La Ode Gomberto Pengusaha Kenamaan yang Pernah Putus Sekolah

  • Bagikan
Pengusaha Jasa Kontruksi, La Ode Gomberto (4 dari kanan) didampingi Konsultan Hukum La Ode Gomberto, La Ode Muhram Naadu (kiri) usai mengisi podcast di kanal youtube Kendari Pos Channel yang dipandu host Redaktur Politik Kendari Pos, Ramadhan (3 dari kanan) di Graha Pena, Sabtu (26/8). Turut mendampingi jajaran manajer Kendari Pos.
Pengusaha Jasa Kontruksi, La Ode Gomberto (4 dari kanan) didampingi Konsultan Hukum La Ode Gomberto, La Ode Muhram Naadu (kiri) usai mengisi podcast di kanal youtube Kendari Pos Channel yang dipandu host Redaktur Politik Kendari Pos, Ramadhan (3 dari kanan) di Graha Pena, Sabtu (26/8). Turut mendampingi jajaran manajer Kendari Pos.

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Tak ada pencapaian hebat yang lahir dari zona nyaman. La Ode Gomberto, Founder PT Mitra Pembangunan Sultra, sudah membuktikannya. Pria asal Kabupaten Muna itu harus melalui jalan gelap dan getirnya hidup sebelum menjadi pengusaha konstruksi kenamaan.

Gomberto lahir dari keluarga yang sangat miskin di Desa Wakenta (kala itu). "Saya lahir dari keluarga miskin dan bisa dibilang di bawah garis kemiskinan," ungkap Gomberto bernostalgia dalam podcast di Kendari Pos Channel yang dipandu host Ramadhan, Redaktur Kendari Pos, Sabtu (26/8), lalu.

Pria kelahiran tahun 1969 itu tak mendapatkan asupan gizi yang layak, dan hampir menderita busung lapar. Anak ke-4 dari 8 bersaudara itu tetap bertahan hidup, meski diperhadapkan situasi yang sangat sulit.

Ia masih ingat pada tahun 1971, ada program pemerintah mengenai pertukaran penduduk. Masyarakat Muna yang mendiami wilayah bagian timur dipindahkan ke bagian barat. Kondisi itu membuat situasi kehidupan dan perekonomian sangat miris.

Kedua orang tuanya bertani dengan sistem membuka lahan secara nomaden. Saat duduk di bangku SD, ia harus membantu orang tuanya bertani. Namun Gomberto tak pernah menyalahkan takdir. Saat akan naik kelas dua di SDN 2 Lasiohao ia putus sekolah dan memilih membantu orang tua berkebun di hutan. Gomberto hampir tak punya masa depan. Ia hanya tahu, berkerja keras untuk menyambung hidup.

Saat putus sekolah, ia didatangi guru dan kepala sekolah, ditawari melanjutkan pendidikan. Ia tak mau bila harus duduk di bangku Kelas 2, namun melanjutkan di Kelas 2, sesuai usianya dan teman-temannya.

Memasuki tahun ajaran baru, guru kembali menawari Gomberto untuk bersekolah. Lagi-lagi ia menolak karena harus duduk di bangku Kelas 3. Ia mau bila langsung menempati Kelas 4. Permintaan yang ia ajukan diterima sekolah. "Jadi saya tidak duduk di bangku Kelas 2 dan 3. Tapi langsung Kelas 4," ungkapnya.

Saban pagi, Gomberto membantu orang tua bertani. Siang sekolah. Ia tak punya waktu bermain, seperti anak seusianya. Ia juga tak pernah belajar, selain di sekolah. Namun Gomberto diberi kelebihan. Ia piawai dalam pelajaran matematika.

"Saya hanya senang pelajaran matematika. Saat di Kelas 4, kalau sudah pelajaran matematika, saya biasa dipanggil membantu siswa Kelas 5 mengerjakan soal. Saya cubit telinga siswa Kelas 5 (jika salah mengerjakan soal,red)," nostalgia Ketua DPC Gerindra Muna itu.

