Koorporasi Kakao Butuh Tambahan Modal

  • Bagikan
Ismail Mustafa
Ismail Mustafa

--Untuk Produksi Olahan dan Biji Fermentasi


KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Utara (Kolut) terhadap pengembangan kakao terus ditunjukkan. Langkah pemerintah tak lagi sekadar pada program peremajaan komoditas andalan Bumi Patowonua. Kini, pemerintah setempat perlahan mulai memproduksi produk olahan berbahan kakao dan pengembangan bisnis koorporasi di bawah bendera PT Kakao Kolut Madani. Untuk pengembangan usaha, pemerintah berharap suntikan dana dukungan Perbankan.

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kolut, Ismail Mustafa, mengaku akan terus mendorong pengembangan koorporasi milik petani. Tidak hanya sebatas meningkat produksi, tapi bagaimana memastikan produk olahan kakao bisa terus berkembang. Meski bisnis produk cokelat masih skala lokal, namun produksinya kian meningkat. Saat ini, produksi olahan rata-rata 150 kilogram setiap pekan untuk kebutuhan cafe.

"Produk cokelat lokal Kolut dalam beberapa produk. Diantaranya, cokelat bar, pasta dan bubuk. Sementara produk biji fermentasi masih terbilang kecil. Rata-rata produksinya 400 kilogram setiap 10 hari. Selain digunakan untuk kebutuhan cafe, juga melayani pembelian lingkup Sulawesi Tenggara skala 100 kilogram. Modal operasional masih menggunakan dana sendiri dari perputaran bisnis cafe," jelas Ismail Mustafa, Selasa (11/7).

Mantan Kabag Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kolut ini mengakui, pengembangan usaha masih terkendala permodalan. Untuk itulah, pihaknya intens membantu memediasi koorporasi dengan Perbankan. Sejauh ini, koorporasi telah melakukan penjajakan dengan salah satu lembaga Perbankan di Kolut. Suntikan pembiayaan itu melalui skema kredit. Pada dasarnya, Disbunnak akan terus mendorong kemandirian dan profesional koorporasi.

"Modal koorporasi petani itu terbatas. Atas dasar itulah, kami sangat berharap koorporasi kakao harus disuntik modal. Sebagai suntikan awal, dibutuhkan sekitar Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar. Namun jika prosesnya sudah berjalan dibutuhkan dana sebesar Rp 30 miliar sampai Rp 50 miliar. Lewat dukungan pembiayaan, bisnis koorporasi akan semakin berkembang. Secara bertahap, orientasinya harus beralih ke pengolahan. Apalagi status Kolut sebagai mayor project pengembangan kakao di Indonesia. Makanya, kami berinisiatif mengajak Perbankan bekerja sama mendukung koorporasi kakao," jelasnya.

Sebelumnya, dua Perbankan besar di Sultra telah menunjukkan ketertarikan menyuntikkan modal. Bersama pemerintah tinggal merampungkan model skema pembiayaannya saja. Ditargetkan suntikan dana segar mulai dicairkan tahun 2023. Ada dua opsi yang tengah bahas. Apakah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau pinjaman konvensional. Skema apapun tak masalah. Dana yang dikucurkan akan sangat membantu memperkuat modal koorporasi dan pengembangan bisnis kakao. (mal)

  • Bagikan

Exit mobile version