Penulis: Agung Mulyono (Kepala KPPN Kendari)
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID-Mata Uang Digital.
Perkembangan teknologi informasi mencetuskan pemikiran untuk menciptakan uang secara virtual yang pada akhirnya akan menghilangkan uang secara fisik. Mata uang virtual (digital) yang saat ini lazim disebut cryptocurrency merupakan aset yang memiliki kode kriptografik sehingga sangat sulit untuk dibajak (counterfeit) atau digandakan.
Mata uang digital (cryptocurrency) dikembangkan dalam sistem yang terdesentralisasi menggunakan teknologi blockchain yaitu sekumpulan data (distributed ledger) yang dikelola oleh jaringan komputer yang unik. Penggunaan mata uang digital memiliki keuntungan dalam kecepatan dan efisiensi biaya transfer serta sistem yang terdesentralisasi (blockchain) mengurangi resiko kegagalan sistem secara keseluruhan.
Di lain pihak, nilai mata uang digital juga memiliki sisi negative di antaranya tingkat volatilitas yang tinggi yang berarti masuk kategori high risk financial instrument jika digunakan sebagai penyimpan nilai (storing value) dan sistem terdesentralisasi yang sifatnya di luar kontrol otoritas moneter ( Bank Sentral ) beresiko digunakan dalam mendukung kegiatan kriminal.
Namun demikian, beberapa tahun terakhir, beberapa Bank Sentral mulai mewacanakan penciptaan mata uang digital yang disebut Central Bank Digital Currency (CBDC). CBDC ini tentunya berbeda dengan mata uang krypto yang saat ini beredar (Bitcoin, Etherum , dll) karena CBDC diciptakan secara legal dan dikelola oleh otoritas moneter pada suatu negara sehingga volatilitas nilainya diharapkan lebih stabil.
Penciptaan CBDC sebagai alternatif mata uang konvensional setidaknya harus memenuhi kondisi berikut: 1). Kriteria sebagai medium of change yang praktis dan rendah biaya sebagaimana rekening berbasis mata uang konvensional. 2). Memenuhi fungsi sebagai aset penyimpan nilai (storing value) yang memberikan imbal hasil setingkat aset keuangan bebas resiko seperti SBN. 3). CBDC dapat diakses secara luas oleh masyarakat sebagai alternatif pengganti uang konvensional. 4). Kerangka kerja kebijakan moneter yang mampu menjaga nilai CBDC stabil sepanjang waktu dalam hubungannya dengan kebijakan pengendalian inflasi.
Prospek Implementasi
Penciptaan Uang digital atau cryptocurrency saat ini, dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan kecepatan proses transfer yang bisa melewati batas negara dengan biaya yang efisien. Teknologi blockchain yang terdesentralisasi akan memudahkan transaksi uang digital tanpa pengaturan sistem perbankan yang formal mengikuti prosedur administrasi yang ribet bagi sebagian orang. Survey yang dilakukan tahun 2019 – 2020 oleh Bank For International Settlement (BIS) menunjukan keinginan yang semakin besar dari berbagai Bank Sentral di dunia untuk menciptakan CBDC. Apa sebenarnya yang menjadi motivasi Bank Sentral untuk menciptakan CDBC?
Bank Sentral di negara berkembang (Emerging Market Economies) memiliki motivasi tinggi menciptakan CDBC sebagai alternatif/menggantikan uang fisik (General purpose CDBCs) dengan pertimbangan efisiensi pembayaran, keamanan dalam mekanisme pembayaran, dan inklusi keuangan. Di lain pihak, motivasi Bank Sentral negara maju (Advanced Economies) untuk menciptakan CBDC lebih ke pertimbangan aspek keamanan.
Isu penggunaan uang fisik (cash) dalam transaksi ekonomi menjadi hal utama dalam wacana penciptaan CBDC. FIS Worldpay Global Payments Report 2021 menunjukan penggunaan uang fisik (cash) masih sangat dominan di negara negara Timur Tengah - Afrika dan Amerika Selatan ( masing masing mencatat 52.6% dan 38% dari total pembayaran). Negara negara di Benua Asia - Pasifik , termasuk Indonesia, mencatat porsi penggunaan uang fisik (cash) sebesar 19.2%, dari total pembayaran transaksi. Negara negara Amerika Utara mencatat porsi terkecil yaitu sebesar 11,4% dalam penggunaan uang fisik (cash) untuk pembayaran.
Kebutuhan atau motivasi suatu negara dalam pengembangan uang digital tergantung pada kondisi pereknomian terutama infrastuktur teknologi informasi pada masing masing negara. Jika sistem pembayaran retail (jasa keuangan) yang disediakan pihak swasta pada suatu negara belum berkembang dengan baik atau program inklusi keuangan tidak menunjukan perkembangan alias jalan di tempat , maka Bank Sentral perlu memulai langkah awal untuk penguatan kedaulatan mata uang terlebih dahulu dengan terus memperkuat keuangan inklusif.
