KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Muna Barat (Mubar) disegel buntut dari pemberhentian dua tenaga honorer. Pj Bupati Mubar Bahri menyangkan penyegelan kantor itu dan upaya perintangan terhadap pejabat DPMPTSP. "Yang saya sesalkan ada pemalangan. Itu sama saja melawan kebijakan negara," kata Bahri saat melakukan konferensi pers di aula Kantor Bupati, Senin (27/3).
Mestinya tindakkan menghadang pejabat hingga penyegelan kantor DPMPTS tidak perlu terjadi. Sebab langkah penyelesain masalah bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih persuasif. "Padahal bisa saja kita lakukan pertemuan dan komunikasi. Ini belum ada pertemuan kok sudah mengambil tindakan sepihak seperti itu," sesalnya.
Direktur Perencanaan Anggaran Daerah pada Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kemendagri itu menerangkan sebenarnya pengangkatan pegawai honorer sudah tidak ada. Itu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 49 tahun 2018, bahwa pegawai penerintah hanya mereka yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K). Sisany adalah tenaga kontrak dengan sistem perjanjian kerja. "Tetapi kebijakan itu kita buat semacam outsourcing. Misalkan seperti DPMPTSP sebagai pemberi kerja dan yang bersangkutan (tenaga kontrak sebagai penyedia jasa). Maka yang dibayar adalah jasanya dan setiap tahun dilakukan evaluasi. Kalau dalam evaluasi satu tahun itu tenaganya tidak dibutuhkan lagi, maka bisa diberhentikan," terangnya.
Kendati demikian, ia menginginkan agar masalah tersebut diselesaikan dengan baik. Apalagi seluruh tenaga honorer di Mubar telah dimasukkan dalam databes dan dilaporkan ke KemenPAN-RB. "Tapi sampai hari ini tidak diberhentikan karena yang bersangkutan masih masuk databes dan sudah masuk ke KemenPAN-RB," ucapnya.
Pejabat Kemendagri itu menambahkan, pihaknya tidak inginkan lagi kejadian serupa kembali terulang. Jika ada persoalan maka semua bisa dikomunikasikan dengan cara yang lebih elegan. "Kita perjuangkan hak boleh saja, tetapi harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala DPMPTSP Mubar, La Ode Hanafi menuturkan usai mengikuti apel gabungan, ia langsung menuju kantornya tetapi dipalang oleh tiga pemuda. Dua diantarnya adalah pegawai honorer yang menuntut karena dikeluarkan. Padahal menurutnya sejak Agustus 2022 tidak ada pemberhentian pegawai honorer. Yang ada hanya penertiban pegawai honorer sesuai dengan keterampilan masing-masing. "Kenapa yang lain sudah ada SK, karena kita sudah tahu keterampilannya. Makanya kita terbitkan SKnya sesuai dengan keterampilan mereka. Untuk yang lain kita belum terbitkan SK karena selama ini mereka belum ketemu dan kita belum tahu apa keahlianya ," tandasnya.
Sementara itu salah seorang pegawai honorer La Ode Harmin mengungkapkan peyegelan kantor DPMPTSP dilakukan sebagai wujud kekesalah karena dirinya dan beberapa rekannya dicoret dalam daftar pegawai honorer. Padahal ia mengaku menjadi pegawai honorer di DPMPTSP sejak 2014 dan selama bertugas tidak pernah melakukan pelanggaran yang fatal. "Tetapi hari ini kita dikeluarkan dari pegawai honorer tanpa ada konfirmasi. Ini adalah diskriminasi yang luar biasa," kesalnya. (ahi/b)