Oleh Abdul Khaliq Jabir, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Indonesia akan mencapai masa keemasan pada tahun 2045 tepat saat usia kemerdekaan mencapai 100 tahun. Untuk menyambut usia emas tersebut, seluruh elemen bangsa, salah satunya generasi muda atau yang kerap kali disebut dengan Generasi “Milenial” memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan bangsa indonesia menjadi lebih kuat dan memajukan bangsa di masa depan.
“Mari kita siapkan generasi muda untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Kita jaga negara ini, kesatuannya, keutuhannya dalam mengedepankan Umat dan Bangsa agar tetap negara ini menjadi negara yang Demokratis.”
“Selain itu juga agar terus menjaga keutuhan bangsa ini. Modal utama bagi anak muda yang paling besar dalam membangun bangsa ini adalah persatuan. Persatuan Indonesia, Keutuhan bangsa ini. Kalau sampai terkoyak, tentu akan mengalami seperti berbagai negara lain yang kemudian rusak, hancur, karena ketidakharmonisan.”
Di masa sekarang, Warga yang berusia 40 tahun kebawah memiliki persentase suara dominan pada pemilu 2024. Mereka yang tergolong pemilih muda ini berasal dari Generasi Z dan Generasi Milenial, yaitu sebanyak 115,6 juta orang atau 56% dari total pemilih.
Jika kita seksama melihat hasil survei dari macam-macam Lembaga survei, Mei 2023, proyeksi partisipasi pemilih muda pada pemilu nanti juga terbilang besar. Sebanyak 77,9% responden dari generasi milenial muda (25-33 tahun) menyatakan akan memilih calon presiden, partai, dan calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024. Sementara dari generasi milenial madya (34-41 tahun) sebesar 73,1% dan Generasi Z (kurang dari 25 tahun) sebesar 67,8%.
Besarnya antusiasme dari pemilih muda ini tidak sekadar dalam jumlah, tetapi juga terkait dengan kesadaran mereka untuk menjadikan pemilu sebagai momentum menunjukkan aspirasi politiknya. Menurut pegiat Hak Asasi Manusia, Nisrina Nadhifah Rahman, Sebagian besar anak muda sudah punya literasi cukup dalam melihat politik.
Adanya kegaduhan politik setiap pemilu, para elite dan partai politik yang mengusung isu relatif sama, hingga cara komunikasi yang menonton jutru membuat anak muda semakin kritis. Anak muda juga merasa sebagai subordinat dan diperlakukan sebatas pasar kampanye.
Tidak heran, sejak awal tahun ini pun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah membuat kampanye untuk mendorong partisipasi pemilih muda. Partai Politik dan caleg sudah aktif Menyusun strategi dan berkampanye guna meraup suara dari Generasi Muda. Sementara para konsultan dan analis politik sudah jauh-jauh hari mengingatkan parpol untuk berfokus di “Lahan Pertempuran”.
Di satu sisi, inkonsistensi ini menjadikan istilah “Kaum Muda”, “Generasi Muda”, dan seterusnya dipakai secara berlebihan. Dalam narasi politik, istilah pemuda juga diromantisasi dengan mengulang-ulang peristiwa seperti Rengasdengklok pada Agustus 1945, Gerakan revolusi 1965/1966 hingga Gerakan reformasi 1998.
Belum lagi dalam ranah politik. Regulasi yang ada saat ini masih belum bisa memfasilitasi anak muda untuk bisa terlibat aktif dalam ruang politik praktis. Inilah yang menyebabkan secara sistematik anak muda seolah dijauhkan dari keterlibatan politik, terutama parpol. Dan dimana regulasi sebagai mana di sebutkan dalam pasal 169 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 telah diatur tentang syarat-syarat untuk mencalonkan diri menjadi calon presiden dan calon cakil presiden terdapat ada 20 poin persyaratan, dan pada poin nomor 17 disebutkan berusia paling rendah 40 tahun. Dan setelah ditelusuri lebih jauh mengapa anggota DPR RI dan Pemerintah RI mensyaratkan umur 40 tahun, karena anak mudah dibawah umur tersebut dianggap masih labil.
