DBD di Kendari Belum Dikategorikan KLB

  • Bagikan

-- 203 Pasien Sembuh, 58 Masih Dirawat

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Kendari meningkat signifikan. Namun Dinas Kesehatan (Dinkes) tak kunjung menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Alasannya, belum ada kasus kematian. Padahal Rumah Sakit (RS) Bahteramas telah menyatakan kasus kematian DBD adalah pasien dari Kota Kendari.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Kendari mengakui kasus DBD mengalami peningkatan. Per tanggal 17 Januari ini, tercatat sudah ada 261 kasus. Jumlahnya meningkat signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu yakni 25 kasus. Namun peningkatannya belum bisa dikategorikan sebagai KLB. Pasalnya hingga saat ini di Kota Kendari belum terdapat kasus meninggal akibat DBD.

“Justru sebaliknya, pasien DBD yang dirawat di beberapa fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Klinik dan Rumah Sakit kini berangsur pulih. Total jumlah pasien sembuh hingga (17/01) tercatat sebanyak 203 orang dari 261 kasus sehingga total pasien yang masih dirawat tersisa 58 pasien,” jelasnya kemarin.

Sebagai bentuk pencegahan, pihaknya rutin melaksanakan sosialisasi mulai ditingkat kelurahan, kecamatan, hingga ke sekolah guna meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penularan penyakit DBD. “Kami sudah mengimbau camat dan lurah dan satuan pendidikan agar senantiasa melakukan upaya 3M Plus sebagai upaya pencegahan DBD,” ungkap Ellfi.

Ellfi menjelaskan, 3M Plus yang dimaksud yakni menguras dan menutup tempat penampungan air, serta memanfaatkan barang bekas untuk didaur ulang. Plusnya memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan lotion anti nyamuk, menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air, serta memasang kelambu pada kamar agar terhindar dari gigitan nyamuk.

Sebelumnya, Kepala Dinkes Kota Kendari, drg. Rahminingrum mengungkapkan meningkatkan penyebaran penyakit DBD dipengaruhi perubahan musim saat ini yang memasuki musim penghujan. "Kondisi cuaca saat ini sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk Andes Aegypti," ungkapnya.

Penyakit DBD mudah menular karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuk menerapkan 3 M Plus. Karena masuk kategori penyakit mematikan, ia menyarankan kepada masyarakat yang merasakan gejala penyakit DBD untuk segera datang ke Puskesmas atau layanan faskes terdekat untuk mendapatkan penanganan medis.

“Penyakit ini bisa menyebabkan demam tinggi hingga 40 derajat celsius. Selain itu, beberapa gejala lainnya, antara lain sakit kepala, nyeri otot, tulang atau sendi, mual dan muntah. Ini harus mendapatkan pertolongan medis sebelum kondisinya (pasien) memburuk,” ungkapnya.

Selain fokus terhadap penyadaran dan penanganan warga yang terkena penyakit DBD, pihak juga tengah menunggu instruksi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait penanganan masalah DBD untuk jangka panjang. Penanganan yang dimaksud, yakni penyebaran Nyamuk Wolbachia.

Menurutnya, penyebaran Nyamuk Wolbachia sangat baik karena akan mengurangi resiko penularan penyakit DBD yang berpotensi menjangkiti masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, kata Rahminingrum, bakteri Wolbachia yang ada pada nyamuk bisa melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.

“Kita berharap kehadiran nyamuk Wolbachia ini efektif membuat nyamuk aegypti menjadi mandul dan tidak menularkan penyakit DBD. Karena jika aedes aegypti jantan yang memiliki Wolbachia kawin dengan aedes aegypti betina maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok,” ungkap Rahminingrum.

Hingga kini, pihaknya masih menunggu petunjuk teknis terkait penyebaran Nyamuk Wolbachia. Di sisi lain, pihaknya sudah siap mengeksekusi program tersebut. “Program ini harus disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat bisa paham dan mengerti bahwa apa yang ditempuh pemerintah semata-mata untuk melindungi masyarakat dari potensi tertular DBD,” pungkasnya. (b/ags)

  • Bagikan

Exit mobile version