--Bertekad Membangun Sultra melalui DPR RI
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Nama Benyamin Patondok mungkin masih asing di jagat politik Sulawesi Tenggara. Meski sebagai new comer (pendatang baru) dikancah politik Sultra, pria yang karib disapa Bento itu punya komitmen tinggi untuk memajukan Sultra khususnya di sektor pertambangan dan pariwisata. Ikhtiar itu dimulainya dengan maju bertarung di Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR RI Dapil Sultra melalui Partai Gerindra pada Pemilu 14 Februari 2024.
Karakter aspiratif dan memperjuangkan hak rakyat sudah mendarah daging dalam diri Bento sejak menjadi aktivis. Dunia parlemen bukan hal baru bagi Bento. Ia pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Mimika Provinsi Papua Tengah. Bento juga pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Papua. Bahkan di era reformasi saat terjadi transisi kepemimpinan di Partai Golkar Papua, Bento naik tahta sebagai Ketua DPD I Golkar Mimika tahun 1999.
“Saya menjadi anggota DPRD Mimika periode 1999-2004, kemudian anggota DPRD Provinsi Papua periode 2004-2009,”kata Bento saat menjadi narasumber podcast Kendari Pos Chanel yang dipandu Wakil Direktur Kendari Pos Awal Nurjadin, Rabu (10/1/2024).
Kini Bento bertekad mengabdi untuk Sultra melalui panggung DPR RI pada Pemilu 2024. Terlahir sebagai etnis Toraja, Bento melihat belum ada koleganya dari Toraja di Sultra yang maju sebagai calon anggota DPR RI. Ia melihat hal tersebut sebagai sebuah peluang. Sebab, masyarakat Toraja di Sultra kurang lebih 100 ribu lebih orang. “Peluang ini yang saya coba tangkap untuk menjadi kekuatan menuju senayan,” kata Bento.
Bento mengaku telah berkeliling di Sultra mulai Maret 2023 hingga Januari 2024. Selama 9 bulan terakhir, Bento intens berinteraksi dan membangun komunikasi di komunitas Toraja, baik melalui pesta pernikahan maupun melayat ke rumah duka warga Toraja yang meninggal dunia. “Tuhan tahu saya tidak punya duit untuk kumpul orang, dan melalui kedukaan saya datang dan dikenal orang. Ini bagian dari rahmat menuju Senayan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Bento juga rutin menghadiri pernikahan warga Toraja meskipun tak diundang. Cara-cara ini telah menjadi karakter politik saat masih aktif sebagai wakil rakyat di Papua.
Di satu sisi, bursa pencalonan anggota DPR RI dipenuhi dengan caleg populer dan kuat seperti Tina Nur Alam, Ridwan Bae, Ali Mazi dan lain-lain. Kendati dalam situasi tersebut, Benyamin tak gentar. Bahkan kian percaya diri.
“Tidak ada yang berat, karena saya tidak satu partai. Kalau satu partai, maka saya akan pikir-pikir untuk maju (DPR RI),” ungkap Bento.
Bento mengaku justru lawannya tarung di DPR RI adalah caleg dari internal Partai Gerindra. Saat ini ada Bahtra sebagai petahana yang akan tampil di DPR RI pada Pemilu 2024. “Bahtra meraup 13.600 suara di Pemilu 2019. Kalau 100 persen naik di Pemilu 2024 maka Bahtra akan meraih 27.200 suara. Kalau 200 persen suaranya naik maka suara Bahtra sebanyak 40.800. Sementara warga Toraja sekira 100.000 lebih. Masih lebih banyak sebagai potensi lumbung suara saya. Bahkan saya optimistis meraih suara hingga 70 ribu lebih,” bebernya.
Misi Bento maju di DPR RI adalah agar potensi sumber daya alam Sultra khususnya di sektor pertambangan nikel bisa dinikmati masyarakat secara merata. Selain itu, mendorong warga Sultra menjadi tuan di rumah sendiri dalam mengelola pertambangan nikel.
“Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sultra ini ada kawasan abu-abu yang disebut koridor. Ini sumber masalah. Fenomena yang terjadi yang memasuki wilayah tersebut hanya dimasuki oknum tertentu. Hasil dari masalah koridor ini yakni masalah lingkungan,” urai Bento.
Menurut Bento, masalah tersebut yang perlu di suarakan untuk menghindari kerusakan-kerusakan lingkungan. Kemudian warga yang memiliki tanah dalam lahan koridor tersebut agar dibuatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Jika rakyat punya tanah mengandung nikel mengapa harus orang luar yang mengurus IUP dan bukan rakyat yang notebene punya tanah di wilayah tersebut.
Nah ini yang akan kita perjuangkan karena jika tidak diperjuangkan maka akan menjadi malapetaka jangka panjang ke depan. Tambang ini juga akan habis, maka pemerintah mesti memikirkan lebih jauh bagaimana paska eksplorasi tambang,” imbuh Bento.
Potensi Sultra selain sebagai industri pertambangan, kata dia, juga ada potensi industri pariwisata. Menurut Bento, sektor industri pertambangan dan industri pariwisata memiliki aspek koheren yang erat.
“Kita perlu menata lokasi wisata yang lebih modern sebagai tempat refreshing para pekerja tambang. Termasuk memperluas jalan agar lebih besar sebagai akses perekonomian yang lebih lancar,” ucap Bento.
Ia menjelaskan, infrastruktur jalan di Sultra masih belum memadai. Salah satu contohnya askes jalan di Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe Selatan. Di kecamatan itu, banyak jalan yang berlubang. “Salah satu penyebab rusaknya jalan karena banyaknya kendaraan bermuatan lebih 30 ton melewati jalan kelas 5, ataupun kelas 3. Sehingga muncul istilah masyarakat, kita makan debu, pengusaha makan untung,” ujarnya.
Bento menambahkan, masyarakat Sultra jangan jadi penonton di tanah sendiri.
“Jika kita ini sebagai orang tua tidak mampu menjadi tuan di tanah sendiri, maka kita menyekolahkan anak-anak agar nanti dapat mengabdi bagi daerah dan tidak menjadi penonton di negeri sendiri,” tandasnya. (ali/b)