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Periode 2021-2023 Raihan Ariatama melihat anak muda masih sebatas membincangkan politik, tetapi ketertarikan untuk terjun belum terlalu besar. “Meski belum tertarik, Anak muda jangan hanya dijadikan obyek politik, tetapi juga subyek politik”. Dengan menempatkan anak muda sebagai subyek, anak muda didorong keterlibatannya sekaligus diberikan ruang lebih lebar. Dengan demikian, keterlibatan anak muda bukan hanya ditimbang untuk meraup suara.
Dalam dunia politik, perbedaan perspektif dan pandangan dapat memicu terjadinya konflik antar kelompok masyarakat. Namun, hal itu dapat diminimalisasi jika masyarakat meiliki kesadaran politik yang cukup.
Dengan kesadaran politik, anak muda dapat mengidentifikasi kebenaran berita yang beredar dan melakukan Tindakan yang tepat untuk mencegah munculnya konflik.
Lantas bagaimana peran anak muda dalam memilih pemimpin yang benar dalam menyambut masa keemasan Indonesia Emas 2045? Anak muda saat ini tentu memiliki Pendidikan yang sangat cukup dalam memilih pemimpin yang berkualitas, dikarenakan banyaknya anak muda yang memiliki kesadaran politik berdampak pada kemampuan untuk memilih pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang berkualitas akan mampu memimpin masyarakat dengan lebih baik dan membuat kebijakan yang tepat demi kemajuan bangsa dan negara.
Generasi muda perlu menunjukkan dengan cara yang cerdas dan kritis. Hal ini dapat dilakukan dengan keberanian menunjukkan kepedulian pada isu-isu yang bersinggungan dengan bangsa indonesia.
Berbicara politik tentunya sangat menarik, bahkan diruang publik maupun di warung kopi sekalipun, tak ayal dipenuhi pembahasan mengenai hal tersebut. Namun, tidak semua kalangan setuju bahwa politik itu sesuatu yang menarik, justru masing-masing orang memiliki pandangan dan minat yang berbeda-beda. Kenapa demikian, Sebagian orang masih setuju dan berpandangan politik itu bukan sesuatu yang dapat mewujudkan kebahagiaan yang sama, justru Sebagian orang berpendapat bahwa politik itu hanya sebuah alat kotor, bahkan tak jarang masyarakat cenderung anti dengan berbagai persoalan politik karena politik itu identik dengan korupsi.
Hal itu menyebabkan minimnya faktor Pendidikan tentang politik sehingga perspektif didalam masyarakat banyak yang beranggapan bahwa politik di negeri ini sudah mendapatkan citra buruk, maka dari itu penulis menjelaskan diatas bahwa sangat dibutuhkan faktor Pendidikan politik di masa kini, yang dimana seharusnya partai politik sudah waktunya mewadahi Pendidikan politik.
“Anak muda penting bagi penulis harus membuka mata kedalam dunia politik agar anak muda mampu Meningkatkan Sikap Toleransi Dalam Masyarakat.“
Menurut Penulis, anak muda harus membaca situasi zaman yang terus berkembang agar anak muda bisa membawa mimpi seluruh rakyat Indonesia, salah satu upaya anak muda dalam mencapai masa keemasan indonesia yaitu dengan melalui SDM yang memiliki kemampuan, melalui Pendidikan yang tinggi, melalui perguruan tinggi (dapat lahir SDM) yang memiliki cara berpikir yang Inovatif, Transformatif, dan mempunyai keterampilan, dan juga anak muda harus melek terhadap politik. Inilah yang kita harapkan agar nanti anak muda bisa melanjutkan sehingga cita-cita Indonesia Emas itu bisa tercapai.
Generasi muda diharapkan dapat menjadi aktor dalam memfilter berita hoaks dan ujaran kebencian. Sebaiknya generasi muda agar mampu menyebarkan dan menjaga nilai-nilai toleransi atas persaingan politik.