--Fokus Transformasi Manajemen ASN
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Uji publik revisi Undang-undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara perdana dilaksanakan di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang, Rabu (26/07). Ada tujuh kluster yang menjadi pembahasan dalam RUU ini. Semuanya menjadi bagian dari konsep besar transformasi manajemen ASN, termasuk di dalamnya terkait digitalisasi manajemen ASN serta penyelesaian tenaga non-ASN.
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Alex Denni menerangkan, RUU ini disusun untuk menciptakan organisasi pemerintah yang lincah dan berujung pada kesejahteraan ASN. "Harapannya, revisi undang-undang ini bisa menciptakan ASN yang profesional, serta organisasi pemerintah yang lebih lincah mengikuti dinamika global," ujar Alex dalam paparannya.
Revisi UU ini merupakan inisiatif yang dilakukan oleh DPR. Pemerintah pun menyambut baik usulan parlemen tersebut.
Sebanyak tujuh kluster menjadi fokus revisi UU ASN, yang terdiri atas pembahasan terkait Komisi ASN; penetapan kebutuhan PNS dan PPPK; Kesejahteran PPPK, pengurangan ASN akibat perampingan organisasi; penyelesaian tenaga non-ASN, digitalisasi manajemen ASN; serta ASN di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Salah satu kluster yang menjadi perbincangan masyarakat adalah penyelesaian tenaga non-ASN. Pemerintah dan DPR kini terus mengintensifkan pembahasan penyelesaian tenaga non-ASN yang jumlahnya telah membengkak hingga mencapai 2,3 juta orang se-Indonesia, membengkak dari proyeksi sebelumnya yang berkisar 400.000 karena semakin banyak instansi terutama daerah merekrut tenaga non-ASN. Jumlah tenaga non ASN sebanyak 2,3 Juta yang ada saat ini juga paralel akan diaudit oleh BPKP bersama-sama BKN.
Alex kembali menegaskan bahwa pemerintah dan DPR punya beberapa prinsip dalam penyelesaian masalah ini. Pertama, adalah tidak boleh ada pemberhentian massal.
"Maka 2,3 juta non-ASN ini kita selamatkan dan amankan dulu agar bisa terus bekerja. Secara paralel terus mendorong tenaga non-ASN masuk menjadi ASN melalui prosedur yang diatur bertahap, misalnya pada rekrutmen tahun 2023 ini yang akan segera dibuka, dan rekrutmen tahun-tahun berikutnya," ujar Alex.
Prinsip kedua adalah skema yang dijalankan harus memastikan pendapatan non-ASN tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini. Salah satunya dengan mengatur skema kerja yang adil dan tepat. "Misalnya ada tenaga non-ASN yang jenis keahlian dan kebutuhan instansinya diperlukan pada waktu yang bisa disepakati bersama. Ini menguntungkan pegawai yang bersangkutan, karena dia mendapatkan pendapatan yang adil. Tentu tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini," ungkap Alex.
Prinsip ketiga adalah memperhitungkan kapasitas fiskal yang dimiliki pemerintah. “Sehingga kita bisa menciptakan keberlanjutan program pemerintah,“ ujarnya.
RUU ini disusun dengan harapan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dalam manajemen ASN secara keseluruhan. Tujuan akhirnya adalah menciptakan ASN profesional yang berjiwa melayani, dan membawa Indonesia menjadi negara maju.
Hal lain yang dijelaskan adalah tidak lagi ada pandangan yang menganggap bahwa PNS tidak bisa dipecat. "Ada bab yang menekankan bahwa kinerja sebagai komponen penting yang bisa memberhentikan PNS," tegas Alex.
Alex mengungkapkan, revisi UU ini memiliki tujuan agar pemerintah bisa menjawab tantangan jangka pendek, menengah, dan panjang. “Soal peningkatan kapasitas ASN, mobilitas yang fleksibel, hingga manajemen yang semakin terdigitalisasi menjadi bagian integral dalam RUU ini,” ujar Alex. (jpg)