Gomberto melanjutkan pendidikan di SMPN Ulubalano (kini SMPN 1 Kabawo). Setiap pagi ia berjalan kaki dan melahap jarak 4 kilo meter. Pergi dan pulang. Bertelanjang kaki menyusuri jalan bebatuan. Sepatunya ditenteng. Khawatir sepatunya lekas rusak karena dipakai berjalan kaki. Apalagi sepatu ia beli dengan menjual katepi (tapis) yang ia buat dari bambu.

"Saya sekolah tidak dibiayai oleh orang tua. Tidak pernah dibelikan pensil dan buku. Tapi banyak ilmu yang saya timba dari orang tua, seperti bekerja adalah bagian dari ibadah," kata Gomberto. Karena tidak punya alat tulis, ia membantu teman-temannya menulis nama dikertas atau di paha. Ia dibayar dengan kertas dan pensil yang dibagi 2 oleh teman dibantunya.

Selama berjalan kaki ke SMP, ia biasa melihat teman-temannya yang punya sepeda. Ia terinspirasi untuk punya sepeda sendiri. Naik di Kelas 2 SMP, ia pindah ke Kota Raha. Karena tak ada yang urus, ia memilih masuk di SMP Laiworo sambil menjadi kuli (buruh) bangunan. "Pagi saya kerja sebagai kuli bangunan. Siang masuk sekolah," ungkapnya.

Karena kerja setengah hari, ia diupah Rp2 ribu. Saat itu ia berhasil mengumpulkan uang Rp29 ribu. Ia pun mampu membeli sepeda bekas seharga Rp20 ribu. Karena berhasil membeli sepeda, ia mengayuh sepeda dari Kota Raha hingga ke Desa Benda untuk memperlihatkan kepada orang-orang kalau ia juga sudah punya sepeda. Meski sekolah sambil bekerja, ia juga berprestasi secara akademik. "Alhamdulillah saya tidak pernah juara 2," kelakarnya.

Gomberto yakin kemampuan matematika yang ia miliki mengantarkannya sampai pada titik saat ini. Baginya, matematika digunakan pada disiplin ilmu dan profesi manapun. Entah itu politik, petani, jurnalis, PNS, pegawai swasta dan sebagainya.

Gomberto mengaku gemar matematika karena ilmu pasti. Ia mencontohkan didatangi marketing perbankan dan ditawari untuk deposit dalam bentuk kurs dolar. Nilai uang rupiahnya akan bertambah jika nilai dolar naik. Ia menolak tawaran itu karena masih bersifat pengandaian.

Setelah lulus SMP, ia masuk STM Raha. Rupanya, gedung STM Raha yang dibangun tahun 1988 itu, ia menjadi salah satu pekerjanya saat masih SMP. Di STM, ia mengambil jurusan mesin otomotif. Selama sekolah, ia tak pernah melihat busi motor. "Hanya belajar teori saja. Nanti setelah lulus STM, baru lihat busi," ujarnya sambil tertawa.

Lulus dari STM, ia merantau di Kendari dan menjadi tenaga honorer di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sultra sambil menjalani pendidikan di Teknik Sipil Unsultra. Namun ia berhenti kuliah saat sudah semester 7 karena terkendala biaya. Ia balik ke kampung menjalani aktivitas sebagai buruh bangunan. Upah yang dikumpulkannya digunakan mendirikan perusahaan konstruksi berbendera CV.Mitra Bangunan pada 1997, kini menjadi PT Mitra Bangunan Sultra.

Gomberto merasa tidak lebih hebat dari pengusaha penyedia jasa yang lain. Namun usaha yang ia lakoni, sangat dicintainya. Bagi dia, profesi apapun, yang terpenting adalah mencintai pekerjaan itu. Dengan begitu, ia yakin akan mendapatkan hasil yang maksimal.

"Tidak harus kita mengejar sesuatu yang hebat, cukup kita concern. Di mana pun profesi kita, apakah dia sebagai petani, pedagang, pegawai swasta, pegawai negeri atau sebagai kontraktor sepanjang kita tunjukkan yang namanya loving my carrier, kecintaan terhadap yang kita kerjakan. Maka Insya Allah kita akan sukses di bidang yang kita kerjakan," beber Gomberto. (dan)

  • Bagikan

Exit mobile version