KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Kemiskinan memang masih menjadi persoalan di Kolaka Utara (Kolut). Namun status otorita itu sebagai salah satu dari lima daerah miskin ekstrem di Sulawesi Tenggara (Sultra), patut ditinjau kembali. Dari hasil verifikasi ulang penduduk miskin, banyak ditemukan kejanggalan data. Tidak sedikit keluarga yang dikategorikan mampu, tercatat menerima bantuan langsung tunai (BLT). Bahkan ada yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal data penerima bantuan ini menjadi salah satu indikator pemerintah menetapkan angka kemiskinan.
Asisten I Sekretariat Kabupaten (Setkab) Kolut, Mukhlis Bahtiar, mengaku, pihaknya tengah melakukan validasi terhadap penduduk miskin. Dari data sementara, jumlah keluarga yang dikategorikan miskin ekstrem berkurang signifikan. Hanya saja, ia belum bisa memastikan angka pastinya. Pasalnya, data yang dimiliki belum final. Sejauh ini, proses validasi masih berlangsung. Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya, penduduk miskin ekstrem di Kolut mencapai tujuh ribuan orang.
"Dari hasil diskusi dengan BPS, angka penurunannya mencapai 40 persen. Tujuh ribu warga miskin ekstrem yang dirilis BPS bukanlah angka sebenarnya. Dari hasil verifikasi, banyak data manipulatif. Modusnya, bermacam-macam. Salah satunya memecah kartu keluarga (KK)," ungkap Mukhlis Bahtiar, usai memimpin rapat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di aula Bappeda Kolut, Jumat (4/8).
Tujuan memecah KK lanjut mantan Kepala Badan Keuangan dan Aset (BKAD) Kolut itu, tak lain agar kebagian bantuan. Apalagi pemerintah cukup giat menyalurkan program saat dan pasca pandemi covid. Misalkan, dalam sebuah keluarga tinggal mertua/orang tuanya atau menantu, maka agar bisa masuk kategori miskin, dipecahlah KK baru. Padahal secara ekonomis keluarga ini berkecukupan. Ironisnya, ada ASN yang memisahkan KK dengan suaminya yang non-ASN agar bisa mendapatkan bantuan.
Kerancuan data ini sambung Ketua Korpri Kolut tersebut, dimulai ketika Pemerintah Pusat mengancam akan mengalihkan BLT. Pihak desa diultimatum untuk segera mengoptimalkan penyaluran bantuan. Jika kurang dari 40 persen, bantuannya akan dialihkan ke desa lain. Karena tak ingin dialihkan, banyak keluarga yang memecah KK-nya agar kuota yang diberikan pusat terpenuhi. Dokumen KK yang manipulatif ini sementara diperbaiki.
"Kami akui kemiskinan tetap ada di Kolut. Tapi kalau angka rilnya tidak sampai 7 ribuan. Dari pertemuan ini, BPS mengakui angkanya janggal. Secara kasat mata, tingkat ekonomi masyarakat Kolut di atas dengan daerah lain di Sultra. Temuan ini menjadi atensi untuk ditindaklanjuti. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Bappeda agar data kemiskinan ini bisa validasi. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan data pastinya. Sebab itu akan menjadi rujukan program pemerintah tahun 2024. Data hasil validasi selanjutnya akan dikirim ke Bappenas," pungkasnya. (mal)