Misi ARF Membangun Sultra dari Senayan

  • Bagikan
Abdul Rahman Farisi
Abdul Rahman Farisi

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Nama Abdul Rahman Farisi mulai dikenal publik di kancah perpolitikan sejak 2015. Kala itu, pria yang kerap disapa ARF ini memaklumatkan diri maju di Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara dengan tagline “Sultra bergerak dua kali lebih cepat”. Meski takdir belum merestui menjadi Gubernur Sultra, namun asa Abdul Rahman Farisi mengabdi untuk masyarakat Sultra konsisten terawat.

Kini, mantan aktivis dan mantan akademisi Universitas Hasanuddin ini kembali membulatkan tekad maju di Pemilihan Legislatif DPR RI melalui Partai Golkar nomor urut 2 daerah pemilihan Sultra. Berbagai isu sentral yang menjadi misi utama jika ARF terpilih menjadi anggota DPR RI yakni memajukan pertanian, perikanan, pertambangan, pendidikan dan isu pemekaran beberapa daerah di Sultra.

Sebagai politisi yang berlatar belakang akademisi, ARF paham betul bagaimana memajukan pendidikan di Sultra. Menurutnya, rata-rata generasi muda di Bumi Anoa mampu menempuh pendidikan hingga strata Sarjana (S1). Namun ketika hasrat melanjutkan pendidikan ke jenjang strata 2, terkendala biaya yang cukup mahal.

“Rata-rata orang tua di Sultra itu sangat berkeinginan agar anaknya bisa sekolah hingga S1. Artinya orang tua kita masih mampu biayai dengan pengorbanan yang cukup besar. Namun ketika melanjutkan pendidikan ke jenjang S2, sudah begitu sulit mengingat biayanya tidak sedikit,” kata Abdul Rahman Farisi kepada Kendari Pos, Minggu (7/1).

Strategi yang bisa ditempuh untuk memfasilitasi generasi muda melanjutkan sekolah S2, kata dia, yakni dengan mendorong mereka meraih beasiswa LPDP atau Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Kendala langganan yang selalu dijumpai pendaftar LPDP adalah masalah test toefl.

“Nah, jika saya terpilih menjadi anggota DPR RI, maka saya akan mendorong para pendaftar LPDP agar menyiapkan diri dengan maksimal khususnya persiapan test toefl. Mulai dari kursus hingga tahap test toefl digratiskan dengan skema pembiayaan melalui CSR (Corporate Social Responbility) BUMN dan CSR perusahaan tambang,” beber Abdul Rahman Farisi.

Mantan tenaga ahli Ketua BPK RI dan Tenaga Ahli DPR RI ini juga menaruh perhatian serius terhadap upaya pemekaran di Sultra, khususnya beberapa daerah yang dianggap perlu tersentuh kebijakan otonomi daerah (Otda) baru. Diantaranya Kepulauan Buton menjadi provinsi tersendiri, Konawe Selatan bagian Timur, Bombana bagian Kabaena, dan Muna bagian Timur. Beberapa daerah tersebut dianggap membutuhkan pemekaran dengan tujuan terciptanya sentralisasi pembangunan yang terfokus, peningkatan pelayanan yang optimal, percepatan pembangunan infrastruktur, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain.

“Pemekaran daerah baru selalu terhenti karena belum terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah dan menunggu moratorium dibuka. Kebijakan politik tersebut dapat dirubah melalui perjuangan legislasi yang merupakan kewenangan anggota DPR RI mengubah UU Pemerintah Daerah dengan memasukan pasal-pasal penataan daerah menjadi Undang-Undang dan bukan PP. Sehingga ketika suatu daerah mengajukan pemekaran dan telah memenuhi syarat, maka akan mudah terealisasi. Jika terpilih, hal ini yang akan saya dorong bersama anggota DPR lainnya,” urai Abdul Rahman Farisi.

Mantan tenaga ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ini juga bakal memperjuangan terkait kebijakan Undang-Undang Minerba tahun 2020, dimana kewenangan provinsi dipangkas dan lebih terfokus di pusat. UU tersebut menciptakan ketimpangan antara daerah dan pusat.

“Misalnya di Sultra banyak yang perusahaan besar mengeruk nikel kita, namun mereka berkantor di Jakarta karena mengurus berbagai administrasinya lebih dominan di pusat. Mestinya dipusat hanya mengurus izin soal IUP, dan RKAB biar provinsi yang urus,” ujar Abdul Rahman Farisi.

Politisi Partai Golkar ini menilai UU Minerba 2020 juga mengakibatkan dana bagi hasil atas eksplorasi sumber daya alam, tidak signifikan untuk menstimulus kesejahteraan masyarakat.

“Akibatnya, meski Sultra yang memiliki kekayaan SDA, namun pertumbuhan ekonomi tidak berbanding lurus dengan intensitas eksplorasi kekayaan SDA yang begitu besar,” tandas Abdul Rahman Farisi. (b/ali)

  • Bagikan