PLN Pastikan Kontrak Kerja ULP Sudah Diproses

  • Bagikan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Baubau memberi respon atas ancaman mogok yang disuarakan Serikat Pekerja Mitra. Pihak PLN memastikan membuka ruang dialog dan komunikasi terhadap pekerja. Hal itu disampaikan Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Sulselrabar, Ahmad Amirul Syarif.

“Kami sangat terbuka dan berterima kasih dalam menerima aspirasi serikat pekerja mitra PLN di Baubau,” katanya, kemarin.

Menurutnya, saat ini proses pengadaan jasa untuk kontrak pekerjaan baru tersebut sedang berlangsung. “Untuk itu kami membuka ruang dialog untuk tetap berkomitmen pada prinsip “Good Corporate Governance”.

Dalam hal ini PLN juga memastikan hak dan kewajiban tenaga alih daya di dalam kontrak tersebut akan disesuaikan dengan kondisi terkini. Kami memastikan bahwa layanan kelistrikan kepada pelanggan tetap berjalan lancar,” ungkap Ahmad Amirul Syarif.

Sebelumnya, ratusan pekerja Unit Layanan Pelanggan (ULP) mengancam mogok kerja jika perpanjangan kontrak mereka tak kunjung mendapat kejelasan. Koordinator Petugas ULP pada PLN Baubau, Wawan Wiardi, mengaku kontrak kerja mereka sudah selesai pada 2022 lalu. Sejak Januari 2023, pihaknya bekerja tanpa gaji layak lagi karena alasan belum ada kontrak baru. “Janjinya ini dari bulan Januari sampai sekarang sudah Agustus 2023 tidak ada kepastian,” kata Wawan, sebelumnya.

Ia mengaku, pihaknya sudah lama menahan diri sesuai permintaan UP3. Namun janji yang akan memberi kepastian pada 1 Agustus lalu juga tak terealisasi. Bahkan Kamis 3 Agustus, pihaknya sudah memenuhi undangan UP3 untuk diskusi.

“Namun tidak ada hasilnya, tetap ngambang. Alasannya pemenang lelang di wilayah (PLN regional Maksasar) belum rampung karena ada sanggahan. Tapi kami juga tidak bisa menunggu itu untuk diberi kepastian,” lanjutnya.

Dia melanjutkan, meski belum mendapat kerja baru, hingga saat ini petugas ULPA KotaÂaBaubau masih bekerja dan memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan. Mereka masih menerima gaji di bawah standar upah minimum regional (UMR). “Sudah delapan bulan kerja seperti ini, dengan gaji kecil sementara kebutuhan besar. Beban kerja dan risikonya juga besar. Itu sangat tidak ideal,” keluh Wawan. (b/lyn)

  • Bagikan