Kejati Sultra Tahan 2 Oknum Pejabat Kementerian ESDM

  • Bagikan
Tim penyidik Kejati Sultra berhasil meringkus dan menahan 2 tersangka dugaan korupsi pertambangan ilegal di Konut. Tersangka SM (kanan) dan EVT (2 dari kiri), adalah oknum pejabat Kementerian ESDM RI. Kedua tersangka mengenakan rompi merah dan tangan diborgol, lalu ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Senin (24/7), kemarin. (KEJATI SULTRA)
Tim penyidik Kejati Sultra berhasil meringkus dan menahan 2 tersangka dugaan korupsi pertambangan ilegal di Konut. Tersangka SM (kanan) dan EVT (2 dari kiri), adalah oknum pejabat Kementerian ESDM RI. Kedua tersangka mengenakan rompi merah dan tangan diborgol, lalu ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Senin (24/7), kemarin. (KEJATI SULTRA)

--Terkait Dugaan Korupsi Pertambangan Ilegal di Konut
--Diduga Menerbitkan RKAB Pertambangan Tahun 2022

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Kerja maraton tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra dalam menyingkap tabir pelaku mafia tambang di Konut kembali membuahkan hasil. Lagi-lagi, anak buah Kepala Kejati (Kajati) Sultra, Dr.Patris Yusrian Jaya berhasil meringkus dan menahan 2 tersangka. Tak tanggung-tangung, 2 tersangka itu adalah oknum pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan, MH mengatakan, 2 tersangka itu adalah inisial SM. Ia merupakan Kepala Geologi Kementerian ESDM dan mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM). Lalu, tersangka kedua berinisial EVT yang bertugas sebagai evaluator RKAB pada Kementerian ESDM.

Menurut Asintel Ade Hermawan, kedua tersangka diduga ikut berperan atas perkara dugaan korupsi pertambangan ilegal di atas wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT.Antam UBPN Konawe Utara (Konut) dengan modus dokumen terbang yang diduga menyebabkan kerugian keuangan negara.

"Tim penyidik Kejati Sultra kembali menetapkan 2 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada wilayah IUP PT. Antam UBPN Konut,” ujar Asintel Ade Hermawan kepada Kendari Pos, Senin (24/7), malam.

Asintel Ade Hermawan menjelaskan, awalnya tersangka SM dan EVT diperiksa sebagai saksi di Gedung Bundar Pidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta. "Selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan untuk sementara di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,”jelasnya.

Kedua tersangka segera diterbangkan dari Jakarta untuk ditahan di Rutan Kendari untuk menjalani proses hukum selanjutnya. "Kalau tidak ada kendala, besok (hari ini, red) kedua tersangka dan satu orang tersangka sebelumnya berinisial WAS akan segera diterbangkan ke Kendari," ungkap Asintel Ade Hermawan.

Berdasarkan hasil penyidikan, tersangka SM dan EVT diduga telah memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT. Kabaena Kromit Pratama (KKP). Termasuk beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lainnya disekitar Blok Mandiodo, Konut tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.

"Padahal perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di wilayah IUP-nya. Sehingga dokumen RKAB tersebut (dokumen terbang) dijual kepada PT. Lawu Agung Mining (PT.LAM) yang menambang di IUP PT. Antam UBPN Konut, seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT. KKP dan beberapa perusahaan lain yang mengakibatkan kekayaan negara berupa ore nikel milik negara di PT. Antam UBPN dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT. LAM, PT. KKP dan beberapa pihak lain,” jelas Asintel Ade Hermawan.

Sebelumnya penyidik Kejati Sultra telah menetapkan 5 tersangka yaitu GM PT. Antam UBPN Konut, Hendra alias HW. Lalu, Dirut PT. KKP Andi Adriansyah (AA). Selanjutnya, Pelaksana Lapangan PT.LAM, Glen (GL), Dirut PT. LAM, Ofan Sofwan (OSN) dan pemilik saham mayoritas PT. LAM, Windu Aji Sutanto (WAS). Dengan penetapan 2 tersangka baru, SM dan EVT maka penyidik telah menetapkan 7 orang tersangka, dan penyidikan masih terus kembangkan.

"Dari keseluruhan aktivitas penambangan nikel di Blok Mandiodo menurut perhitungan sementara auditor telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 triliun," tandas Asintel Ade Hermawan. (kam/b)

  • Bagikan