Oleh: Hj. Arniaty DK, SP., M.Si
Penulis adalah Kabid Pengembangan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Dunia semakin terhubung, nyaris tidak ada persitiwa di suatu wilayah atau negara yang tidak diketahui oleh warga negara di wilayah lain. Keterhubungan tersebut difasilitasi oleh teknologi informasi yang semakin maju dan canggih sehingga suatu peristiwa secara cepat menyebar. Kemajuan ini juga mulai diadopsi dalam perpustakaan sebagai rumah informasi ilmu pengetahuan. Apa yang disebut sebagai perpustakaan digital (digital library) atau perpustakaan elektronik (e-library) adalah perpustakaan yang mengelola sebagian atau semua koleksi-koleksinya dalam bentuk komputerisasi sehingga lebih efisien dan memudahkan masyarakat akademik dan warga pada umumnya untuk mengaksesnya kapanpun dan di manapun.
Menurut International Conference of Digital Library (2004) yang dimaksud perpustakaan digital adalah perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui format digital. Semacam kelompok work stations yang saling berkaitan dan terhubung dengan jaringan berkecepatan tinggi. Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Idealnya, setiap perpustakaan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi untuk mendukung pengelolaan perpustakaan. Kehadiran teknologi dibidang perpustakaan menghasilkan percepatan dan ketepatan dalam membangun layanan perpustakaan. Kecanggihan teknologi tersebut akan sangat membantu untuk membangun sistem automasi perpustakaan, sistem perpustakaan digital, sistem jaringan perpustakaan digital, dan sistem basis data. Itulah modernisasi perpustkaan.
Hal tersebut juga sudah diadopsi dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007, pasal 2 bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Ini menunjukkan perpustakaan sebagai tempat pembelajaran dan kolaborasi masyarakat yang dikelola secara profesional dan terbuka bagi semua kalangan sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan masyarakat sejahtera. Pembelajaran sepanjang hayat merupakan kata kunci dalam pengembangan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Kita mesti bergerak ke digitalisasi perpustakaan karena perpustakaan konvensional memiliki keterbatasan dalam memberikan pelayanan dimana saat pengguna membutuhkan suatu bahan bacaan mesti hadir secara fisik ke perpustakaan; perpustakaan ini juga memiliki titik akses terbatas, pengguna tidak dapat mencari melalui kata-kata yang merupakan bagian dari gabungan dua kata judul; perpustakaan konvensional membutuhkan banyak tenaga serta membutuhkan ruangan yang luas.
Tantangan dan Peran
Perkembangan perpustakaan digital di Indonesia masih belum tersebar secara merata bahkan bisa dikatakan belum ada perpustakaan yang benar-benar digital. Perpustakaan kita masih mempertahankan koleksi cetak, walaupun sebagian telah ada koleksi digital. Transformasi ke perpustakaan digital tentu bertahap. Sebab ini bukan merupakan perkara yang mudah, banyak tantangan yang harus diselesaikan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti karakteristik pengguna, jaringan kerja sama perpustakaan, kesiapan para pustakawan terhadap penguasaan teknologi, minimnya anggaran, sarana dan prasarana yang belum memadai, kurangnya koleksi dan pemanfaatan perpustakaan.
Konsep perancangan pembangunan perpustakaan digital belum jelas; masalah manajemen, teknologi dan kebijakan akses. Permasalahan tersebut berimbas pada masalah kemudahan dalam cara mengakases atau aksesibilitas informasi. Namun apapun tantangan itu, perpustakaan mesti terus berbenah untuk menyesuaikan dan berkembang sebagai pelayan pengetahuan, saling terhubung tanpa sekat-sekat.
Peran perpustakaan digital sangat beragam mulai dari menghimpun dan menyediakan informasi dalam bentuk elektronik yang sesuai dengan kebutuhan informasi masyarakat; bertransformasi dalam mengorganisir informasi yang memadai dengan misalnya mengadopsi internet dan web serta mampu melaksanakan teknik digitalisasi secara professional; mendesiminasikan koleksi digitalnya yang dapat diakses oleh masyarakat pengguna secara cepat, tepat, akurat dan mudah; melakukan pelestarian koleksi digital untuk menyelamatkan nilai-nilai informasi yang diharapkan; dan berperan dalam menerapkan regulasi hak akses kepada masyarakat sehingga terhindar misalnya masalah hak cipta dan plagiarism.
