Belajar dari Kesabaran Sang Tukang Parkir

  • Bagikan
Hanna

CERDAS (Cerita Edukasi dan LiteraSi)


Oleh : Hanna

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Bulan suci Ramadan adalah bulan penuh rahmat karena Allah SWT memberikan banyak kenikmatan kepada kita.Bulan yang dimuliakan Allah SWT dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Umat Islam di seluruh dunia menanti kedatangan tamu bulan Ramadan sebagai suatu bulan yang penuh dengan berkah atas dasar keikhlasan.

Terkait literasi keikhlasan, penulis terinspirasi dari ceramah mendiang Ustadz KH.Zainuddin MZ. Dalam perjalanan via kereta api dari Jakarta ke Bandung, duduk di samping saya, seorang pria paruh baya. Dia mendengarkan ceramah KH.Zainuddin MZ dari kanal youtube, yang mengatakan “hidup paling tenang adalah hidup model tukang parkir”.

Dalam pandangan saya, pekerjaan tukang parkir adalah pekerjaan yang sangat mulia, karena dilandasi keikhlasan mencari hidup untuk membiayai kehidupannya dan biaya sekolah anaknya. Sabar itu ada tiga macam, yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat dan sabar dalam menghadapi takdir.

Makna sabar sangat luas. Tidak hanya menahan diri dari hal-hal yang tidak sesuai aturan Allah SWT, namun juga menahan diri dari nafsu, menahan diri saat di beri kelapangan maupun tatkala dihadapkan dalam situasi yang sempit.

Menyimak konten ceramah KH.Zainuddin MZ itu, saya memandang hikmah berkaitan erat dengan relasi hidup antara manusia dengan keduniaannya. Yang darinya pula, menyadarkan kembali bahwa hakikat hidup di dunia ini bukan sekedar pemenuhan materi dan berujung sifat materialistik, tetapi dihiasi dengan keikhlasan.

Tukang parkir atau juru parkir (Jukir) bekerja membantu mengatur kendaraan yang masuk dan keluar di tempat parkir. Bahkan menjaga kendaraan. Dalam satu peristiwa, seorang jukir yang sabar dan ikhlas menjaga dan mengatur kendaraan di suatu toko. Setelah lama ia duduk, datanglah seseorang yang mengambil mobilnya. Sang jukir membantu mengarahkan pemilik kendaraan yang ada dijalur padat agar keluar tanpa ada hambatan.

Setelah mobil itu keluar dengan baik, sang sopir berlalu begitu saja, tanpa membayar jasa parkir. Jukir hanya mengucap terima kasih. Selamat jalan, hati-hati. Melihat peristiwa itu, saya bertanya kepada sang jukir. Pak, kok bapak tidak meminta uang parkir kepada pengendara itu ?

Si jurkir berkata, "Saya tidak pernah meminta uang parkir kecuali diberikan dengan ikhlas oleh pemilik kendaraan. Jika menerima uang yang diberikan tidak ikhlas maka uang itu akan menjadi penyakit bagi saya. Uang Rp2.000 bagi tukang parkir seperti saya, sudah sangat lumayan, tetap jika uang itu hanya menjadi pengganjal kesabaran saya, mending saya tolak. Demikian juga jika saya meminta uang pada pengendara, saya takut dinilai pemaksaan yang tidak diperbolehkan oleh UU dan agama saya," ujarnya.

Di sini saya belajar arti sebuah kesabaran. Belajar akan prinsip hidup. Manusia membutuhkan literasi yang berperan membentengi jiwa agar tidak terjebak dalam kehidupan duniawi yang serba wah, bahkan terkadang menodai hati nurani.

Pekerjaan juru parkir, bukanlah pekerjaan rendah, tetapi pekerjaan yang terhormat. Banyak orang tidak menyadari urgensi pekerjaan tukang parkir yang mengandung etika praktis yang berisi muatannilai filosofis. Salah satu ucapan KH.Zainuddin adalah literasi titipan. Tukang parkir menyadari barang-barang megah yang ada dalam kuasanya itu hanyalah titipan. Oleh karena itu jika merasa dititipi, maka ia amat menjaganya dengan sebaik-baiknya.

Perlu disadari, apa yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan maka kebahagiaan sudah dalam genggaman kita. Sebab, kebahagiaan hakiki adalah saat jiwa kita merdeka dari monopoli nafsu duniawi yang penuh misteri.

Demikian juga jika seseorang merasa dititipi takhta dan jabatan oleh Allah SWT, pasti ia akan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, karena ia tahu jika menyalahgunakan titipan tersebut maka siksaan menanti. Mungkin pembaca sering menjumpai tukang parkir liar di beberapa tempat, seperti, depan toko, swalayan dan sebagainya meskipun sudah ada beberapa larangan.

Mereka itu memungut uang dari orang yang berbelanja dan memarkir kendaraanya. Pertanyaannya, apakah uang tukang parkir liar itu halal? Dan bagaimana status uang tukang parkir tersebut. Sementara orang-orang yang belanja di toko tersebut tidak mengetahui pihak toko tidak memungut biaya parkir sepeserpun kepada pelanggannya. Namun karena melihat orang-orang yang mangkal dan menjaga kendaraannya, para pembeli tersebut memberikan uang kepada mereka yang telah menjaga kendaraannya.

Terkait status tukang parkir di atas ternyata terjadi pro dan kontra, ada yang mengatakan boleh, dan tidak boleh.Di dalam kitab Hasyiyah Al-jamal karya Syaikh Sulaiman bin Umar al-‘Ujaili terdapat sebuah teks yang bisa menjawab dua pertanyaan di atas.

Untuk pertanyaan pertama, karena sebelumnya tidak ada kesepakatan sewa jasa yang terjadi antara pembeli dan tukang parkir, maka status uang yang diberikan kepada para tukang parkir tersebut adalah hadiah atau sedekah jika pembeli tersebut memberikannya atas dasar kerelaan hatinya (ikhlas). Dalam konsep ini, perbedaan mendasar antara sedekah dengan hadiah.

Sedekah diberikan kepada orang tertentu dan tanpa mencari imbalan apa pun, melainkan diberikan untuk tujuan amal. Sedangkan hadiah diberikan untuk menghormati orang tertentu, baik karena penerimanya adalah teman maupun karena anda menginginkan balasan. (*)

Belajar dari Kesabaran Sang Tukang Parkir

  • Bagikan