KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Tahun ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton terancam tanpa pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (APBD-P) 2023. Itu setelah empat fraksi di DPRD Buton menyatakan menolak rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Laporan Keuangan dan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Buton atas pelaksanaan APBD tahun anggaran 2022 lalu. Baik Fraksi Kebangkitan Persatuan Nasional Indonesia, Fraksi Amanat Nasional dan Nasdem, Fraksi PKS serta Fraksi Karya Indonesia Raya, memberi catatan penting agar Pemkab Buton segera melakukan perbaikan.
Karena penolakan terhadap LKPj itu, maka tahapan pembahasan sistimatika pengelolaan keuangan daerah terhenti sementara. Sampai kini, kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) APBD-P belum diajukan Pemkab. Bahkan belakangan beredar opini, Pemkab akan memilih Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dibanding "berdamai" dengan pihak legislatif.
Menanggapi isu itu, Wakil Ketua DPRD Buton, La Ode Rafiun, bersikap santai. Menurut dia, itu tergantung pilihan pihak pemerintah. "Itu konsekuensi yang harus kita terima (kalau memang harus terbit Perkada). Namun ini masih ada langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Pemkab," datarnya, Jumat (14/7).
Langkah strategis dimaksud menurut Politikus PAN itu adalah rapat konsultasi antara Pemkab dan parlemen. Apakah rapat konsultasi tersebut dimediasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) atau ada inisiatif sendiri dari Pemkab.
"Namun kami yakin ada langkah-langkah yang ditempuh agar kemudian daerah tetap tidak menggunakan Perkada tapi berjalan normatif untuk bisa dibahas APBD ini. Tapi, kalaupun yang diinginkan Perkada oleh Pemkab, ya kita terima saja. Tapi putusan DPRD sudah seperti itu adanya (menolak LKPj)," tegasnya. Menurut Rafiun, keputusan penolakan LKPj masih bisa berubah jika Pemkab meluruskan hal-hal teknis yang menjadi catatan DPRD beberapa waktu lalu.
"Masih memungkinkan (merubah putusan) demi kepentingan daerah. Pembahasan inikan belum final, masih dibutuhkan harmonisasi dengan Pemerintah Provinsi. Kalau memang diinginkan Perkada, ya tidak perlu dilakukan rapat konsultasi lagi. Itu artinya Pemkab tak mampu menjaga komunikasi yang baik dengan Forkopimda termasuk DPRD," sindir Rafiun. (b/lyn)