KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Badan Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Tenggara (Bawaslu Sultra) mewaspadai maraknya politik uang jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Fenomena politik uang masih sulit dihilangkan dalam kontestasi politik di Indonesia, termasuk Sultra. Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo mengatakan, pemilih paling dikhawatirkan menjadi sasaran politik uang adalah pemilih pemula. Mereka sangat rentan terhasut godaan iming-iming sejumlah uang, sebagai mahar memilih paslon tertentu.
"Hasil penelitian menunjukkan, pemilih pemula sangat sensitif terpengaruh politik uang. Salah satu indikator, kurangnya penanaman pendidikan politik, terutama mengenai cara memilih kepala daerah yang ideal," kata Iwan Rompo kepada Kendari Pos, kemarin.
Karena itu, kata dia, sosialisasi serta edukasi tentang dampak buruk politik uang mesti diajarkan sejak dini. Sehingga, ketika nanti tiba saatnya diikutsertakan, dalam pemilihan 2024, sudah bisa membedakan proses politik baik ataupun salah. "Mengharapkan lahirnya pemimpin berkualitas, mumpuni, dan benar-benar bekerja memperjuangkan aspirasi masyarakat, harus ditunjang oleh pemilih cerdas. Diantara cirinya menolak tegas praktek politik uang," terangnya.
Sementara itu, pengamat politik Sultra, Dr. Najib Husain mengatakan, pemilih pemula identik pemilih yang penuh keraguan. Bukan karena faktor menunggu pemberian money politik atau tidak, namun terletak pada keputusan atas gagasan para figur politik yang bertarung dalam kontestasi pemi l ihan, baik Pi lpres, Pilkada, maupun Pileg. Kecelakaan politik sering diulangi oleh para politisi yang bertarung, yaitu nihilnya menjewantahkan secara detail dan rasional, program membangun daerah kepada pemilih pemula. Sehingga, cara mencederai demokrasi yaitu money politic menjadi alternatif jitu merebut simpati pemilih pemula. "Di Sultra jumlah pemilih pemula sekira 25 persen.
Kuantitas tersebut terbilang banyak, jika paslon memiliki strategi cemerlang untuk meraih dukungan. Namun yang kerap kali terjadi, pendekatan paslon terhadap pemilih pemula hanya dengan sistem politik uang," kata Dr. Najib Husain kepada Kendari Pos, kemarin.
Di satu sisi, sambung Najib, pemilih pemula sangat mudah untuk dimobilisasi dengan money politic. Contohnya, mahasiswa yang kuliah di Kendari, mudah saja dirayu untuk pulang oleh tim kampanye paslon tertentu, dengan mahar dibiayai sewa kapal dan diberikan sedikit tambahan uang saku. Setiap pemilihan, fenomena itu sering terjadi. Dan bukan hal yang tidak mungkin, pada Pemilu 2024 juga bisa berpotensi terjadi. "Agar terhindar dari pengaruh money politik, pemilih pemula wajib memahami maksimal materi program para kandidat yang berkompetisi. Menemukan titik terang untuk menentukan kesimpulan paling ideal dalam menetapkan pilihan. Dengan metode penilaian berdasar dari pandangan rasional," tandasnya. (ali/b)