--Hikmah Ramadan--
Aksan Jaya Putra (Anggota DPRD Provinsi Sultra)
Puasa di bulan Ramadan adalah ibadah wajib bagi umat Islam setiap tahun. Saat bulan Ramadan tiba, umat Islam di seluruh dunia berpuasa selama sebulan penuh, menahan diri dari makan, minum, dan kegiatan lainnya mulai ketika imsak (menahan) beberapa saat sebelum waktu Subuh hingga buka puasa ketika Adzan Maghrib tiba.
Apakah puasa hanya bermakna membatasi kegiatan dan kebiasaan sehari-hari? Tidak, puasa memiliki makna yang jauh lebih dalam dan besar daripada itu. Salah satu makna puasa yang sering disebutkan dalam berbagai kajian agama adalah untuk mempererat hubungan dengan Sang Pencipta (hablum minallah).
Dalam konteks ini, puasa dapat dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Melalui puasa, umat Islam diharapkan dapat mengembangkan kesabaran, disiplin diri, dan introspeksi yang dalam, sehingga dapat meningkatkan pemahaman diri dan memperkuat hubungan seorang hamba dengan Tuhannya.
Puasa dapat pula dimaknai sebagai upaya untuk membangun kebersamaan dan solidaritas di antara sesama manusia (hablum minannaas). Puasa menjadi alat untuk mengingatkan kita tentang penderitaan dan kesulitan yang dialami oleh orang-orang yang kurang beruntung di dunia ini.
Puasa mengajak kita untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka. Di dalam kebersamaan berpuasa itu, umat Islam dapat memperkuat rasa persaudaraan dan saling membantu, sehingga memperkuat jaringan sosial dan solidaritas yang lebih luas.
Dalam konteks lebih luas, puasa menjadi sarana bagi seorang pemimpin untuk menguji dan memperkuat kualitas jiwa kepemimpinannya. Melalui kekuatan hubungan dengan sang Pencipta (hamblumminallah), ia akan memiliki kesadaran sipiritual dan berimplikasi pada terbentuknya kepekaan sosial yang tinggi pula (hamblumminannaas)
Membentuk Jiwa Pemimpin
Sebenarnya, setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin terhadap seluruh metafisik dirinya. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya.
Hal ini sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad SAW, Ingatlah! Setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Wanita adalah pemimpin bagi kehidupan rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Ingatlah! Bahwa kalian adalah sebagai pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya,” (HR Bukhari dan Muslim).
Jika kita cermati penegasan Nabi Muhammad SAW tersebut, betapa penting dan besar tanggungjawab seorang pemimpin. Dengan tanggungjawab sebesar itu, seorang Pemimpin memerlukan sikap mental yang diperlukan.
Dengan berpuasa yang baik dan benar di bulan Ramadan akan terbentuk sifat-sifat taqwa yang sangat dibutuhkan dalam diri seorang pemimpin, yaitu Siddiq (jujur) dapat dipercaya
, Tabligh (Penyampai) memiliki kemampuan berkomunikasi dan negosiasi, Amanah (bertanggungjawab) bertanggungjawab melaksanakan tugas, dan Fathanah (Cerdas) pandai membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan dilaksanakan.
Selain itu, puasa juga membentuk pemimpin berjiwa penolong dan melayani. Nabi Saw pernah bersabda “Pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut.” Oleh sebab itu, pemimpin hendaklah ia melayani dan bukan dilayani, serta menolong orang lain untuk maju.
Pada akhirnya saya mengajak kepada kita semua untuk memanfaatkan momentum bulan suci Ramadan tahun ini untuk menyempurnakan ibadah puasa kita dalam rangka memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta, dan pada saat yang sama mempertebal hubungan sosial sesama manusia.
Harapan kita semua terbentuk jiwa kepemimpinan seorang pemimpin yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sungguh-sungguh membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera.
Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj 41). (rls)
Membentuk Jiwa Kepemimpinan