Perpustakaan digital dapat mengambil peran bukan hanya sebagai pusat informasi, lebih dari itu. Perpustakaan digital dapat bertransformasi menjadi tempat dalam pengembangan diri masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis keragaman budaya. Peran perpustakaan dalam pengembangan inklusi sosial, sebagaimana Ashraf Tariq dalam karianya Transforming Libraries into Centers of Community Engagement: Towards Inclusion, Equality & Empowerment (2018) bahwa perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan, pusat kegiatan masyarakat dan kebudayaan; perpustakaan dirancang lebih berdaya guna bagi masyarakat; perpustakaan menjadi wadah untuk menemukan solusi dari permasalahan kehidupan masyarakat; dan perpustakaan memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
Implementasi perpustakaan digital juga berhubungan dengan aksesibilitas informasi, bahwa konsep aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan maupun lingkungan. Dalam konsep aksesibilitas informasi menyangkut empat dimensi yaitu aksesibilitas inti, aksesibilitas informasi, kehandalan sistem dan kemudahan memahami bahasa kontrol. Konsep tersebut tidak berhenti hanya sampai pada tersedianya koleksi digital yang melimpah. Hal ini dapat terwujud apabila pemustaka dapat mengakses koleksi yang disediakan dengan utuh dan nyaman. Dengan demikian, dapat digarisbawahi bahwa aksesibilitas koleksi digital merupakan usaha untuk dapat memberikan kemudahan pemustaka untuk mendapatkan informasi digital secara penuh, utuh, mudah, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kota Kendari dalam perkembangan perpustakaannya terus melakukan pembenahan pelayanan perpustakaan dengan mulai memanfaatkan keberadaan Mall Pelayanan Publik (MPP) di Kantor Wali Kota Kendari yang lebih mudah terjangkau dan berlokasi strategis. Melalui pojok baca digital (POCADI) yang merupakan perpustakaan hibryd mini yang dilengkapi dengan koleksi tercetak dan koleksi digital serta sarana dan prasarana penunjang kepustakaan yang berfungsi sebagai layanan ekstensi.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Kendari menghadirkan POCADI sebagai ekosistem digital dari sebuah perpustakaan yang memiliki berbagai keunggulan dan akan mendukung tugas-tugas profesional perpustakaan digital antara lain memiliki kemampuan dalam menyediakan informasi, mengorganisasi, menyimpan, mengelola informasi dan mendiseminasi informasi sekaligus melestarikan informasi. Namun demikian, kemajuan dan tuntutan zaman tersebut jangan sampai berimbas dalam manajemen perpustakaan digital itu sendiri. Dalam konteks ini, perpustakaan digital berusaha untuk berbagi informasi kepada para pemustaka yang membutuhkan.
Membangun Kerjasama dan Bergerak bersama
Strategi pengembangan perpustakaan digital dalam pengembangannya dapat diimplementasikan dengan 5 cara. Pertama, pendekatan organisasi dan manajemen perpustakaan digital yakni bagaimana manajemen dapat diterapkan dalam aspek apa saja. Pada intinya adminitrasinya sangat mempengaruhi sistem penunjang kegiatan yang dikerjakan seseorang, baik terikat dengan waktu, kemampuan serta biaya. Segala diperlukan pengaturan adminitrasi yang baik. Kedua, pendekatan implementasi teknologi perpustakaan digital. Segala teknologi informasi sangat erat kaitannya dengan peningkatan ketersediaan informasi. Pengenalan teknologi perpustakaan digital berdampak pada perencanaan, penerapan dan pengaturan kemudahan dalam mengetahui bahasa kontrol. Ketiga, pendekatan kebijakan akses dan legalitas informasi.
Aksesibilitas dan kenyamanan seseorang dalam menjangkau suatu objek, layanan dan lingkungan. aksesibilitas koleksi digital perpustakaan digital tidak hanya terbatas pada pertukaran dokumen elektronik dalam bentuk cetakan. Keempat, pendekatan transformasi nilai-nilai keragaman budaya (multikultural). Permasalahan teknologi informasi serta komunikasi tidak dapat menjamin keberlangsungan perkembangan perpustakaan digital. Pengembangan perpustakaan digital adalah tentang aksesibilitas informasi. Aksesibilitas informasi memberi orang pada waktu itu akses mudah ke informasi. Kelima, pendekatan kerjasama. Untuk pengembangan perpustakaan dalam hal ini melalui kerjasama antar perpustakaan.
Dengan perpustakaan digital sangat memungkinkan pertukaran atau kerja sama dengan perpustakaan luar negeri baik koleksi dan informasi antar-perpustakaan dengan lebih mudah dan efisien. Hal ini dapat meningkatkan akses koleksi digital bagi pengguna perpustakaan, karena kerja sama dengan perpustakaan luar negeri memungkinkan akses ke koleksi yang lebih luas dan berkualitas.
Kerja sama perpustakaan digital sangat penting terutama bagi kampus atau instituti sebab akan memberikan akses yang lebih luas bagi para pengguna dalam mengakses koleksi digital yang lebih komprehensif dan terbaru. Ini membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi proses belajar dan membantu memperkuat kapasitas riset dan inovasi. Kerjasama juga memungkinkan perpustakaan untuk berbagi dan bertukar informasi dan solusi untuk permasalahan yang sama, membantu mengatasi keterbatasan sumber daya dan membantu memajukan profesionalisme perpustakaan. Tantanganya sekarang adalah masih banyak perpustakaan yang belum mampu membangun kerja sama diakibatkan kurang luasnya koneksi dan networking yang belum terbangun. Pengembangan perpustakaan berbasis digital tentu membutuhkan kolaborasi dan sinergi dalam membangun ekosistem perpustakaan yang adaptif terhadap perkembangan zaman. (***)