Tokoh Perubahan 2023, Birokrat Inovatif Bidang Pembangunan Sektor Pertanian
Ma'mul Djamal, SP., MSi., Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buton
Pemimpin Militan, Lokomotif Kesejahteraan Petani
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Potensi pertanian Buton begitu memadai. Hampir semua komoditas kebutuhan pokok bisa dijumpai di lahan-lahan para petani di tanah Wolio itu. Mulai dari padi, jagung, bawang hingga sayur mayur. Bertani pun menjadi sumber mata pencaharian yang mendominasi masyarakat di sana. Makanya, pemerintah daerah juga menjadikan pertanian sebagai sektor unggulan dan arah kebijakan prioritas.
Hasil panen yang meningkat, tentu tak lepas dari peran pemerintah daerah. Leading sektornya adalah dinas pertanian. Kepiawaian manajerial dari kepala dinasnya ditunjang kemampuan jajarannya akan sangat menentukan kualitas kerjanya. Hal ini yang tekah dibuktikan Ma'mul Djamal, seorang Kadis yang bekerja militan dalam tupoksinya. Keberadaannya di Dinas Pertanian telah memberi andil yang kongkret bagi pemberdayaan dan kemajuan para petani di tanah Wolio.
Sejak awal meniti karir sebagai pegawai magang, Ma’mul sudah berjibaku dengan dunia pertanian. Dari staf biasa hingga kemudian menduduki kursi kepala dinas. Puluhan tahun menjajal dunia petani membuatnya mempuni dalam segala aspek. Data petani, luasan lahan, kualitas tanah pertanian hingga komoditas unggulan di 92 desa kelurahan dan tujuh kecamatan, Ma’mul sudah hatam di luar kepala.
Ma’mul bukan sosok pejabat yang duduk manis di kantor. Meski memiliki kepala bidang hingga penyuluh lapangan, Ma’mul banyak menghabiskan waktu dengan turun langsung bertemu petani. “Petani saya anggap saudara dan sahabat. Sehingga mudah selami apa dan bagaimana mau mereka. Sejak dulu pola saya seperti itu. Dari kepala seksi sampai kepala dinas memang hoby di lapangan,” katanya.
Sejak 2021 lalu, Dinas Pertanian Buton dibawah kendali Ma’mul mendorong para petani mengembangkan tanaman pala dan kelapa genjah. Puluhan ribu bibit dua komoditas itu telah disalurkan. Dua hingga 3 tahun ke depan petani sudah bisa menuai hasilnya. Pala dan kelapa genjah adalah tanaman yang bernilai ekpor tinggi. Selain itu, masa panen pun bisa jangka panjang. Sehingga Petani diyakini bisa jauh lebih sejahtera ketimbang sekadar menanam tanaman jangka pendek seperti jagung dan sayur mayur.
“Kita siapkan bibitnya dengan syarat paling mudah. Cukup buat kelompok tani dan kita salurkan. Lalu untuk hasil maksimal kita juga menyiapkan bantuan alat pengedali hama tanaman,” kata Ma’mul. Untuk memastikan kualitas tanaman petani, Ma’mul aktif meninjau perkembangannya. Minimal sebulan sekali menemui mereka untuk sekedar melihat dan mendengar pengalaman dan keluhan petani. Karena itu, Ma’mul cukup familiar dengan ribuan petani di wilayahnya. Ia adalah sosok humble yang sangat bersahabat dengan petani.
“Masa tanam dan panen saya selalu sempatkan waktu turun melihat situasi,” terangnya.
Jika tak memiliki cukup waktu untuk menyambangi petani atau menghadiri pertemuan dengan penyuluh dan petani, Mul tak lantas ‘hilang’ dari jangkauan mereka. Sengaja ia membuat group dalam aplikasi whattapp untuk tetap bertukar informasi, memberi saran dan masukan untuk solusi dari berbagai permasalahan. “Misalnya saya sedang ada tugas luar daerah, maka bisa lewat group untuk menyahuti pertanyaan maupun hal-hal penting lainnya, saya dan pegawai saya, saya dan petani itu tidak ada sekat jadi nomor saya itu aktif 24 jam,” lanjut Mul.
