KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Tersangka dugaan korupsi pertambangan nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut) bertambah. Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra menetapkan 2 tersangka baru, kemarin. Sebelumnya, Kejati telah menetapkan dan menahan 12 tersangka serta 1 tersangka dugaan makelar kasus. Kini, total tersangka berjumlah 15 orang.
Dalam perkara itu, penyidik Kejati Sultra selain mengusut dugaan korupsi juga mengusut dugaan Tindak Pidana Pencucian Uuang (TPPU). “Sudah ada 2 tersangka TPPU dan kita terus melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang bersangkutan,” ujar Kepala Kejati (Kajati) Sultra, Dr .Patris Yusrian Jaya kepada Kendari Pos, Senin (30/10/2023), kemarin.
Kajati Dr.Patris belum membeberkan terkait identitas 2 tersangka tersebut. Menurutnya, 2 tersangka ini adalah orang yang paling menikmati keuntungan dari kasus dugaan korupsi dan dugaan TPPU dari aktivitas pertambangan di Blok Mandiodo, Konut.
“Nanti ditanya ke Aspidsus terkait identitasnya. Yang jelas 2 orang tersangka baru ini dari pihak swasta. Intinya orang yang paling menikmati keuntungan atas kasus dugaan korupsi di Blok Mandiodo,” kata Kajati Dr.Patris.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra, Dody, SH., MH mengatakan, identitas 2 tersangka tambahan itu bakal disampaikan ke publik dalam waktu dekat. Nantinya melalui penyampaian tersendiri oleh pimpinan Kejati Sultra. “Nanti akan disampaikan dalam konferensi pers ya,” ujar Dody kepada Kendari Pos, Senin (30/10/2023).
Dody mengaku hingga saat ini juga belum menerima informasi terkait nama 2 tersangka baru dalam kasus dugaan TPPU di Blok Mandiodo, Konut. “Nanti disampaikan langsung oleh pimpinan ya,” pungkasnya saat dicecar pertanyaan terkait identitas 2 tersangka tambahan itu.
Untuk diketahui, Kejati Sultra telah menahan 12 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ilegal wilayah IUP PT.Antam UBPN di Blok M Konut. 7 tersangka dari klaster corporate (perusahaan) yakni mantan GM PT.Antam UBPN Konut, HA, Pelaksana Lapangan PT.Lawu Agung Mining (PT.LAM) GL, Dirut PT.LAM, OSN, dan pemilik saham mayoritas PT.LAM, WAS. Selain itu, Dirut PT. Kabaena Kromit Pratama (PT. KKP), AA, Direktur PT.Tristaco Mineral Makmur (PT. TMM), RC dan Kuasa Direktur PT. Cinta Jaya, AS.
Sedangkan 5 tersangka dari klaster birokasi. Mereka adalah oknum Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, SM. Tersangka EVT, oknum evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM. Ada pula tersangka YB, oknum Koordinator Pokja Pengawasan Operasi Produksi Mineral Kementerian ESDM tahun 2022. Lalu, tersangka RJ, mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan tersangka HJ, oknum pejabat Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM.
Selain itu, 1 tersangka lainnya, berinisial AS, yang diduga sebagai makelar kasus (markus). Tersangka AS diduga menjanjikan dapat mengurus atau mencabut status tersangka Dirut PT.KKP AA dengan cara berusaha menemui dan meminta tolong kepada beberapa pimpinan Kejaksaan. Namun usaha tersangka AS gagal.
Modus dugaan korupsi pertambangan ini menggunakan “dokumen terbang” alias dokter, untuk melakukan penjualan ore nikel ke smelter lain selain ke PT Antam. Kasus ini berawal dari kerja sama operasi (KSO) antara PT.Antam UBPN Konut dan PT.LAM dan perusahaan daerah (Perusda) Sultra dengan luas area pertambangan 22 hektare di Blok Mandiodo yang merupakan lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT.Antam UBPN Konut.
Namun, dalam pelaksanaan kerja sama tersebut, hasil tambang nikel itu hanya sebagian kecil diserahkan ke PT Antam UBPN Konut sebagai pemilik IUP.
Sisa dari hasil tambang lainnya langsung dijual ke pabrik smelter dengan menggunakan dokumen palsu.
Sejauh ini, penyidik baru menemukan dokumen PT.KKP yang digunakan untuk penjual ore nikel ke smelter lain. Dari keseluruhan aktivitas penambangan di blok Mandiodo menurut perhitungan sementara auditor telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 triliun. (ali/b)