Kaya SDA, Sultra Masih Miskin

  • Bagikan
ILUSTRASI: FAHRI/KENDARI POS
ILUSTRASI: FAHRI/KENDARI POS

--203 IUP Keruk Mineral, Rp 4,6 Triliun Masuk Kas Negara

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Ratusan perusahaan mengantongi izin mengeruk kekayaan alam Sultra. Mulai nikel, aspal, emas, kromit, mangan, batu gamping, dan pasir kuarsa/ silika. Duit lancar mengalir ke dalam pundi-pundi pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Kekayaan alam di keruk namun Sultra dan masyarakatnya belum sejahtera. Bahkan Sultra cenderung miskin sebagai daerah pertambangan.

Padahal duit yang dihasilkan dari sektor pertambangan mencapai angka triliun rupiah. Sayangnya, Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan yang mengalir ke Sultra masih sangat kecil yang diberikan pemerintah pusat. Dalam beberapa tahun terakhir, DBH untuk Sultra dari sektor pertambangan hanya seratusan miliar rupiah. Angka ini jauh lebih sedikit dibanding pemasukan untuk negara sebesar Rp 4,6 triliun.

Indikator Sultra masih kategori miskin, anggaran pembangunan daerah belum optimal dari DBH. Namun masih mengandalkan APBD. Duit APBD pun masih harus dibagi antara belanja pegawai dan belanja publik. Bahkan porsi belanja pegawai masih lebih besar daripada belanja publik. Jika DBH sektor pertambangan itu dioptimalkan maka dapat menjadi sumber pendanaan pembangunan Sultra.

Selain itu, sebagian masyarakat Sultra masih miskin pula. Dari 8 arahan Presiden RI kepada Pemda se-Indonesia, salah satunya adalah menurunkan angka kemiskinan ekstrem.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sultra mencatat 363 IUP dari pemilik perusahana bercokol Sultra. Rinciannya, 203 IUP mineral logam dan batubara diterbitkan pemerintah pusat melalui Ditjen Minerba Kementerian ESDM per Desember 2023. Lalu, 160 IUP mineral bukan logam dan batuan yang merupakan kewenangan Provinsi Sultra sesuai data September 2023.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Sultra Andi Azis melalui Kepala Bidang Minerba Muh. Hasbullah Idris merinci, 203 IUP mineral logam dan batubara yakni 172 IUP nikel, 25 IUP aspal, 2 IUP emas, 2 IUP kromit, dan 2 IUP mangan. “IUP ini tersebar di 8 kabupaten di Sultra, yakni Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Konawe Kepulauan, Kolaka, Kolaka Utara, Bombana dan Buton tengah,” ujarnya kepada Kendari Pos, Rabu (3/1/2024).

Sedangkan 160 IUP bukan logam dan batuan adalah IUP batu gamping dan pasir kuarsa/ silika. “IUP ini tersebar di 12 kabupaten/kota di Sultra yakni Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka timur, Bombana, Buton Selatan, Buton Tengah, Baubau, Muna, Wakatobi, dan Buton,”sebut Hasbullah.

Hasbullah mengatakan, ratusan IUP tersebut turut berkontribusi dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masuk langsung kas negara pemerintah pusat. Dari hasil PNBP tersebut, Pemerintah Provinsi Sultra hanya mendapatkan DBH dari pemerintah pusat.

“Untuk mengetahui berapa jumlah DBH itu ada pada Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sultra. Kalau kami di Dinas ESDM hanya menghitung hasil rekonsiliasi per 3 bulan jumlah PNBP yang masuk ke pusat,” imbuh Hasbullah.

Berdasarkan target dan realisasi PNBP sektor pertambangan Provinsi Sultra pada triwulan III tahun 2023 atau per 1 Januari-30 November 2023 mencapai 94 persen. “Berdasarkan data terakhir per November 2023, realiasi PNBP mencapai Rp 4,6 triliun. Artinya ratusan IUP di Sultra ini telah menyumbang Rp 4,6 triliun ke kas negara. Sementara untuk data realisasi Desember 2023 nanti direkonsiliasi triwulan I tahun 2024," tutup Hasbullah.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra, Andi Rahman menilai, jika dilihat dari jumlah 363 IUP itu, sangat tidak relevan dengan capaian PNBP Rp4,6 triliun tahun 2023. Belum lagi soal daya rusak SDA dan lingkungan yang tidak sebanding dengan pembayaran pajak maupun PNBP yang diterima Sultra.

