Penulis: Dr. La Ode Muh. Rusdin Jaya, S.IP., M.Si. (Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Provinsi Sultra)
Sejarah Singkat Hari Pangan Sedunia
Hari Pangan Sedunia diperingati setiap tahun pada 16 Oktober, tanggal ketika Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, didirikan pada tahun 1945. Peringatan ini menjadi penting, karena menyinggung tentang ketahanan pangan dunia. Tujuannya, untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat internasional, pentingnya penanganan masalah pangan, baik tingkat global, regional, dan nasional.
Prinsip utama yang dirayakan pada Hari Pangan Sedunia adalah peningkatan ketahanan pangan di seluruh dunia, terutama pada saat krisis. Ketersediaan bahan makanan merupakan salah satu hal penting yang harus dipenuhi agar masyarakat bisa hidup sehat. Tidak heran, apabila isu ketahanan pangan menjadi salah satu fokus pemerintah. Menurut FAO (2016), ketahanan pangan adalah kondisi dimana individu atau rumah tangga menerima akses secara fisik ataupun ekonomi untuk mendapatkan pangan bagi seluruh anggota rumah tangga dan tidak berisiko kehilangan keduanya.
Menurut Undang-undang No.18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan (sustainable).
Distannak Sultra dalam Tupoksi
Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distannak) Provinsi Sultra terus bergerak, menjalankan tugas pokok dan fungsinya, yakni melaksanakan kewenangan desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang tanaman pangan dan peternakan, mulai dari perencanaan, penyediaan dan pengembangan sarana pertanian, penyediaan dan pengembangan prasarana pertanian, pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian, serta penyuluhan pertanian.
Berdasarkan tupoksi tersebut, Distannak Provinsi Sultra terus bergerak untuk hadir di tengah masyarakat. Khususnya petani agar produksi dan produktivitas mereka terus meningkat. Bahkan di tengah berbagai ancaman dan tantangan. Sebut saja di masa pandemi, alhamdulillah kondisi surplus beras tetap dapat dipertahankan. Dan kali ini, pertanian kita tengah diuji dengan dampak perubahan iklim berupa fenomena El Nino.
Distannak Sultra memahami bahwa, sebagai garda terdepan dalam menjaga ketahanan pangan, petani harus terus didampingi dan difasilitasi agar merasakan kehadiran pemerintah dalam setiap aktivitas mereka. Setiap negara selalu berusaha untuk menjaga ketahanan pangan guna menghindari kelaparan dan ketidaksejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menjaga ketahanan pangan, bukan hanya diberlakukan untuk pemerintah, namun juga seluruh masyarakat, demi menjaga keseimbangan konsumsi dan produksi yang tersedia. Salah satu upaya untuk menjaga ketahanan pangan adalah melakukan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan, penganekaragaman pangan, atau penganekaan pangan adalah suatu usaha untuk mengajak masyarakat memberikan variasi terhadap makanan yang dikonsumsi, agar tidak terfokus hanya pada satu jenis saja.
Sultra sebagai Lumbung Benih Kedelai Indonesia Timur
Tanaman kedelai merupakan, salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara seperti kecap, tahu dan tempe, termasuk di Indonesia. Kedelai banyak digunakan sebagai bahan pangan selain tahu dan tempe juga untuk susu, bahan keju dan kecap. Sebagai salah satu sumber pangan yang sangat dibutuhkan, maka pengembangan dan produksi kedelai dalam negeri sangat perlu menjadi perhatian, mengingat kebutuhan kedelai kita sebagian besar masih dipenuhi dari impor.
Prospek pengembangan kedelai di Indonesia, khususnya Sultra sangat memungkinkan baik di lahan kering maupun di lahan sawah. Potensi lahan kering seluas 914.245 ha dan terdapat sekitar 281.692 ha lahan kering yang belum diusahakan. Dari total luasan lahan kering tersebut, potensi untuk pengembangan kedelai di Sultra yang terdiri dari tegalan/kebun seluas 302.637 ha dan lahan sawah yang ditanami 1 kali dan tidak ditanami seluas 14.886 ha. Luas panen kedelai pada tahun 2022 di sulawesi tenggara 5.410 ha. Produktivitas rata-rata yang dicapai berkisar 2,0 t/ha cukup baik dan sesuai dengan hasil penelitian beberapa jenis varietas kedelai nasional yang mencapai 2 – 3 ton pe hektar.
