Stop Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak!

  • Bagikan
Hj. St. Hafsa

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, harus mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Tak terkecuali di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Di daerah tersebut, berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Konsel baru-baru ini, tercatat ada 53 kasus kekerasan. Dari jumlah itu, didominasi kasus pemerkosaan dan persetubuhan anak di bawah umur sebanyak 20 kasus, disusul 17 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), lalu sembilan kasus kekerasan dan penelantaran anak, tiga kasus penganiayaan dan empat kasus anak berhadapan hukum (ABH).

Hal itu perlu dilakukan langkah lebih tegas dalam menekan dan mencegah terjadinya kasus kasus serupa. Apalagi Konsel telah memiliki peraturan daerah (Perda) dalam upaya mewujudkan kabupaten layak anak yang dipelopori DP3A Konsel. Menyikapi kondisi yang terjadi, Ketua Komisi III DPRD Konsel, Ramlan, menilai, OPD terkait dalam hal ini DP3A harus lebih memaksimalkan kinerjanya. "Bayangkan lima bulan sudah 53 kasus. Kita akan agendakan rapat kerja. Apa yang telah dilakukan oleh dinas ini, kita mau pertanyakan," ungkap Ramlan, kemarin.

Politikus Partai Demokrat itu menilai, salah satu penyebab karena kurangnya sosialisasi di lapangan oleh dinas terkait. "Yang dibutuhkan masyarakat itu bukan sosialisasi atau Bimtek di hotel. Tapi aksi di lapangan. Bukannya nanti ada kasus baru dilakukan pendampingan. Harusnya lebih preventif sedini mungkin," sorotnya.
Ramlan berharap, Pemerintah Daerah menyeriusi atas meningkatnya kasus ini. Dikatakannya, Bupati Konawe Selatan perlu mengevaluasi kinerja dinas terkait. "Ini perlu dievaluasi. Kok terus meningkat. Kita ini ingin mewujudkan kabupaten layak anak, tapi kekerasan seksual terus berulang terjadi pada anak," tandasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala DP3A Konsel, Hj. St. Hafsa, mengungkapkan, persoalan kekerasan anak di Konsel bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau satu pihak saja. Ia menyebut, semua harus bahu membahu seluruh elemen.
"Dan permasalahan mendasar itu dimulai pada lingkungannya, peran media dan keluarga," argumennya. Hafsa menjelaskan, sejak diamanahkan memimpin Dinas tersebut, dirinya terus memaksimalkan turun lapangan dan memastikan pemerintah hadir melindungi masyarakat.

"Mungkin perlu kami luruskan, di tahun-tahun yang lalu angka kekerasan itu lebih tinggi. Hanya tidak terekspose, masyarakat tidak tahu mau mengadu ke mana. Karena kami (kini) sistemnya jemput bola, Dinas kami sering ke lapangan. Makanya masyarakat jadi tahu ternyata hal-hal, baik itu kekerasan anak maupun KDRT itu bisa kami (pemerintah) dampingi," jelasnya, Kamis (25/5).

Menurutnya, sekarang masyarakat berani untuk angkat bicara, sehingga banyak kasus yang bisa kami catat. "Kalau untuk pencegahan, kami setiap saat turun ke masyarakat. Boleh di kroscek. Makanya dengan turunnya kami ke masyarakat, sehingga mereka datang melapor ke kami," imbuhnya. Ia menyebut, tahun 2023 ini pihaknya punya kegiatan ke sekolah-sekolah untuk pencegahan kekerasan seksual kepada anak. Karena, lanjutnya, memang banyak korban itu statusnya anak di bawah umur.

"Hal ini juga sudah pernah kami diskusikan ke Komisi II DPRD Konsel, melalui Ibu Nadira dan Pak Sabri. Karena Komisi II adalah mitra DP3A. Mengkoordinasikan sekiranya langkah-langkah yang kita bisa lakukan agar Konsel angka kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa turun," ujarnya. Dikonfirmasi terpisah pula, Ketua Komisi II DPRD Konsel, Nadira mengatakan terkait masalah tingginya kekerasan terhadap anak dan perempuan di Konawe Selatan, bukan sepenuhnya tanggung jawab DP3A. Tetapi masalah ini melibatkan semua sektor.
"Ini adalah tanggung jawab semua pihak untuk secara bersama mengatasi masalah ini. Mulai dari desa sampai pusat, karena mereka adalah warga negara yang harus mendapat perlindungan dan keadilan," kata ketua DPD PAN Konsel itu.

Dijelaskannya, kasus kekerasan anak dan perempuan harus dilihat dari beberapa faktor. Diantaranya pendidikan agama dalam keluarga yang harus ditingkatkan, kemudian faktor ekonomi, lingkungan yang tidak ramah. "Dan faktor ke empat adalah pengaruh informasi media komunikasi digital yang tidak terkontrol. Hal ini tidak bijak kalau kita hanya menyalahkan satu Dinas saja. Masalah ini adalah tanggung jawab bersama," jelasnya. Ia mengaku, koordinasi DP3A Konsel dan Komisi II DPRD Konsel berjalan baik. Ada program-program yang disepakati. Yakni selain meningkatkan pendampingan terhadap korban, dilakukan juga kegiatan penyuluhan dan sosialisasi pada masyarakat. Utamanya yang rentan menjadi korban kekerasan yang dimaksud. (b/ndi)

  • Bagikan