikhlas dan sabar menerima ujian hidup. Alasan yang membuatnya kuat, tak lain karena dukungan dan doa keluarga besar dan masyarakat Sultra. Kini, ia pulang dengan keadaan sehat walafiat. Tidak ada anggota badan yang berkurang. Padahal ada sejumlah pihak yang memprediksi dirinya bakal membusuk di penjara.
"Alhamdulillah, saya masih sehat-sehat saja. Hidung saya masih ada, telinga saya masih utuh dan pikiran saya masih sehat. Hanya 1 yang kurang, saya bukan lagi gubernur. Saya kini masyarakat biasa," ujar Nur Alam.
Menurutnya, ada 2 perkara yang dialami orang seperti dirinya. Hukum positif diputus di pengadilan akan ketahuan masa hukumannya. Setelah menjalani masa hukumannya, ia keluar dan masalahnya tuntas. Tapi hukum sosial sangat sulit untuk dipulihkan.
"Dengan doa dan kebaikan didasari oleh rasa kekeluargaan yang tinggi, saya berharap dan bermohon kepada semua masyarakat Sultra untuk dapat memaafkan kesalahan-kesalahan selama menjadi gubernur Sultra. Saya dituntut 18 tahun, divonis 12 tahun dan menjalani masa hukuman 6,6 tahun," kata Nur Alam.
Dalam kesempatan itu, Nur Alam kembali menegaskan diri adalah korban ketidakadilan penegakan hukum. Buktinya, tuduhan yang dialamatkan padanya telah merugikan negara Rp4,3 triliun tidak dapat dibuktikan. Namun vonis hukum tetap diputuskan dirinya bersalah.
"Terima kasih. Hanya ini yang dapat saya sampaikan. Harapan terakhir saya, mari kita jaga kerukunan kekeluargaan karena itu yang paling abadi. Yang bisa membuat kita menjadi kokoh adalah silaturahmi. Jabatan dan kedudukan hanyalah amanah yang sifatnya sesaat. Jabatan tidak bisa mengantar kita ke liang lahat kecuali saudara, sahabat dan keluarga besar," pungkas Nur Alam. (mal)