KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Aktivitas pertambangan PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) mengundang perhatian sejumlah pihak. Kehadiran perusahaan yang berada di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) itu mendapat penolakan dari sebagian masyarakat di kawasan tersebut. Selain menuai kontra, tak sedikit pula warga justru memperlihatkan dukungannya. Upaya mediasi telah dilakukan berbagai pihak. Mulai dari Kepolisian Resort (Polres) Konsel, Wakil Bupati, Rasyid dan terbaru, Bupati, H. Surunuddin Dangga bersama sejumlah kepala OPD terkait, bahkan telah ke lokasi untuk menuntaskan pro dan kontra masyarakat.
Terlepas dari polemik tersebut, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Tolaki Indonesia (HIPTI) Sultra, Rusmin Abdul Gani, mengatakan, kegiatan perusahaan harus atas izin usaha pertambangan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM. Dalam kegiatan tersebut didukung dengan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
“Polemik pro dan kontra warga di Torobulu atas kegiatan pertambangan PT WIN itu tinggal kita lihat RKAB-nya saja. Kalau dalam RKAB menunjuk lokasi yang ditambang itu masuk, berarti memang menjadi bagian yang harus dikerja. Tetapi jika dalam aktivitas itu tidak masuk dalam RKAB, ya harus dihentikan,” pendapatnya, Selasa (10/10).
Rusmin Abdul Gani menambahkan, dalam mengeluarkan IUP dan RKAB, pemerintah telah memertimbangkan lokasi kegiatan pertambangan, termasuk dalam satu tahun anggaran berapa hektare yang harus dieksploitasi.
“Persoalan di Torobulu ini dengan aktivitas tambang PT WIN yang mendapat dukungan dan penolakan warga tidak harus lama dalam proses penyelesaiannya. Tinggal dilihat IUP dan RKAB,” ujarnya.
Rusmin mengaku jika dalam RKAB terdapat lokasi pertambangan dan bersentuhan dengan pemukiman warga serta fasilitas umum, maka PT WIN terlebih dulu melakukan relokasi. Artinya pemindahan pemukiman warga ke tempat lain dengan anggaran yang disiapkan perusahaan itu sendiri. Termasuk tak melupakan kewajiban reklamasi.
“Pihak PT WIN juga harus terbuka dan mau menunjukkannya. Karena kita tidak bisa berasumsi atau berdasarkan katanya. Harus melihat secara komprehensif,” pungkasnya. (c/ndi)