KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Wali Kota Baubau La Ode Ahmad Monianse punya tagline khusus sebagai patron kepemimpinan di jajaran birokrasinya. "Melayani tanpa sekat", sebuah kalimat sederhana penuh makna yang ditekankan kepada seluruh insan pegawai selaku pelayan publik untuk diterapkan saat bekerja. Jika itu diimplementasikan secara menyeluruh, Baubau akan terus bergerak maju menjadi daerah yang berprestasi. "Melayani tanpa sekat adalah nafas kerja seluruh aparatur pemerintahan dalam melayani masyarakat. Tanpa membeda-bedakan, tanpa tendensi kepentingan tertentu. Semua elemen pemerintah penting implementasikan itu, dan saya mengajak pada semua mengabdilah dengan ikhlas dan melayanilah tanpa sekat," ungkap Monianse mendefinisikan tagline yang dicetuskan itu.
Sebagai salah satu instrumen pelaksana kebijakan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Baubau sudah mengejawantahkan tagline itu dalam pelayanan pendidikan. Menurut Kepala Dikbud Kota Baubau, La Ode Aswad, pelayanan tanpa sekat itu merupakan konsep pelayanan yang tidak memandang perbedaan kelas sosial, transparan, akuntabel, sesuai aturan serta sikap melayani bukan dilayani. Itu dimaksudkan agar semua lapisan masyarakat benar-benar merasakan kehadiran pemerintah.
"Tanpa sekat itu artinya semuanya punya hak yang sama untuk mendapat pelayanan. Saya kasih contoh, kepala sekolah atau guru harus punya waktu 24 jam untuk siswa. Misalnya butuh tanda tangan ijazah dan sebagainya, itu tidak harus selalu di sekolah, apalagi sifatnya darurat, jangan dipersulit. Pak wali, biar di pasar bisa tanda tangan apa saja, tidak perlu di kantor. Ini harus kita lakukan semua," urainya.
Olehnya itu, kepada seluruh jajarannya Aswad sudah menginstruksikan, baik itu mereka yang melakukan pelayanan di sekretariat hingga seluruh Satuan Pendidikan untuk melakukan tugas-tugas mereka dengan tulus ikhlas. Memudahkan dan menciptakan rasa aman dan nyaman bagi siapa pun yang berurusan. "Saya berpikir, tidak ada seorang pun di negeri ini yang suka berbelit-belit. Kita punya kecenderungan untuk dilayani dengan mudah. Nah sebelum kita mendapatkan, lakukan dulu. Sesuai tupoksinya. Kita puaskan orang yang dilayani. Jangan bedakan kaya miskin, perempuan laki-laki, berpangkat atau biasa. Dimata undang-undang itu sama," bijak La Ode Aswad.
Masih menurut Aswad, pelayanan tanpa sekat penting dipahami dan diresapi maknanya. Terlebih saat ini negara menghadapi pesta demokrasi 2024. Sehingga politik identitas meningkat, ada ancaman polarisasi kelompok. Maka melayani tanpa sekat menjadi sangat relevan untuk menekan tendensi politik yang tercipta di masyarakat. Termasuk dalam urusan pendidikan. (mel/lyn/adv)
Jemput Bola, Entaskan Angka Putus Sekolah
Kendala jarak dan biaya sering kali menjadi pemicu bertambahnya angka anak putus sekolah. Akses layanan pendidikan yang jauh dan tingginya biaya pendidikan adalah masalah yang selalu menghantui kelompok warga kurang mampu untuk mengenyam dunia pendidikan. Di Kota Baubau, masalah itu juga terjadi. Namun gerak cepat pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang memutuskan untuk "menjemput bola" telah sukses mengentaskan angka putus sekolah.
Itu dilakukan dengan pembangunan sarana pendidikan di kompleks-kompleks padat penduduk. Tahun ini misalnya, Dikbud Baubau kembali mendapat instruksi dari Wali Kota untuk menyiapkan sekolah baru di kawasan Palagimata, sebuah kompleks yang kini tumbuh subur area perumahan. "Kita sudah pikirkan lagi tambahan SD dan SMP persiapkn 2024. Pak wali minta supaya di kawasan perumahan di Palagimata dan Simpang Lima untuk bangun SD, supaya rentang kendali lebih dekat. Hal ini juga mendukung kebijakan zonasi bagaimana mendekatkan masyarakat dengan sekolah," terang Laode Aswad, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Baubau.
Lebih dari itu, untuk urusan anak tak bisa sekolah, dia juga mengaku sudah menginstruksikan kepada seluruh kepala sekolah dibawah jajarannya untuk memastikan tidak ada lagi warga yang tidak mendapatkan akses pendidikan hanya karena tak punya biaya.
"Kepala Sekolah harus keluar ruangan, keluar pagar, memastikan jangan sampai ada masyarakat tidak bisa bersekolah hanya karena tidak punya baju atau tas. Tidak ada lagi kaya atau miskin, semua punya hak yang sama. Sudah tugas kita menyiapkan itu sesuai kemampuan," tegas mantan Kepala Bapeda Baubau tersebut.
Sejauh ini kata Aswad, meski belum ada persentase pasti, angka putus sekolah di Baubau sangat minim. Para pengamen dan anak jalanan di sejumlah titik oleh dinas terkait ditelusuri bukan warga asli Kota Baubau. "Meski bukan warga kita, kalau mereka butuh pelayanan kami siap melayani tanpa sekat," tulusnya. (mel/adv)