Tak sampai disitu, saat ini Ma’mul tengah berjuang keras menjadikan Buton berswasembada beras. Ma’mul mengatakan, sebagai komoditas pokok, beras kerapkali menjadi pemicu inflasi. Olehnya itu, pemerintah daerah pun mencanangkan program swasembada beras pada 2025 mendatang. Itu dilakukan melalui pengembangan lima verietas padi unggulan di lahan-lahan potensial. Terkait itu Dinas Pertanian, kata Ma’mul, sudah melakukan uji coba di Kecamatan Kapontori dan Lasalimu Selatan. Itu melibatkan tenaga ahli dan pakar. “Telah dilakukan uji coba dengan menggunakan bibit unggul varietis Moeldolo 70 hari (M70D) dan pupuk ABG (Amazing Bio Growth). Hasilnya produktifitas tinggi, waktu panen singkat hanya 70 hari, kualitas beras enak dan pulen. Untuk fokus swasembadanya itu, kita pakai bibit varietasnya M70D,” urainya.
Kedepan akan ada varietas sidenuk, memberano, Inpari 41 Blas, dan cakrabuana sebagai alternatif. Namun dipastikan semuanya adalah benih unggul secara nasional baik rasa maupun produktifinya. Rencananya Pemda akan melakukan MoU dengan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung untuk mengawal proses tanam hingga panen benih tersebut.
Mul mengaku, tak mudah menjalani perannya sebagai kepala dinas pertanian. OPD yang dipimpinnnya itu merupakan gabungan dari empat instansi, yakni Perkebunan, Peternakan, Tanaman Pangan dan holtikultura, dan Penyuluhan Pertanian. Bagaimana berkeadilan dalam anggaran juga menjadi tantangan utamanya. “Prinsip saya kalau kita sudah ihlas untuk daerah, bismillah Allah mampukan. Tugas yang komplek anggaran yang terbatas, Alhamdulilah bisa kita optimal menjalaninya,” tutup Mul. (lyn/b)
Energi Perubahan Konkrit untuk Kemajuan Petani
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Di era disrupsi, setiap lembaga atau instansi membutuhkan pemimpin yang mampu mengantisipasi permasalahan yang kompleks dan mencari solusi yang tepat. Dinas Pertanian Kabupaten Buton sudah memilikinya. Sosok kepala dinas sudah memberikan energi perubahan yang konkrit untuk kemajuan para petani.
Ma’mul Djamal, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buton adalah pencetus inovasi pertanian di Kabupaten Buton. Ia meluncurkan terobosan yang dinamai “Pulsa Buton” pada tahun 2021 lalu. Pulsa Buton merupakan singkatan dari Pemberdayaan Penyuluh Pertanian Swadaya Buton.
Ma’mul Djamal menjelaskan, latar belakang lahirnya program itu adalah fakta bahwa di Buton keberadaan penyuluh pertanian sangat terbatas dan tidak sebanding dengan jumlah desa/kelurahan yang ada. Sehingga untuk memaksimalkan pendampingan kepada petani, dibentuklah penyuluh pertanian swadaya.
Penyuluh swadaya artinya penyuluh yang diangkat dari kelompok tani yang dianggap mampu dan sanggup mendampi penyuluh pertanian ASN di setiap wilayah. “Idealnya, setiap desa satu penyuluh pertanian. Sementara penyuluh yang ada di Buton saat ini kurang lebih 20 orang. Jumlah tersebut sangat minim mengingat banyaknya desa di Buton,” kata pria yang karib disapa Mul ini.
Pulsa Buton kemudian muncul sebagai solusi untuk pemerataan pendampingan terhadap para petani. Di awal penerapannya, pemerintah merekrut 37 orang sebagai penyuluh. Lalu sharing ilmu dengan penyuluh berstatus ASN. Tak terhenti disitu, Mul terus menyempurnakan program itu dengan memaksimalkan potensi yang ada. Mulai tahun ini, inovasi itu berlanjut dengan melatih anak magang untuk menjadi penyuluh pertanian lapangan (PPL).
“Ada impact lebih juga. Dengan aktif di lapangan, mereka lebih siap mengikuti seleksi ASN. Dan sudah banyak yang lolos PPPK tahun ini,” tambah Mul.
Berkat pendampingan berkelanjutan para penyuluh itu, kini para petani di Buton tak hanya bertani dengan cara-cara tradisional. Mereka sudah lebih modern denga memanfaatkan tehnologi dan strategi tanam yang lebih efektif dan efisien. Itu merupakan dampak jangka panjang yang sudah ditanamkan Ma'mul Djamal melalui aparaturnya di lapangan. (lyn/b)