KPU: Data dari PPATK Belum Terperinci

  • Bagikan
Idham Holik (Foto: IST)
Idham Holik (Foto: IST)

--Soal Laporan Transaksi Mencurigakan Terkait Pemilu

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mendalami laporan dugaan transaksi mencurigakan untuk kepentingan kampanye pemilu dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Partai-partai politik bakal diundang untuk berkoordinasi seputar batasan maksimal sumbangan dana kampanye.

Ketua Divisi Teknis KPU, Idham Holik membenarkan laporan yang disampaikan PPATK tersebut. Laporan dengan judul Kesiapan Menjaga Pemilu dan Pilkada Mendukung Integritas Bangsa itu diterima KPU pada 12 Desember 2023.

Laporan dalam bentuk hard copy tersebut memuat sejumlah informasi. Salah satunya menjelaskan bahwa ditemukan rekening bendahara parpol pada periode April–Oktober 2023 dengan transaksi ratusan miliar rupiah. ”Baik transaksi masuk maupun transaksi keluar,” jelas Idham Holik, kemarin.

Dalam laporan itu, PPATK menyampaikan bahwa transaksi keuangan itu berpotensi digunakan untuk penggalangan suara. Namun, PPATK tidak memerinci sumber dan penerima transaksi keuangan tersebut. Data yang diberikan dalam bentuk global. Hanya berupa jumlah total data transaksi keuangan perbankan. ”Kami KPU belum bisa memberikan komentar lebih lanjut,” kata Idham Holik.

Selain keuangan parpol, PPATK memberikan informasi mengenai ratusan ribu safe deposit box (SDB) pada Januari 2022–30 September 2023 yang tersebar di bank umum swasta nasional maupun bank di bawah naungan BUMN. Menurut PPATK, penggunaan uang tunai yang diambil dari SDB untuk dana kampanye itu tidak sesuai dengan ketentuan. ”Terkait dengan data SDB ini, tidak ada perincian sama sekali,” terang Idham Holik.

Mengenai laporan PPATK tersebut, Holik menyatakan, KPU akan mengadakan rapat koordinasi dengan parpol peserta pemilu. KPU bakal mengingatkan kembali batasan maksimal sumbangan dana kampanye dan pelarangan menerima sumbangan dana kampanye dari sumber-sumber yang dilarang sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku. ”Karena jika hal tersebut dilanggar peserta pemilu, sudah pasti akan terkena sanksi pidana pemilu,” tegasnya.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sebelumnya menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan analisis terkait dengan dugaan transaksi keuangan mencurigakan yang terdeteksi di ribuan daftar calon tetap (DCT). Total nilai transaksinya mencapai triliunan rupiah. Kecurigaan PPATK itu didasari transaksi yang stagnan dan flat di rekening khusus dana kampanye (RKDK). Padahal, seharusnya ada pergerakan transaksi cukup masif karena aktivitas caleg saat kampanye.

Sementara itu, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengungkapkan, praktik politik uang pada masa pemilu sulit diberantas. Sebab, menurut beberapa kajian, para calon yang maju dalam kontestasi itu saling adu mengumpulkan biaya pencalonan. Parahnya lagi, masyarakat masih menganggap wajar pemberian uang dalam masa kampanye.

Pada pilkada 2020, misalnya. Hasil studi benturan kepentingan pendanaan pilkada KPK menunjukkan, pasangan calon yang mau maju harus membayar mahar ke partai politik pengusung. ”Bahkan, 48,9 persen biaya pengusungan itu ditentukan parpol,” paparnya. Hanya 13,6 persen paslon yang menentukan sendiri biaya pengusungan kepada parpol.

Sementara, hasil survei LIPI (BRIN) pada Pemilu 2019 menunjukkan bahwa 47,4 persen masyarakat membenarkan adanya praktik politik uang. Ironisnya, 46,7 persen masyarakat menganggap politik uang sebagai hal wajar. (jpg)

  • Bagikan

Exit mobile version