KPU Enggan Revisi PKPU Pencalegan Mantan Terpidana

  • Bagikan
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait penghitungan kuota keterwakilan perempuan dan masa jeda bacaleg mantan terpidana diputus Mahkamah Agung (MA) bertentangan dengan undang-undang (UU). Meski demikian, KPU tetap tidak mau merevisi peraturan itu.

Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan, pihaknya tak perlu melakukan revisi. Sebab, dia menilai bahwa dalam putusannya, MA sudah merumuskan sendiri ketentuannya. Termasuk membatalkan norma yang dibuat KPU. ’’Jadi, sudah berubah rumusan itu sesungguhnya,’’ ujarnya, kemarin.

Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, lanjut Hasyim, sebuah norma akan berubah tidak hanya melalui revisi. Namun, bisa juga lewat putusan yudisial. Dalam hal PKPU, dia menyebut normanya sudah diubah oleh MA. ’’Kan sudah clear,’’ tegasnya.

Hasyim menyatakan, KPU sudah mengirim surat dinas kepada parpol peserta Pemilu 2024 untuk menyesuaikan daftar bacaleg sesuai keputusan MA. Lantas, bagaimana jika parpol tidak patuh? Dia menyatakan, tidak ada sanksi apa pun. ’’Di UU tentang Pemilu tidak ada sanksinya. Kalau di undang-undang tidak ada sanksi, KPU kan tidak bisa memberi sanksi,’’ ungkapnya.

Sementara itu, peneliti Netgrit Hadar Nafis Gumay menilai sikap KPU yang hanya mengeluarkan surat dinas adalah tindakan keliru. Bahkan, terkesan menghindari tugas untuk melakukan perubahan PKPU. ’’Ini tentu tidak sesuai dengan prinsip berkepastian hukum yang harus dipegang KPU sebagai penyelenggara pemilu,’’ ucapnya.

Menurut Hadar, ketidakpatuhan pada putusan MA itu sangat berbahaya. Bahkan, hal itu termasuk pelanggaran kode etik yang mewajibkan penyelenggara tunduk pada hukum.

Hadar mengingatkan, keterwakilan perempuan merupakan prinsip affirmative action yang dijamin konstitusi. Fungsinya untuk mengoreksi dan memperbaiki persoalan diskriminatif. Karena itu, keengganan KPU melakukan revisi PKPU itu tak hanya mencederai mandat kebijakan tersebut, tapi juga berdampak pada kemunduran pencapaian indeks demokrasi dan indeks pembangunan gender (IPG). (far/c18/hud)

  • Bagikan