Penulis: Muhammad Akbar Ali (Pembaca Buku dan Penikmat Kopi)
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Ketika saya berdiskusi dengan salah satu Guru Besar Universitas Halu Oleo Kendari, ada satu pernyataan beliau yang membuat jiwa dan pikiran terenyuh. Beliau menilai, sarjana hari ini sangat jauh berbeda dengan generasi sarjana terdahulu.
Bahkan sangat jauh. Kendati tidak semua, namun rata-rata sarjana hari ini banyak tidak berkualitas, atau hanya sebatas formalitas semata, tak lebihnya sarjana abal-abal.
Bagaimana tidak, saat melihat hasil karya tugas akhir ataupun diajukan pertanyaan seputar mata kuliah dasar kosentrasi ilmunya pun sangat sedikit dan bahkan amat banyak menjawab sesukanya tanpa menyentuh substansi pertanyaan.
Keadaan ini sangat memprihatinkan. Disatu sisi, keterampilan dalam berkomunikasi hampir nol besar, padahal mereka adalah calon-calon pembaharu masa depan. Pemimpin perubahan di tengah-tengah masyarakat yang akan memperbaiki keadaan negeri ini ke arah leboh baik.
Adapun mahasiswa yang bisa, tetapi gaya dalam berbicara sangat monoton dan tidak berbobot. Itu tandanya mahasiswa tersebut sangat jarang membaca buku atau sama sekali tidak membaca. Kegiatannya dominan bergelut di media sosial, drama korea, sinetron, selfi, atau aktifitas lainya yang tidak menstimulus kualitas diri.
Sekelumit pernyataan tersebut adalah resume dari ungkapan beliau yang sesungguhnya masih banyak yang beliau lontarkan dalam diskusi hari itu. Pernyataan yang lebih keras dan menyayat hati.
Kembali pada pernyataan beliau di awal, terlepas benar dan tidaknya adalah persepsi masing-masing yang mengamati benar dan serius keadaan mahasiswa abad ini. Sebagai Guru Besar, tentu teori tersebut tidak dialogkan, tanpa ada pengamatan dan pertimbangan yang kuat dan mendalam.
Pada bagian lainnya, sebagai mahasiswa pun patut mengevaluasi diri atas status yang disandang. Mahasiswa masuk di perguruan tinggi semata agar mendapatkan pola pikir yang tinggi, jernih, dan lurus melalui berbagai pendalaman dan penguasaan beragam kosentrasi ilmu yang digeluti. Sehingga outputnya, benar-benar menjadi mahasiswa berkualitas, berintegritas dan cerdas.
Label demikian tidak akan di dapatkan jika hanya berkutat meratapi ilmu yang diberikan oleh dosen saat jam kuliah saja, tanpa di ikuti jam terbang tinggi belajar yang lebih pada aktivitas akademik lainnya. Tekun membaca buku yang sangat prioritas dan tambahan diskusi dengan orang-orang yang telah lebih dulu ahli dalam bidang ilmu yang sedang kita geluti.
Dan tidak ketinggalan pula, keharusan mahasiswa dalam berorganisasi. Meskipun ini kontroversial. Dalam area ini maka kita harus cermat melihat organisasi dengan cerdas. Sebab amat banyak organisasi yang tidak berkualitas yang menjerumuskan.
Berorganisasi adalah wadah untuk melatih potensi keterampilan diri, bersosial dan mengasah nalar menjadi pemimpin ideal. Dan tak kalah manisnya, agar kita menjadi mahasiswa yang semakin dewasa dan matang menata diri dan tentunya bertambah lihai dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Pada jalan ideal tersebut, pernyataan sarjana abal-abal akan luntur seiring tenggelamnya matahari di ufuk barat.