"Rp4,6 triliun itu bagi saya sangat kecil kalau di lihat dari 363 IUP (termasuk 172 IUP tambang nikel di dalamnya). PNBP Rp4,6 triliun itu dibagi oleh pemerintah pusat. Tentunya pendapatan Sultra dari PNBP ini akan berkurang. Padahal kalau jumlah kekayaan SDA Sultra yang dikeruk begitu banyak. Idealnya, pendapatan daerah harus seimbang dengan jumlah SDA yang keluar dari Sultra," ujar Andi Rahman kepada Kendari Pos, Rabu (3/1/2024).

Menurutnya, harus ada hitungan nilai PNBP dari setiap IUP-nya. Andi Rahman menegaskan, pemerintah harus lebih transparan dalam hal pembayaran PNBP bagi investor tambang tersebut. "Kalau mau dicek, 1 IUP saja atau 1 perusahaan itu dapat menghasilkan miliaran rupiah dalam 1 bulan. Bahkan sampai puluhan miliar rupiah. Menurut saya, harus ada hitungan per IUP itu berapa PNBP nya, supaya kita dapat kalkulasi berapa PNBP dari 363 IUP," tegas Andi Rahman.

Andi Rahman berharap pemerintah bisa lebih terbuka apakah pemilik 363 IUP itu, sudah membayar semua PNBP-nya atau tidak. "Selain itu, harus terbuka berapa besaran yang di bayarkan per IUP itu atau bagaimana hitungannya, jangan sampai lebih banyak masuk kantung pribadi dari pada kas negara. Ini dugaan ya. Supaya tidak ada dugaan, pemerintah harus transparan terkait PNBP. Jangan sampai 1 IUP bayar Rp1 miliar tapi yang di catat jauh dari itu. Ini bisa jadi dugaan kita," terangnya.

Berdasarkan amatan Andi Rahman, sejak dulu banyak pemilik IUP yang abai terhadap kewajibannya. "Sepengetahuan saya, sejak tahun 2019, pemilik IUP malas bayar PNBP. Bahkan KPK perna merilis 172 IUP yang tidak membayar kewajibannya, " tandasnya.

Belum Berpihak ke Daerah

Gambaran minimnya sumbangsih sektor pertambangan bagi Sultra sudah pernah dibahas dalam Focus Discussion Group (FDG) oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sultra, para pemangku kebijakan dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi teknis lainnya.

Saat itu, Kepala Bappeda Sultra Johannes Robert Maturbongs mengatakan sesungguhnya ada sumber lain yang bisa menjadi jalan keluar dalam pendanaan pembangunan Sultra selain anggaran dari Dana Alokasi Umum (DAU). Salah satunya adalah melalui eksplorasi kekayaan tambang. Namun kontribusi DBH sektor tambang belum sebanding. Sebab daerah tak punya kewenangan. Sebagian besar kebijakan di sektor pertambangan di tangan pemerintah pusat.

“Kita tak bisa berharap banyak dengan DBH. Akibatnya, kita hanya menyandang status daerah penghasil tambang. Namun realita di lapangan, apa yang dirasakan masyarakat masih jauh dari harapan. Yang dirasakan masyarakat justru efek negatif dari aktivitas tambang. Mulai dari bencana banjir hingga kerusakan lingkungan,” ujar Robert Maturbongs dalam sebuah kesempatan.

Menurutnya, secara kasat mata sumber pendanaan pembangunan yang berasal dari DAU terlihat besar. Namun sebenarnya, sangat kecil yang bisa dimanfaatkan daerah. Sebab sebagian DAU yang ditransfer telah diporsikan pada pos-pos anggaran yang ditetapkan pemerintah pusat. Melalui kebijakan earmarking, program-program prioritas yang dijalankan semakin terpusat. "Dari besaran DAU tahun 2023, hanya Rp 8 miliar yang bisa digunakan pemerintah daerah," tutur Robert Maturbongs.

Hal senada disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sultra Asrun Lio. Menurutnya, eksplorasi tambang di Sultra murni kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan tersebut belum menguntungkan daerah. Sebab masih banyak hak-hak daerah yang belum terpenuhi sehingga terkesan hanya memberikan efek buruknya saja.

