Basiran Minta Fatwa Kemendagri

  • Bagikan
Basiran

--Soal Penolakan LKPj Bupati oleh DPRD

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Hubungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buton, belum harmonis. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) bupati atas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2022, ditolak oleh anggota dewan pada medio Juni lalu. Hingga kini polemik itu belum juga menemui jalan tengah. Imbasnya, Pemkab Buton terancam tanpa APBD Perubahan tahun ini.

DPRD melalui Wakil Ketua, La Ode Rafiun, sempat memberi peluang jika pihaknya masih bisa merubah putusan itu jika pihak eksekutif membuka ruang diskusi untuk membahas masalah-masalah daerah bersama.

“Masih memungkinkan (merubah putusan) demi kepentingan daerah. Pembahasan ini belum final, masih dibutuhkan harmonisasi dengan Pemerintah Provinsi. Kalau memang Pemkab inginkan Perkada, ya tidak perlu dilakukan rapat konsultasi tersebut. Itu artinya pemerintah tidak mampu menjaga komunikasi yang baik dengan Forkopimda termasuk DPRD,” jelas Rafiun.

Menanggapi hal itu, Pj. Bupati Buton, Basiran, memilih mengadukan polemik itu ke Pemerintah Pusat. Ia mengaku sudah meminta masukan dari Kemendagri dalam hal ini Dirjen Bina Keuangan Daerah dan menunggu fatwa.

“Saya sementara menunggu penjelasan dari Dirjen. Karena baru terjadi ada DPRD yang sudah dibahas Raperdanya, sudah rapat antar fraksi, lalu kami sudah diundang untuk persetujuan bersama, tapi kemudian tidak dibacakan penolakannya. Setelah paripurna baru kami menerima surat, isinya penolakan. Itu baru terjadi, makanya lebih bagus saya minta penjelasan dari Kemendagri,” tutur Basiran.

Ia menambahkan, undang-undang hanya mengatur jika DPRD tidak mau membahas LKPj. Maka mekanismenya kepala daerah bisa keluarkan peraturan kepala daerah atau Perkada. “Jadi maksudnya kalau LKPj itu tidak dibahas. Tapi ini kan dibahas, ada rapat fraksi dan ada paripurna persetujuan. Inilah yang tidak diatur, makanya butuh petunjuk,” terangnya.

Masih menurut Basiran, surat keputusan terkait penolakan itu isinya sangat tidak substantif. Sebab LKPj itu yang dibahas angka-angka pendapatan dan belanja. Sementara Pemkab Buton justru sudah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sultra atas pengelolaan keuangan daerah tahun 2022 itu.

“Kalau dewan menolak, artinya tidak mengakui pengelolaan anggaran di instansinya. Karena DPRD pun menggunakan anggaran itu. Lalu apanya yang ditolak,” bingung Basiran.

Soal APBD Perubahan yang terancam tak dibahas, menurutnya bukanlah sesuatu yang wajib. Undang-undang menegaskan jika Pemkab dapat melakukan perubahan anggaran jika dalam perjalanannya ada hal-hal yang perlu disesuaikan terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah ditetapkan dalam APBD induk. “Kalau undang-undangnya bilang dapat, berarti boleh tidak boleh iya, atau tidak wajib. Yang mau di-Perkada-kan itu LKPj tadi,” pungkasnya. (b/lyn)

  • Bagikan

Exit mobile version