KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengakui terkecoh dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyebut putusan tersebut cacat hukum dan diselundupkan.
Hal ini disampaikan Yusril menanggapi putusan MK yang pada akhirnya meloloskan batas usia di bawah 40 tahun sepanjang pernah menjadi kepala daerah, bisa maju sebagai calon presiden maupun calon presiden. Hal ini karena tiga putusan MK di perkara sejenis justru menolak permohonan tersebut.
"Banyak orang terkecoh termasuk saya dengan putusan pertama, anggapan MK sebagai Mahkamah Keluarga tidak terbukti dan sebagai lembaga penjaga konsitusi. Sampai putusan keempat semua terhenyak, seperti sebuah kejutan besar dan antiklimaks dari putusan yang ada sebelumnya," ujar Yusril dalam Diskusi Kedai kopi bertajuk Menakar Pilpres Pascaputusan MK, Selasa (17/10).
Yusril menyebut putusan MK dengan perkara dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran cawapres ini sebagai putusan problematik. Hal ini karena putusan ini mengandung satu cacat hukum serius karena putusan ini mengadung penyelundupan hukum.
Yusril menjabarkan, putusan perkara tersebut bukan perkara bulat yakni disebut ada tiga hakim yang setuju, dua hakim concurring opinion (pendapat bersamaan) dan empat hakim disenting opinion (pendapat berbeda).
Jika disenting opinion itu artinya tidak setuju dengan putusan, tetapi concurring opinion adalah setuju dengan putusan hanya saja beda pendapat.
"Jadi menurut MK putusan ini bisa jadi 5-4, 3 itu setuju sepenuhnya, dua concurring artinya setuju juga 4 disenting makanya putusan kemarin 5-4," ujar Yusril.
Namun Yusril menyampaikan, dalam argumen yang dirumuskan MK, concurring opinion berasal dari 2 hakim konstitusi yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Namun dalam penjelasannya justru menunjukkan pendapat kedua hakim berupa disenting opinion.
Menurutnya, hakim Enny dan Daniel Foekh tidak setuju fase untuk seluruh kepala daerah karenanya, Enny membatasi hanya sepanjang yang bersangkutan gubernur dan mesti diatur lebih lanjut oleh pembentuk Undang-udang. Sedangkan, hakim Foekh mengatakan setuju hanya fase gubernur tanpa ada penjelasan lebih lanjut dari pembentuk UU.
"Kalau kita baca argumen yang dirumuskan di dalam concurring opinion itu bukan concurring tetapi itu disenting. Kenapa yang disenting dibilang concuring itu yang saya katakan diselundupkan. Diselundupkan yang concuring itu menjadi disenting jadi 5-4 kalau yang concurring itu benar-benar disenting itu putusan jadi 6-3, 6 disenting dan itu ditolak," ujar Yusril.
Namun demikian, kenyataannya putusan MK menyebut 5 setuju dan 4 disenting opinion. "Jadi kalau pendapat Ibu Enny dan Pak Foekh itu jelas hanya gubernur, tidak kepala daerah yang lain, kepala daerah termasuk bupati dan wali kota. Jadi pendapat Bu Enny dan Pak Foekh itu bukan pendapat councuring, tapi pendapat disenting jadi jelas putusan ini problematik," ujarnya. (jpg)