Nurfahmi, Wisudawati Anak Tukang Becak Bercita-cita jadi Guru

  • Bagikan
Nurfahmi (depan) diantar ayahnya, La Fara menuju lokasi wisuda di kampus UHO menggunakan becak.

--Nurfahmi, Wisudawati Istimewa dari Keluarga Sederhana--

Sebuah kisah inspiratif datang dari salah seorang wisudawan Universitas Halu Oleo (UHO) bernama Nurfahmi. Ayahnya, La Fara berprofesi tukang becak dan juru parkir di pasar.
Ibunya, Wa Rente hanya seorang ibu rumah tangga biasa.

EWIN ENDANG SAPUTRI, KENDARI

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Pagi buta Kamis (4/5) lalu, embun pagi belum berpencar. Matahari di ufuk timur masih malu-malu memendar. Nurfahmi bergegas. Toga wisuda dikenakannya. Sapuan tipis bedak dan lipstik membalut wajah ayunya. Senyum merekah. Membayangkan kebahagiaan kedua orang tuanya kala melihatnya diwisuda dan menyandang gelar sarjana.

Sang ayah, La Fara dengan balutan kemeja batik sederhana sudah menanti Nurfahmi di beranda. Rumah mereka terletak di Kecamatan Wuawua, Kota Kendari. Duduk dibalik kemudi, La Fara membelah jalan beraspal pagi itu dan mengantarkan anak semata wayangnya mengikuti prosesi wisuda di auditorium Universitas Halu Oleo (UHO).

Nurfahmi (tengah) berhasil membahagiakan ayahnya La Fara (kiri) dan ibunya Wa Rente (kanan) dengan meraih gelar sarjana di UHO.

Nurfahmi menarik perhatian pada momen wisuda periode Januari hingga April 2023 di UHO, Kamis (4/5) lalu. Selain karena prestasi akademiknya, alat transportasi yang digunakan Nurfahmi saat menuju lokasi wisuda unik. Jika wisudawan lain turun dari mobil atau sepeda motor, Nurfahmi turun dari sebuah becak yang dikayuh sang ayah, La Fara.

Bagi Nurfahmi, hal tersebut merupakan bentuk rasa syukur dan bangga kepada orang tua yang telah membesarkan dan menguliahkannya hingga meraih gelar sarjana.

Nurfahmi bukanlah seorang mahasiswa biasa-biasa saja. Kendati terlahir dari seorang tukang becak, tak membuat Nurfahmi minder. Sebaliknya, Nurfahmi mengonversi kondisinya yang sederhana menjadi tekad baja demi menaikkan derajat orang tuanya dengan meraih gelar sarjana.

Gadis ayu berdarah Muna itu sangat istimewa karena perjuangannya untuk mencapai titik ini.
Ia berhasil menyelesaikan studinya di jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UHO dengan IPK 3,22 dalam waktu 3 tahun 8 bulan.

"Saya tidak pandai di matematika, tetapi saya suka belajar matematika. Sehingga pada saat saya kuliah saya mengambil jurusan tersebut pada tahun 2019," ujar Nurfahmi kepada Kendari Pos, Jumat (5/5), kemarin.

Dara kelahiran Kota Ternate, 8 Oktober 2001 silam itu meyakini, perjuangannya meraih gelar sarjana akan membahagiakan kedua orang tuanya. Dengan meraih gelar sarjana, sebagai bentuk terima kasihnya kepada ayah dan ibunya.

Sejak tahun 2012, ayah Nurfahmi, La Fara melakoni profesinya sebagai tukang becak. Nurfahmi sangat memahami kemampuan finansial ayahnya untuk membiayai kuliahnya. Dari pekerjaan itu, pengasilan sang ayah sangat kecil. Tidak menentu, berkisar antara Rp25 hingga Rp30 ribu per hari.

Meski berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang mampu, Nurfahmi tidak menyerah untuk mengejar cita-citanya. Nurfahmi berupaya mendapatkan bantuan pendidikan dan berhasil mendapat beasiswa Bidikmisi saat kuliah di UHO. Tentu sangat membantu keluarganya.

"Pada hari wisuda, saya meminta bapak untuk mengantar saya pakai becak, karena saya ingin mengenalkan dan memperlihatkan kepada teman-teman saya, bahwa inilah bapak saya seorang tukang becak yang berhasil menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi negeri," ungkap Nurfahmi.

Ia mengajak anak-anak yang terbatas dari aspek ekonomi untuk tetap semangat dan meraih cita-cita yang diinginkan. "Untuk teman-teman atau adik-adik yang ekonomi keluarganya kurang, jangan berputus asa karena rezeki itu sudah Allah SWT atur untuk Hamba-Nya. Tetap berikhtiar, optimistis dan tawakal," ungkapnya.

Kini, Nurfahmi telah berhasil meraih gelar sarjana dan siap melangkah ke dunia kerja. Meski sebenarnya dia ingin melanjutkan pendidikan, Nurfahmi memutuskan untuk membantu orang tuanya terlebih dahulu dengan bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah di Kota Kendari.

"Sejak kecil saya bercita-cita ingin menjadi guru. Setelah wisuda ini, saya akan melamar menjadi guru honorer. Sebenarnya kedua orang tua saya menyarankan untuk melanjutkan pendidikan S2, tetapi saya mau membantu mereka sehingga saya memilih kerja," imbuh Nurfahmi.

Kisah Nurfahmi merupakan bukti nyata bahwa pendidikan bukanlah hak eksklusif bagi orang yang berasal dari keluarga kaya. Dalam perjuangan menggapai cita-cita, kerja keras, semangat, dan dukungan keluarga sangatlah penting. Semoga kisah ini dapat menginspirasi banyak orang untuk tidak menyerah pada keadaan dan tetap berjuang meraih impian mereka.

Kisah Nurfahmi membawa harapan dan inspirasi bagi banyak orang, bahwa dengan semangat dan tekad yang kuat, segala hal yang diimpikan dapat dicapai. Harus selalu menghargai usaha dan perjuangan orang tua yang telah berkorban demi membahagiakan anak-anaknya. (b)

LAPORAN : EWIN ENDANG SAPUTRI, KENDARI

  • Bagikan

Exit mobile version