Bank Indonesia saat ini juga mendalami potensi peciptaan rupiah digital sebagai alternatif uang rupiah fisik. Zams et all (2019) menyimpulkan jenis uang digital (CBDC) yang sesuai untuk kondisi Indonesia adalah cash-like, a token based general purpose CBDC dengan atribut tanpa bunga (non- interest bearing). Hal ini diartikan jenis uang yang sesuai adalah uang digital rupiah yang dapat menggantikan uang rupiah konvensional (bersifat anonymous, public accessible), sehingga dapat digunakan untuk penyelesaian transaksi sehari-hari secara fleksible dan efisien.
Keuntungan uang digital rupiah jenis general purposes, secara komparatif dibandingkan uang konvensional adalah pengurangan biaya cetak dan penyimpanan serta mampu memitigasi munculnya shadow banking (kegiatan keuangan yang dilakukan lembaga nonbank di luar lingkup regulasi sistem perbankan) yang jamak muncul di negara negara berkembang. Perkembangan keuangan inklusif di Indonesia juga berjalan dengan baik. Di mana pada tahun 2017 , sekitar 48,9% dari total penduduk Indonesia ( umur 15 tahun ke atas) telah memiliki rekening bank berdasarkan data World Bank Global Financial Inclusion 2017. Indeks inklusi keuangan di Indonesia di 2021 mencapai 83,6%, meningkat dari angka indeks 2020 sebesar 81,4%. Hal ini didukung oleh peningkatan akses keuangan, akselarasi penggunaan jasa keuangan formal, dan semakin membaiknya kualitas jasa keuangan (sumber: Kemenko Perekonomian, 2022).
Pemanfaatan alat pembayaran non-tunai baik berbasis kartu dan elektronik, mulai tumbuh secara pesat dengan dukungan penggunaan telpon seluler yang telah merambah sampai ke wilayah pedesaan. Bank Indonesia saat ini mencanangkan target 15 juta pengguna QRIS dan BI-FAST. Kementerian Keuangan dhi.Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) selaku Kuasa Bendahara Umum Negara yang secara spesifik mengelola kas negara tentunya sangat berkepentingan dalam perkembangan Rupiah Digital. DJPb akan mengambil peran utama dalam penggunaan uang rupiah digital melalui platform pembayaran digital milik pemerintah seperti DIGIPay, yang nantinya akan berkolaborasi dengan Bank Indonesia selaku pencipta uang rupiah digital.
Penciptaan uang rupiah digital, tentunya tidak akan menghilangkan sama sekali uang rupiah, walaupun berdasarkan survey terbaru World Economic Forummemprediksi sekitar 10% dari total GDP global akan tersimpan dalam aset digital. Platform pembayaran pemerintah di masa depan, harus dapat mengakomodir pembayaran tagihan kepada negara dalam bentuk uang rupiah konvensional maupun digital ( Ledgermatic, salah satu sistem digital treasury managementyang dapat mengakomodir penggunaan uang konvensional dan digital secara bersamaan). Dari sisi penerimaan , Modul Penerimaan Negara (MPN) di masa depan tentunya juga harus dapat menerima pembayaran pajak dan PNBP dalam uang rupiah digital.
Kemampuan sistem dan manajemen (treasury management system) pelaksanaan/pengelolaan APBN dalam mengakomodir penggunaan uang rupiah digital akan menjadi dukungan yang besar dalam menumbuhkan kepercayaan publik terhadap rupiah digital yang diciptakan Bank Indonesia. Kepercayaan publik merupakan jangkar dalam kesuksesan uang digital. Perubahan besar atas penggunaan uang digital adalah kecepatan dalam penyelesaian transaksi khususnya transaksi lintas batas negara. Penggunaan teknologi blockchain akan meningkatkan efisiensi baik dari sisi sistem maupun biaya dalam pemrosesan transaksi internasional.
Jika antar bank sentral penerbit mata uang digital menjalin kesepakatan dalam pemrosesan transaksi lintas negara dengan menggunakan uang digital (CBDC) melalui mekanisme swap , ketergantungan terhadap sistem SWIFTdengan US Dollar sebagai mata uang utamanya dalam pemrosesan transaksi keuangan lintas negara akan semakin berkurang. Hal ini tentu memberi keuntungan tersendiri bagi DJPb dalam melakukan pembayaran terhadap tagihan-tagihan dalam valuta asing jika menggunakan Rupiah digital terutama dari sisi kecepatan pemrosesan dan efisiensi biaya transfer karena transaksi langsung diproses antar Bank Sentral ( direct swapping digital currency). Transformasi Digital Treasury yang saat ini dijalankan DJPb merupakan, momentum positif yang harus terus dikembangkan dalam beradaptasi di era mata uang digital.
Kristalina Georgieva, IMF Managing Director, menyimpulkan 3 pelajaran berharga yang bisa diambil dari pengalaman berbagai negara dalam pengembangan CBDC yaitu (i) strategi pengembangan CBDC harus sesuai dengan lanskap ekonomi keuangan masing masing negara (no one size fits all), (ii) kestabilan sistem keuangan dan perlindungan privasi menjadi poin penting dalam mendesain CBDC dan (iii) pengembangan CBDC perlu didukung kebijakan yang komprehensif dan saling mendukung dari seluruh pemangku kepentingan. Dirgahayu Uang Republik Indonesia ke-77. (*)