Sekjen Andap Dampingi Menteri Yasonna Jadi Pembicara Utama Dalam Konferensi Internasional di Oxford

  • Bagikan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID-Menteri Hukum dan Ham (Menkumham), Yasonna Laoly menjadi pembicara utama dalam konferensi internasional di Oxford. Dalam pertemuan itu, Menteri Yasonna didampingi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkumham, Andap Budhi Revianto, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Cahyo Muzhar dan juga Staf Khusus Bidang Hubungan Luar Negeri, Linggawati.

Konferensi ini, diselenggarakan Pusat Internasional untuk Studi Hukum dan Agama, Universitas Brigham Young, bekerja sama dengan Sekolah Hukum Notre Dame dan Universitas Oxford.

Konferensi ini bertujuan, menggalang dukungan global, untuk menetapkan Hari Martabat Manusia melalui Resolusi Majelis Umum PBB. Resolusi PBB ini, akan memberikan pengakuan atas martabat manusia, sebagai hak asasi manusia yang paling fundamental.

Tema yang diangkat dalam konferensi ini: Perspektif Peradaban Mengenai Martabat Manusia (Civilizational Perspectives on Human Dignity). Dihadiri sekitar 150 peserta dari berbagai negara, yang merupakan para Ahli Hukum Internasional dan pejuang HAM internasional.

Tampil sebagai pembicara utama, Menteri Yasonna banyak berbicara tentang human dignity (martabat manusia). Dia menjelaskan, isu martabat manusia dapat dilihat dari berbagai konteks berbeda karena keragaman budaya. Namun, tidak menghapuskan persamaan bahwa, setiap manusia berhak mendapatkan perlakuan yang terhormat tanpa dibeda-bedakan.

“Persepsi berbeda tentang martabat manusia, tidak menghapuskan fakta bahwa semua individu, berhak diperlakukan secara terhormat. Terlepas dari latar belakang, ras, jenis kelamin, atau status sosial seseorang,” ungkap Yasonna dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 28 Juli 2023.

Lebih jauh Yasonna menjelaskan, martabat manusia memiliki keterkaitan dengan keadilan sosial dan perlakuan yang adil.

Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly menjadi pembicara utama dalam konferensi internasional di Oxford.

“Konsep martabat manusia sangat terkait dengan Hak Asasi Manusia. Karena HAM menciptakan tatanan yang menjunjung martabat setiap manusia,” jelasnya.

Masih dalam konferensi itu, Yasonna menjelaskan, pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas perlindungan HAM di Indonesia, ditujukan pada kelompok paling rentan dan terpinggirkan. Kelompok ini termasuk orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, fakir miskin, dan penyandang disabilitas.

"Salah satu program yang diluncurkan pemerintah Indonesia adalah pemberian bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu, sebagai bentuk akses terhadap keadilan yang merata bagi semua masyarakat," bebernya.

Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly (lima dari kanan) didampingi Sekjen Andap Budhi Revianto (dua dari kanan) dan jajaran foto bersama peserta konferensi.

Selain itu, tambah Yasonna, pemerintah Indonesia juga menjamin kebebasan beragama bagi segenap masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dalam Pancasila sebagai dasar dan falsafah resmi negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Tindak lanjut dari konferensi Oxford ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah “Konferensi Internasional tentang Literasi Agama Lintas Budaya”, bekerja sama dengan Brigham Young University Law School, Sekretariat Internasional Kebebasan Beragama, dan Templeton Religion Trust, pada tanggal 13 -14 November 2023 di Jakarta.

Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dengan tema: Martabat Manusia dan Aturan Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif.

Diskusi dengan Mahasiswa Indonesia

Selain itu, pada hari yang sama disela kunjungan kerjanya ke Oxford University, Menteri Hukum dan HAM menyempatkan diri bertemu 100 mahasiswa dari beragam universitas yang tergabung dalam Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Oxford, serta diaspora Indonesia yang tinggal di Inggris.

Yasonna mendiskusikan berbagai isu, khususnya yang berkaitan dengan tugas fungsi Kementerian Hukum dan HAM, seperti keimigrasian dan kewarganegaraan.

Dalam isu keimigrasian, Yasonna menjelaskan, saat ini pemerintah Indonesia memberikan fasilitas keimigrasian bagi diaspora dan repatriasi ex Warga Negara Indonesia melalui Izin Tinggal Keimigrasian (ITK).

Selain itu, pemerintah Indonesia akan mengeluarkan kebijakan baru, mengenai Golden Visa atau Visa Rumah Kedua sebagai upaya untuk menarik tenaga profesional dan pebisnis, untuk tinggal di Indonesia dalam waktu yang lama sesuai ketentuan berlaku.

“Kebijakan terbaru adalah Visa Rumah Kedua. Indonesia mengincar pelintas-pelintas berkualitas untuk berinvestasi dan memberikan keuntungan kepada Indonesia,” bebernya.

Untuk ex Mahasiswa Indonesia Ikatan Dinas (MAHID), pemerintah telah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat. Melalui kebijakan ini, Kemenkumham dapat memberikan kemudahan fasilitas keimigrasian bagi ex. MAHID yang ingin kembali ke Indonesia.

Mengenai isu kewarganegaraan, Yasonna menyampaikan kepastian hukum bagi anak-anak berkewarganegaraan ganda, dimana Presiden Joko Widodo pada tanggal 31 Mei 2022 telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 21 tahun 2022 yang mengatur tentang Kewarganegaraan.

“Dengan PP ini, anak-anak hasil perkawinan campur yang lahir sebelum berlakunya UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, dan anak yang lahir di negara Ius Soli, dapat memperoleh Kewarganegaraan RI melalui mekanisme permohonan pewarganegaraan kepada Presiden paling lambat 2 tahun setelah PP disahkan, yaitu 31 Mei 2024 nanti,” terangnya.

Yasonna berpesan, agar pelajar Indonesia di Oxford, memanfaatkan kesempatan belajar dengan baik. Sehingga, dapat meningkatkan kemampuan akademik, maupun interaksi dengan lingkungan sekitar. Hal itu akan menjadi bekal untuk masa depan. Sehingga, dapat berkontribusi pada pembangunan Indonesia pada saat kembali ke Indonesia. (*/KP)

  • Bagikan