Desa Liangkobori Gelar Festival Khagati Kolope

  • Bagikan
BUDAYA: Tarian Linda yang ikut memeriahkan pembukaan festival kaghati kolope (Dedeh Ayu/Kendari Pos)
BUDAYA: Tarian Linda yang ikut memeriahkan pembukaan festival kaghati kolope (Dedeh Ayu/Kendari Pos)

--Lestarikan Budaya Leluhur

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Pemerintah Desa Liangkobori kembali gelar festival Kaghati Kolope, layang-layang terbesar di dunia. Pembukaan festival yang merupakan hari jadi ke 26 Desa Liangkabori tersebut dihadiri Staf Ahli Gubernur Sultra, La Ode Safiudin dan, Staf Ahli Bupati Muna, Amirudin Ako serta Forkopimda. Even itu dilaksanakan di Gua Liangkabori yang berlangsung hingga 16 Juli mendatang itu dirangkaikan dengan lomba kesenian seperti rambi wuna, khabanti wuna, modero dan lainnya.

La Ode Safiudin mengatakan mengungkapkan festival itu adalah momentum yang istimewa dan mempesona. Festival ini juga merupakan wadah untuk mempererat dan mengangkat budaya-budaya yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Layang-layang merupakan simbol kebebasan dan kreativitas, sehingga penting untuk dilestarikan. Saya sangat mengapresiasi mayarakat Muna, khususnya masyarakat Desa Liangkobori yang hingga kini masih melestarikan tradisi kaghati kolope,” ungkap Safiudin, Selasa (11/7).

Dia menambahkan, Pemkab Muna harus turut berperan aktif untuk menjaga tradisi tersebut dan mengajarkan kepada generasi muda tentang nilai budaya. “Saya mengimbau kepada pemkab dan pihak terkait agar mengambil langkah konkrit untuk perlindungan terhadap budaya saat ini. Karena nilai budaya merupakan identitas dan harta yang sangat besar bagi kita. Kemudian, pembangunan infrastruktur dan pengadaan teknologi sehingga bisa lebih banyak menarik pengunjung,” tambahnya.

Bupati Muna, LM. Rusman Emba melalui Staf Ahli, Amirudin Ako mengatakan peningkatan dan penunjang parawisata di Gua Liangkobori baik dari segi teknologi maupun infrastruktur hingga penerangannya akan menjadi rekomendasi kepada pimpinan dan ditindaklanjuti oleh Pemkab. Agar destinasi Gua Liangkabori bisa menarik pengunjung lebih banyak lagi kedepannya.

Amirudin menambahkan, Desa Liangkobori merupakan desa adat dan harus berbasis budaya. Artinya, masyarakat di desa tersebut juga harus mendukung kebudayaan itu. “Jadi, seluruh perangkat desa dalam kesehariannya menggunakan hiasan kepala yang terbuat dari tenun Muna (Kampurui). Sehingga menjadi salah satu simbol utama Desa Liangkobori. Saya kira ini penting untuk dikembangkan dan merupakan gagasan yang sangat baik. Khususnya pengembangan destinasi pariwisata kebudayaan,” paparnya.

Di tempat yang sama, Kepala Desa Liangkobori, Farlin menjelaskan tujuan festival ini adalah untuk melestarikan kaghati kolope yang dimulai oleh leluhur sejak 4.000 tahun yang lalu.

“Festival ini untuk meningkatkan pengembangan wisata gua purba yang ada di Liangkobori. Juga mengangkat potensi ekonomi lokal yang ada di desa, terkhusus pada kain tenun Muna. Kita juga berharap masyarakat mampu melestarikan lingkungan alam Gua Liangkabori. Sehingga kedepannya wisata ini bisa menjadi kawasan geopark nasional serta menjadi wisata kelas dunia," Pungkasnya. (deh/b)

  • Bagikan

Exit mobile version