Pada tahun 2023 ini, Pemprov Sultra mendapat alokasi pengembangan kedelai dari Kemeterian pertanian seluas 12.000 ha. Berdasarkan potensi lahan dan produktifitas kedelai di Sulawesi Tenggara, maka pengembangan kedelai secara luas sangat memungkinkan untuk dilakukan.
Permasalahan Dihadapi dalam Pengembangan Kedelai
Ada 3 permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan kedelai di Sulawesi Tenggara yaitu : Pertama, Kultur Tekhnis. Dalam upaya peningkatan produksi kedelai adalah (1). Penggunaan vareitas benih yang kurang bermutu akibat tidak adanya penyedia benih insitu (2). Waktu tanam yang tidak tepat, (3). Populasi Tanaman dalam satuan luas tidak maksimal, (4) Pengelolaan kelembaban tanah atau lengas tanah tidak tepat, (5) Persiapan lahan yang kurang optimal (6) Pengendalian Organisme Pengganggu (OPT) yang kurang efektif dan (7) Penanganan pasca panen yang belum optimal.
Kedua, Pasar. Dalam beberpa tahun terakhir permasalahan pasar menjadi kendala utama pengembangan kedelai di Sulawesi tenggara, tapi sejak Tahun 2021 sampai sekarang masalah pasar perlahan sudah dapat diatasi dengan adanya off taker atau pembeli dari luar, sehingga untuk wilayah-wilayah tertentu seperti Konawe dan Konawe Selatan masalah pasar sudah tidak menjadi masalah. hanya saja wilayah lain di Sultra masalah pasar masih terkendala.
Ketiga, Minat Petani Menanam Kedelai Kurang.
Beberapa wilayah di Sulawesi Tenggara seperti Buton Utara, Kolaka dan dan Muna yang pernah menjadi daerah sentra kedelai di Sulawesi tenggara mengalami penurunan minat petani untuk menanam kedelai, hal ini disebabkan oleh permasalahan harga kedelai yang secara ekonomi kurang menguntungkan dibandingkan dengan komoditi lain sehingga banyak petani kedelai yang beralih menanam komoditas lain.
Lumbung Benih Kedelai di Sultra sebagai Salah Satu Upaya Menjaga Ketahanan Pangan
Beberapa poin penting yang ingin penulis sampaikan dari uraian sebelumnya, adalah sebagai berikut: Masalah pangan adalah persoalan serius yang melibatkan semua pihak, mulai dari hulu sampai hilir; Isu ketahanan pangan menjadi kebijakan beberapa stakeholder, antara lain pemerintah provinsi tentang skala kawasan, Dinas Ketahanan Pangan terkait Perda Pangan Lokal.
Pengembangan kedelai di Sultra merupakan salah satu upaya diversifikasi pangan. Potensi lahan untuk pengembangan kedelai di Sulawesi Tenggara sangat banyak terutama pada lahan sawah tadah hujan dan lahan tegalan atau kebun;
Kendala pengembangan kedelai selain kendala kultur teknis juga kendala pasar dan minat petani yang masih rendah. Secara ekonomi budidaya kedelai sat ini sangat menguntungkan jika dikelola dengan baik.
Mengingat umat manusia sepenuhnya bergantung pada makanan (pangan) maka sudah saatnya kita berhenti menyia-nyiakannya dan terus bergerak melakukan upaya untuk menjaga ketersediaannya. Selamat Hari Pangan Sedunia 16 Oktober. Mari bersama-sama kita lakukan aksi nyata untuk mewujudkan dunia tanpa kelaparan, khususnya daerah kita tercinta, Sulawesi Tenggara. Ambil langkah kecil untuk terciptanya ketahanan pangan guna terwujudnya kedaulatan pangan Indonesia. (*/KP)