Pengamat: Potensi Money Politic Masih Tinggi

  • Bagikan
Dr.Najib Husain


--Sasar Pemilih Pemula di Pemilu 2024

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Praktik money politic (politik uang) masih menjadi momok dalam momentum kontestasi Pemilu, Pilpres, Pilcaleg maupun Pilkada 2024. Tak terkecuali pemilih pemula maupun pemilih pragmatis disinyalir dalam bayang-bayang godaan "serangan fajar" politik uang. Kelompok pemilih pemula adalah kalangan siswa SMA/SMK dan mahasiswa. Suara kaum muda ini potensial jadi rebutan dalam kontestasi Pemilu 2024.

Pengamat politik Sultra, Dr. Najib Husain menilai potensi money politic masih tinggi. Pemilih pemula sangat mudah untuk dimobilisasi dengan money politic. Contohnya, mahasiswa yang kuliah di kota, mudah saja dirayu untuk pulang kampung oleh tim kampanye paslon tertentu, dengan mahar biaya transportasi (tiket kapal dan angkutan) diberikan sedikit tambahan uang saku. "Setiap pemilihan, fenomena itu sering terjadi. Dan bukan hal yang tidak mungkin, pada Pemilu 2024 juga bisa berpotensi terjadi," kata Dr. Najib Husain kepada Kendari Pos, Rabu (15/3), kemarin.

Agar terhindar dari pengaruh money politic, pemilih pemula wajib memahami maksimal materi program para kandidat yang berkompetisi. Menemukan titik terang untuk menentukan kesimpulan paling ideal dalam menetapkan pilihan. "Dengan metode penilaian berdasar dari pandangan rasional," ungkap Dr.Najib Husain.

Menurutnya, mengatakan, pemilih pemula identik pemilih yang penuh keraguan. Bukan karena faktor menunggu pemberian money politic atau tidak, namun terletak pada keputusan atas gagasan para figur politik yang bertarung dalam kontestasi pemilihan, baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada.

"Kecelakaan" politik yang sering diulangi oleh para politisi yang bertarung, yaitu nihilnya mengejewantahkan secara detail dan rasional program membangun daerah kepada pemilih pemula. Sehingga cara mencederai demokrasi dengan praktik money politic menjadi alternatif jitu merebut simpati pemilih pemula.

"Di Sultra jumlah pemilih pemula sekira 25 persen. Kuantitas tersebut terbilang banyak jika para paslon memiliki strategi cemerlang untuk meraih dukungan. Namun yang kerap kali terjadi, pendekatan paslon terhadap pemilih pemula hanya dengan sistem politik uang," tutur Dr.Najib Husain.

Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Tenggara (Bawaslu Sultra) Hamiruddin Udu mengatakan, pemilih yang paling dikhawatirkan menjadi sasaran politik uang adalah pemilih pemula. Mereka (pemilih pemula) sangat rentan terpapar iming-iming sejumlah uang sebagai mahar memilih calon legislatif dan pasangan calon (paslon) kepala daerah tertentu.

"Hasil penelitian menunjukkan pemilih pemula sangat sensitif terpengaruh money politic. Salah satu indikator, kurangnya penanaman pendidikan politik terutama mengenai sistem bagaimana memilih kepala daerah yang ideal," kata Hamiruddin Udu kepada Kendari Pos, Rabu (15/3), kemarin.

Karena itu, kata dia, sosialisasi dan edukasi tentang dampak buruk money politic mesti diajarkan sejak dini. Sehingga ketika nanti tiba saatnya diikutsertakan dalam pemilihan 2024, sudah bisa membedakan proses politik baik dan yang salah.

"Mengharapkan lahirnya pemimpin berkualitas, mumpuni, dan benar-benar bekerja memperjuangkan aspirasi masyarakat, harus ditunjang oleh pemilih cerdas. Diantara cirinya pemilih cerdas adalah menolak tegas praktek politik uang," terang Hamiruddin Udu.

Di Sultra, jumlah pemilih pemula mencapai puluhan ribu. Kelompok ini berada di kalangan siswa SMA/SMK dan mahasiswa. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Sultra mencatat, sekira 73.262 jiwa populasi masuk dalam kategori pemilih pemula. Mereka telah masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayahnya, sehingga nanti dapat menyalurkan hak suaranya pada Pemilu 2024.

Kepala Disdukcapil Sultra, Muhammad Fadlansyah, mengatakan total 73.262 jiwa pemilih pemula tersebar di seluruh Sultra (rinciannya lihat grafis,red). "Jumlah terbanyak ada di Kota Kendari, sekira 9.310 orang dan terendah ada di Kabupaten Konawe Kepulauan, sekira 892 orang," ujarnya kepada Kendari Pos dalam sebuah kesempatan.

Muhammad Fadlansyah menjelaskan, data pemilih pemula ini berdasarkan rata-rata usia di bawah 17 tahun hingga 18 tahun yang merupakan pemilih potensial dan belum melakukan perekaman KTP elektronik. "Kami sudah serahkan data pemilih pemula ke KPU. Termasuk data mereka yang pada saat hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun," ungkapnya.

Ia berharap pemilih pemula dapat menjadi cerminan pemilih cerdas pada Pemilu 2024. "Kalau kemarin kita masih mendengar beberapa isu money politic dan lain sebagainya yang mewarnai pemilu, harapan kita saat ini para pemilih pemula kita tidak terkontaminasi hal-hal itu,"pungkas Muhammad Fadlansyah. (ali/rah/b)

  • Bagikan