Paling tidak, DBH yang ditransfer harus sebanding dengan hasil kekayaan alam Sultra yang disetor ke negara. “Saya kira perlu ada evaluasi kembali sumber -sumber pendapatan daerah yang bisa diperoleh termasuk dari tambang,” ujar Sekda Asrun Lio.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sultra, Syarwan menampik jika sektor pertambangan tidak menguntungkan daerah. Sebab ada porsi yang telah diberikan. Misalnya melalui Dana Desa (DD) yang nilainya triliunan rupiah. Selain itu, anggaran kesehatan, pendidikan termasuk anggaran penanganan stunting. “Bila dikalkulasi anggarannya tidak sedikit. Itulah dari pajak dan pendapatan negara yang digunakan dalam pembangunan,” paparnya.

Di sisi lain, eksistensi sektor pertambangan telah nyata menurunkan jumlah pengangguran. Keberadaan investor tentunya memberikan ruang bagi usaha lainnya. “Setidaknya ada multiplier effect dengan bermunculan usaha di sektor tambang. Muaranya pastinya pada kesejahteraan rakyat,” ungkap Syarwan. (kam/lis/b)

MINERAL DIKERUK

RATUSAN IUP, NEGARA DAPAT TRILIUNAN
-Ratusan perusahaan mengantongi izin mengeruk kekayaan alam Sultra
-Mulai nikel, aspal, emas, kromit, mangan, batu gamping, dan pasir kuarsa/ silika
-Duit lancar mengalir ke dalam pundi-pundi pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP)
-Kekayaan alam di keruk namun Sultra dan masyarakatnya belum sejahtera
-Bahkan Sultra cenderung miskin sebagai daerah pertambangan.
-Padahal duit yang dihasilkan dari sektor pertambangan mencapai Rp 4,6 tiliun (2023)

DBH KECIL
-Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan untuk Sultra masih sangat kecil dari pemerintah pusat
-Dalam beberapa tahun terakhir, DBH Sultra dari pertambangan hanya Rp100-miliar
-Angka ini jauh lebih sedikit dibanding pemasukan untuk negara sebesar Rp4,6 triliun (tahun 2023)

363 IUP DI SULTRA
-Dinas ESDM Sultra mencatat 363 IUP bercokol di Sultra
-Rinciannya :
*203 IUP mineral logam dan batubara diterbitkan pemerintah pusat (data per Desember 2023)
*160 IUP mineral bukan logam dan batuan yang menjadi kewenangan Provinsi Sultra (data September 2023)

RINCIAN IUP
1.203 IUP mineral logam dan batubara :
-172 IUP nikel
-25 IUP aspal
-2 IUP emas
-2 IUP kromit
-2 IUP mangan

SEBARAN
-Kabupaten Konawe
-Kabupaten Konawe Utara
-Kabupaten Konawe Selatan
-Kabupaten Konawe Kepulauan
-Kabupaten Kolaka
-Kabupaten Kolaka Utara
-Kabupaten Bombana
-Kabupaten Buton tengah

2.160 IUP bukan logam dan batuan
-tersebar di 12 kabupaten/kota di Sultra
-Kabupaten Konawe
-Kabupaten Konawe Utara
-Kabupaten Konawe Selatan
-Kabupaten Kolaka
-Kabupaten Kolaka Utara
-Kabupaten Kolaka Timur
-Kabupaten Bombana
-Kabupaten Buton Selatan
-Kabupaten Buton Tengah
-Kota Baubau
-Kabupaten Muna
-Kabupaten Wakatobi
-Kabupaten Buton

WALHI SULTRA
-Direktur Eksekutif Walhi Sultra menilai PNBP Rp4,6 triliun dari tambang sangat tidak relevan dengan jumlah 363 IUP
-Belum lagi soal daya rusak SDA dan lingkungan yang tidak sebanding dengan PNBP yang diterima Sultra
-PNBP Rp4,6 triliun itu dibagi oleh pemerintah pusat
-Pendapatan Sultra dari PNBP ini akan berkurang
-Padahal jumlah kekayaan SDA Sultra yang dikeruk begitu banyak
-Idealnya, pendapatan daerah harus seimbang dengan jumlah SDA yang keluar dari Sultra
-Walhi Sultra menegaskan, pemerintah harus transparan soal PNBP dari investor tambang
-Dalam 1 bulan, 1 IUP menghasilkan puluhan miliar rupiah

DATA DIOLAH DARI BERBAGAI SUMBER

  • Bagikan